Serunya Kegiatan Sonjo Kampung di Desa Sukodono Dampit - WisataHits
Jawa Timur

Serunya Kegiatan Sonjo Kampung di Desa Sukodono Dampit

Kegiatan Kampung Sonjo di Desa Sukodono Dampit, Kabupaten Malang. (adalah)

BACAMALANG.COM – Pemerintah Desa Sukodono (Pemdes), Kecamatan Dampit, Kabupaten Malang mengundang tim kerjasama dari PKBM Ki Hajar Dewantara, Universitas Brawijaya (UB), Masyarakat Desa Cempluk, Jaringan Desa Nusantara dan HIDORA untuk melakukan kegiatan Sonjo Kampung di Desa Sukodono baru-baru ini untuk melakukan .

Kegiatan ini dibalut dengan tema “Pendidikan dan Kebudayaan” bersama Desa Sukodono.

Tujuan kegiatan ini adalah untuk menjaring ide-ide strategis revitalisasi seni dan budaya desa, sehingga tujuannya bukan untuk membangun “desa wisata” tetapi membangun “desa wisata”.

Dalam hal ini, pengunjung belajar tentang nilai-nilai sosial, seni dan budaya di mana seniman tinggal di desa atau desa.

Kegiatan ini melibatkan kerjasama dengan masyarakat, khususnya dengan para penggiat seni dan budaya di Desa Sukodono, untuk merancang dan menyelenggarakan acara budaya rutin yang berdampak pada penguatan ekonomi masyarakat.

Pertemuan untuk kegiatan ini dilaksanakan di Balai Desa Sukodono, Kecamatan Dampit, Kabupaten Malang.

Kegiatan diawali dengan sambutan oleh Suharto mewakili desa Sukodono. Ia memaparkan latar belakang dan potensi sumber daya alam dan manusia yang dimiliki Desa Sukodono.

Selain itu, Amin dari PKBM Ki Hajar Dewantara menekankan pentingnya pendidikan dalam hal pemberdayaan dan kemampuan seni.

Kemudian acara ditutup dengan sambutan dan pemaparan materi oleh Dr. Muhammad Muzakki, M.Si. dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya yang menyatakan bahwa potensi yang luar biasa dari desa Sukodono yang didukung oleh modal pendidikan dan budaya tentunya dapat membuat desa ini hidup dan sejahtera dengan sendirinya, tanpa harus selalu didukung oleh pemerintah dan menjadi tergantung pada pihak lain.

Diskusi selanjutnya digagas oleh Redy Eko Prastyo, M.Ikom. dari Komunitas Kampung Cempluk yang juga aktif di UB Tech dan Kampung Nusantara Network, berbagi bagaimana Kampung Cempluk memulai gerakannya menjadi desa yang layak dengan gotong royong dan keterampilan seni, sehingga kepercayaan masyarakat meningkat.

Bahkan, Festival Kampung Cempluk (FKC) telah berlangsung selama dua belas tahun dan akan terus berlanjut. Dengan kata lain, penonton belajar bagaimana masyarakat Kampung Cempluk beradaptasi di tengah perubahan dan menghadapi banyak tantangan.

Desa atau desa harus tangguh di tengah modernitas. Inspirasi kemudian disuarakan oleh Bachtiar Djanan yang merupakan bagian dari Nusantara Village Network dan HIDORA.

Melalui dokumentasi digitalnya, Bakhtiar membuka kesadaran tentang praktik menggerakkan desa melalui seni dan budaya.

Perjalanannya berpindah kampung dapat dilihat di Kampung Kopi Gombengsari, Banyuwangi melalui perjalanan secangkir kopi dan wisata kambing.

Selain itu, banyak contoh desa lain dengan latar belakang bakat dan lokasi yang berbeda ditampilkan. Video akan ditampilkan satu per satu di layar LCD sebagai sumber alternatif dengan tujuan Desa Sukodono memilih festival yang memungkinkan untuk dilaksanakan.

Dari sini, penonton dirangsang untuk bergerak dan merasa berdaya untuk meluncurkan inovasi seni-budaya setelah melihat festival sederhana.

Diskusi inspiratif ini kemudian dirangkum oleh Akmad Bustanul Arif, SS Sebagai pelayan jaringan Kampung Nusantara dari Kalimantan Timur, Arif berbagi tentang proyek yang dijalankannya di Kalimantan Timur.

Ini mempertajam bagaimana mulai melihat apa yang bisa dilakukan, dengan siapa, apa tujuannya, adalah tiga hal dasar yang harus dicari.

Setelah itu, perhatikan juga sumber daya manusia dan alamnya. Gerakan desa semacam ini merupakan bentuk penolakan bantuan negara dengan dalih: 1. Belajar memahami diri sendiri. 2. Tantang diri Anda sendiri. Bisakah masyarakat desa berkembang dan bertahan melalui gotong royong?

Sesi selanjutnya dilanjutkan dengan sesi tanya jawab oleh tiga warga desa Sukodono. Masalah yang mereka tanyakan adalah bagaimana memulai dan mengimplementasikan sebuah ide.

Setelah mendengarkan ketiga penanya tersebut, para narasumber menjawab dengan argumentasinya masing-masing.

Pertama, warga mulai menggali nilai-nilai tempat berdasarkan makna penamaan desa. Terus mengumpulkan orang-orang berbakat.

Selain itu, rilis dunia maya tidak kalah pentingnya untuk penguatan suara secara nasional dan internasional. Kerjasama antara generasi muda dan generasi tua sangat penting.

Pada awal proyek, Dr. Muhammad Muzakki, M.Si. menyarankan untuk fokus pada 1. Tapping Point (penjajakan potensi yang diprioritaskan) 2. Branding (menyebarkan informasi melalui media sosial) 3. Redundant (dilakukan terus menerus).

Jawaban para pembicara menginspirasi semangat juang mereka untuk mewujudkan mimpi bersama.
Di penghujung acara, Kepala Desa Suharto menutup dengan doa dan harapan agar Desa Sukodono dapat bertahan dan mengalami peningkatan ekonomi.

“Harapannya bagaimana Desa Sukodono berkolaborasi dalam mengoptimalkan aset tak berwujud masyarakat. Desa Sukodono berharap mendapat banyak ilmu dan pembimbing untuk mewujudkan mimpinya. Dengan kata lain, peran Universitas Brawijaya adalah sebagai mentor,” kata Suharto.

Kegiatan diakhiri dengan silaturahmi sambil berfoto bersama, yang diharapkan dapat menjadi sinergi yang berkesinambungan untuk menghasilkan manfaat yang luas dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. (pasti akan)

Source: bacamalang.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button