Sejarah pariwisata di Pemalang, pernah menjadi tempat peristirahatan dan lokasi syuting film Belanda - WisataHits
Jawa Barat

Sejarah pariwisata di Pemalang, pernah menjadi tempat peristirahatan dan lokasi syuting film Belanda

Sejarah pariwisata di Pemalang masih belum banyak diketahui orang. Bahkan, sepanjang sejarah Indonesia, kota ini menjadi tempat liburan orang Belanda kuno.

Meskipun Pemalang merupakan daerah pinggiran (Tanah belakang) bagi kalangan Eropa di Batavia, namun tidak sedikit orang Belanda yang tertarik dengan keindahan alam daerah tersebut.

Dalam perkembangannya, Pemalang dikenal sebagai daerah pedalaman yang menawarkan berbagai bentuk hiburan hingga keindahan alam yang luar biasa, salah satunya adalah pemandangan Gunung Slamet yang terlihat jelas di Dataran Tinggi Moga.

Selain keindahan alamnya yang luar biasa, banyak orang Belanda dari beberapa daerah di Jawa Tengah berlibur ke Pemalang karena harganya yang terjangkau.

Sejak tahun 1920-an, sejak banyak peminat Belanda berkunjung ke Pemalang, daerah ini membuka agen pariwisata yang menawarkan paket liburan tiga hari.

Berikut penjelasan lebih lanjut tentang pariwisata di Pemalang pada masa penjajahan Belanda.

Baca juga: Historiografi kolonial mengungkapkan kebiasaan sehari-hari orang Belanda di Batavia

Potret sejarah pariwisata di Pemalang pada masa penjajahan Belanda

Menurut Agung Wibowo dalam bukunya yang berjudul “Bergaya di masa sulit: Gaya hidup Eropa di Batavia selama krisis ekonomi 1930-1939’ (Wibowo, 2020: 24), selama tinggal di daerah jajahan, Belanda senang bepergian meski krisis.

Belanda sering menunjukkan gaya hidup dengan pergi berlibur atau berlibur Liburan ke tempat-tempat alami.

Menurutnya, traveling merupakan salah satu cara untuk melepaskan diri dari hiruk pikuk beban hidup yang berat.

Jadi saat liburan tiba, jangan sia-siakan waktu itu hanya dengan berdiam diri di rumah.

Untuk mengisi kekosongan tersebut, orang Belanda biasanya pergi ke tempat-tempat yang indah.

Salah satu tempat favorit orang Belanda adalah dataran tinggi pegunungan seperti di kawasan Moga, Pemalang, Jawa Tengah.

Biasanya mereka berlibur bersama seluruh keluarga atau ada juga yang belum menikah mengajak teman, pacar atau kerabat dekat yang sama-sama bekerja di Jawa Tengah.

Beberapa pelancong Belanda ini sering menghabiskan waktu lama di Pemalang hanya untuk liburan. Mereka biasanya menginap dengan menyewa wisma.

Namun, ini hanya berlaku untuk pelancong Belanda yang memiliki izin perjalanan.

Dengan menancapkan izin tersebut, mereka bebas memutuskan akan menginap atau tidak di wisma yang tersedia.

Wisata Visual di Pemalang Tahun 1938

Jika sudah membicarakan tentang sejarah pariwisata di Pemalang dan mengapa orang Belanda suka berlibur ke sana, pada bagian ini kita akan melihat bagaimana visual destinasi wisata di sana menjadi daya tarik bagi wisatawan Belanda sejak tahun 1938.

Wisata visual adalah pembangunan bioskop dan beberapa panggung untuk menjadi tuan rumah seni pertunjukan wayang orang.

Jika bioskop era kolonial biasanya hanya tersebar di beberapa kota besar seperti Batavia, Bandung dan Surabaya, pada tahun 1939 Pemalang menjadi salah satu daerah baru dengan bioskop.

Pembangunan sarana pertunjukan visual pariwisata di Pemalang tidak lain untuk menunjang pendapatan daerah melalui agenda wisata kolonial.

Pemerintah kolonial di Pemalang melihat daerah tersebut memiliki potensi besar untuk implementasi industri pariwisata.

Selain itu, ini juga merupakan upaya pemerintah kolonial di Pemalang untuk menyelesaikan stigma Tanah belakang untuk daerah.

Pembangunan bioskop di Pemalang juga sangat mendorong perkembangan pariwisata kolonial. Namun selain itu, perkembangan ini juga telah menciptakan langkah maju bagi masyarakat sekitar.

Hal ini terjadi karena setelah selesainya pembangunan bioskop, tidak hanya orang Belanda yang bisa membeli tiket film tersebut, tetapi juga masyarakat lokal dalam berbagai profesi.

Terutama anak muda yang masih haus akan klub saat itu. Peningkatan bioskop di kalangan penduduk lokal juga karena adanya studi film terbuka.

Anda dapat dengan mudah menonton film hanya dengan satu tiket populer. Pemutaran film di luar ruangan berlangsung di halaman Alun-Alun Pemalang.

Pernyataan di atas dikutip oleh Ilham Nur Utomo dalam Jurnal Mozaik berjudul “Ragam Hiburan di Kabupaten Pemalang“, (Utomo, 2022: 29).

Baca juga: Gaya Hidup India Tahun 1800, Tiruan Budaya Jawa

Pemalang menjadi lokasi film kolonial

Masih soal sejarah pariwisata di Pemalang, tidak hanya di kawasan ini sebagai lokasi pemutaran film saat liburan tiba, Pemalang juga merupakan satu-satunya kawasan di pesisir utara Jawa yang pernah menjadi lokasi film pada masa penjajahan.

Pemalang dipilih sebagai lokasi film kolonial karena merupakan daerah yang indah.

Selain itu, Pemalang juga menawarkan pemandangan yang mencerminkan persepsi orang Belanda saat menggambarkan keindahan daerah jajahannya.

Perusahaan film yang memproduksi Pemalang sebagai lokasi film disebut “Kriges Film”.

Pada tahun 1938 perusahaan ini menjadi produser film terbesar di Belanda.

Lokasi pembuatan film kolonial di Pemalang juga berarti kemajuan seniman pribumi yang memiliki kemampuan akting yang baik dan diakui oleh Belanda.

Karena pada saat pengambilan gambar di Pemalang melibatkan beberapa seniman pribumi. Film kolonial ini berjudul Atma de Visser.

Masih menjadi bagian dari sejarah Indonesia, film Atma de Visser di Pemalang juga merupakan satu-satunya film yang diproduksi oleh Belanda dalam bahasa Melayu (Indonesia), selain melibatkan seniman pribumi.

Keputusan untuk menggunakan bahasa Melayu dalam film tersebut dianggap sebagai awal dari kemajuan produksi seni rupa di Hindia Belanda, terutama kemajuan bagi seniman lokal karena mereka terlibat dalam adegan film “Atma de Visser”.

Pertunjukan Iklan Boneka

Selain memproduksi film di Pemalang, agen pariwisata kolonial juga membuat pertunjukan wayang di sana, yang mereka tampilkan dalam pamflet mereka yang berjudul “Pertunjukan Wayang Orang”.

Berdasarkan sejarah pariwisata di Pemalang, pertunjukan wayang orang ini telah menjadi produksi biro perjalanan yang keuntungannya tidak seberapa dibandingkan pendapatan dari penjualan tiket bioskop.

Selain tampilannya yang orisinal, seni pertunjukan wayang orang juga banyak diminati oleh masyarakat pribumi.

Demikian slip penjualan”pedalangan“Lebih mudah menjualnya daripada tiket bioskop.

Pementasan wayang orang kemudian masuk dalam agenda seni pertunjukan di Pemalang sejak zaman penjajahan, selalu bertempat di Balai Petarukan.

Saat hari raya tiba, pertunjukan wayang kulit ini biasanya dimainkan selama tiga hari. Dari setiap 21, 22 dan 23 Oktober.

Perusahaan seni yang menampilkan seni pertunjukan Wayang Orang berasal dari perusahaan Reuneker Wajangorang ‘Srie Koentjoro’. Kelompok pewayangan ini akhirnya menjadi terkenal di seluruh lini Pantura.

Baca Juga: Jejak Budaya Tionghoa di Indonesia, Punya Bioskop dan Kelenteng yang Mewah

Wisata alam yang menyegarkan di Pemalang

Selain wisata visual, Pemalang juga dikenal dengan kondisi alamnya yang menyegarkan, seperti yang telah disebutkan sebelumnya.

Daerah Pemalang dikelilingi perbukitan dan dekat dengan lereng Gunung Slamet. Tak heran jika kawasan ini juga terkenal dengan kolam air hangat alami yang bersumber dari mata air belerang di kawasan Moga.

Pelancong Belanda yang berlibur di Pemalang terpesona oleh kolam hangat Dataran Tinggi Moga. Mereka hanya datang ke sana untuk menikmati kolam hangat.

Beberapa dari mereka memesan tiket yang lebih mahal jika ingin bepergian ke sana. Mahalnya biaya tiket ini disebabkan oleh biaya pengurusan izin tinggal di guest house.

Pemesanan tiket menginap di wisma paling laris ini hanya dijual di kawasan Pemalang. Karena wisatawan di Pemalang merasa bahwa sehari saja tidak cukup.

Itu sebabnya mereka selalu memesan izin tinggal selama 2 hingga 3 hari di wisma.

Indahnya wisata di Pemalang juga didukung oleh transportasi umum yang memadai. Oleh karena itu, tidak sulit bagi para pelancong untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain.

Dan yang paling berkesan bagi wisatawan Belanda di Pemalang adalah menikmati kuliner dengan alunan musik keroncong. tidak terputus sampai makan malam selesai.

Inilah sejarah pariwisata di Pemalang pada masa penjajahan Belanda. Penjelasan tentang sejarah Indonesia di atas mengingatkan kita bahwa banyak daerah di Indonesia yang memiliki potensi pariwisata yang begitu besar. (Erik/R6/HR-Online)

Source: www.harapanrakyat.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button