Sejarah Candi Sumber Naga Probolinggo yang terus berganti nama hingga akhirnya terbakar - WisataHits
Jawa Timur

Sejarah Candi Sumber Naga Probolinggo yang terus berganti nama hingga akhirnya terbakar

Sejarah Candi Sumber Naga Probolinggo yang terus berganti nama hingga akhirnya terbakar

TIMESINDONESIA, PROBOLINGGO – Tahun Baru Imlek 2023 akan dirayakan pada hari Minggu ini (22 Januari 2023). Di antara ritual yang biasa dilakukan pada tahun baru dalam penanggalan Tionghoa adalah pembersihan klenteng. Tak terkecuali Candi Sumber Naga di Kota Probolinggo, Jawa Timur.

Di antara bangunan tempat ibadah dan upacara keagamaan Khonghucu lainnya di Indonesia, Kelenteng Sumber Naga memiliki keunikan tersendiri. Hal ini dikarenakan tidak banyak candi yang menggunakan bahasa Indonesia.

iklan

“Hampir semua candi di Indonesia menggunakan bahasa Tionghoa,” kata Wakil Ketua II Kebaktian Tri Darma Sumber Naga Probolinggo, Erfan Sutjianto kepada TIMES Indonesia.

Klenteng yang terbelah di Jalan Wr. Supratman, Desa Mangunharjo, Kecamatan Mayangan, Kota Probolinggo mengalami perubahan nama. Itu juga terbakar pada 2019.

Tidak banyak orang yang mengetahui seperti apa Candi Sumber Naga Pobolinggo pada zaman dahulu. Inilah ceritanya.

Dibangun pada tahun 1865, pembagian Jalan Wr Supratman

Erfan Sutjianto, menceritakan kisah pembangunan Candi Sumber Naga. Ia diberi cerita tentang candi yang dahulu bernama Liong Tjien Meow, yang diwariskan secara turun-temurun.

“Di setiap candi, hampir semua bangunannya dalam posisi tusuk sate, menghadap ke selatan. Seperti Kuil Mata Air Naga ini. Posisi tusuk sate dianggap mujur,” kata Erfan.

Candi Sumber Naga dibangun pada tahun 1865. “Menurut orang-orang jaman dulu, saat itu pura itu terletak di tepi sungai Banger, dan di belakang pura itu ada pantai atau laut,” kata Erfan.

Klenteng yang kini memiliki 500 jemaah ini dibangun oleh kapten asal China, Wen Bao Chang atau Oen Tik Goan, dan 172 relawan. Hal itu diketahui dari sebuah prasasti yang ditulis dengan huruf Tionghoa di sudut kelenteng.

Story-Temple-Resources-Dragon-B.jpgCandi Sumber Naga setelah dibangun dan direnovasi. (Foto: Sri Hartini/TIMES Indonesia)

Prasasti itu juga mencantumkan nama Wen Bai Chang dan 172 relawan atau donatur. Namun, prasasti tersebut sudah tidak ada lagi, karena juga pernah dibakar pada tahun 2019 lalu. Prasasti ini pernah dibaca oleh seorang peneliti dari Hongkong.

Merujuk artikel di LANTING Journal of Architecture karya Grace Mulyono, Program Studi Desain Interior, Fakultas Seni Rupa dan Desain Universitas Kristen Petra Surabaya, Candi Sumber Naga atau Liong Tjwan Bio merupakan tempat ibadah yang resmi didirikan pada Tongzhi 4 didirikan pada 1865.

Kuil ini didirikan oleh Wen Baochang, saudara laki-laki Wen Yuanchang, beberapa anggota keluarga Han, dan 172 donatur terdaftar.

Kongco Tan Hu Cin Jin adalah tuan rumah atau dewa pemujaan di Klenteng Sumber Naga Probolinggo.

Tan Hu Cin Jin berarti orang sejati yang berasal dari keluarga Tan. Tan Bun Ciong adalah nama aslinya, seseorang yang sangat ahli dalam ilmu kedokteran, feng shui, arsitektur bangunan dan lansekap. Berasal dari provinsi Kwan Tung di Cina daratan dan terdampar di pantai Banyuwangi di Jawa Timur.

Tan Hu Cin Jin memberikan pengaruh besar bagi masyarakat Tionghoa di pesisir utara Jawa Timur (Probolinggo, Besuki, Banyuwangi) dan Bali. Hal ini terlihat dari adanya beberapa kelenteng dan vihara dengan idola utama yang sama yaitu Kongco Tan Hu Cin Jin.

Asal usul nama Mata Air Naga

Sebelum bernama Candi Sumber Naga, tempat pemujaan ini bernama Liong Tjien Miau

Nama Sumber Naga sendiri berasal dari cerita rakyat pada masa itu bahwa setiap sore awan di atas laut di belakang pura berbentuk layang-layang. Oleh karena itu nama Candi Sumber Naga.

Menurut Erfan, mungkin hanya segelintir nama candi di seluruh Indonesia yang menggunakan bahasa Indonesia.

“Hampir semua klenteng di Indonesia menggunakan bahasa Tionghoa,” kata Erfan.

Ajaran pertama di Pura Sumber Naga Probolinggo adalah Tao. Bahkan, pada tahun 1965 Candi Sumber Naga mendapat serangan yang begitu dahsyat sehingga candi ini harus ditutup bahkan dihancurkan.

Namun usaha ini gagal setelah ajaran agama Buddha dan kemudian ajaran Konfusianisme dianut. Dan sejak saat itu Vihara Sumber Naga berubah nama menjadi Tempat Ibadah Tri Dharma atau TITD Sumber Naga.

Kini ketiga agama ini hidup berdampingan dengan rukun dan menjalankan ibadah sesuai dengan kepercayaannya masing-masing.

Ketiga ajaran tersebut adalah agama Buddha dengan cintanya, Tao yang mengajarkan hubungan manusia dengan Tuhannya, dan Konfusianisme yang mengajarkan hubungan manusia dengan manusia dan leluhurnya.

Kebakaran besar 2019

Pada tanggal 17 Mei 2019, usai perayaan Imlek, TITD Sumber Naga menyaksikan kebakaran yang sangat besar hingga hampir memusnahkan seluruh bangunan. Namun tidak lama kemudian, tepatnya pada bulan September, TITD Sumber Naga dibangun kembali dengan dana swadaya dari para donatur.

TITD Sumber Naga menelan biaya sekitar Rp 4 miliar untuk membangun kembali tanpa mengubah arsitektur lama. Karena TITD Sumber Naga merupakan bangunan atau situs cagar budaya yang dilindungi.

Menyambut Tahun Baru Imlek 2023, TITD Sumber Naga kali ini tidak hanya menjadi tempat ibadah Tri Dharma, tetapi juga menjadi tempat dan fasilitas bagi masyarakatnya di Probolinggo.

**) Ikuti berita terbaru KALI Indonesia di dalam Berita Google

Klik tautan ini dan jangan lupa untuk mengikutinya.

Source: news.google.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button