Rekonstruksi Alasan Organisasi - Solopos.com - WisataHits
Jawa Tengah

Rekonstruksi Alasan Organisasi – Solopos.com

SOLOPOS.COM – Moh Rofqil Bazikh (Solopos/Spesial)

Solopos.com, SOLO — Secara historis, mahasiswa memiliki hubungan yang erat dengan sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Jatuhnya Suharto pada tahun 1998 adalah salah satu momen yang akan selalu dikenang. Dinamika ini sering mendorong siswa untuk berusaha meromantisasi masa lalu.

Hari ini, lebih dari dua dekade telah berlalu sejak fenomena ketegangan ini, tetapi beberapa siswa terlalu sering menoleh ke arah itu. Pada dasarnya mahasiswa merupakan suatu ekosistem yang terbentuk dan hidup dalam lingkungan perguruan tinggi. Mengendalikan perjalanan bangsa adalah keniscayaan.

Daihatsu Rocky Promotion, Harga Mobil Rp 200 Juta Jadi Hanya Rp 99.000

Kritik terhadap mahasiswa merupakan hal yang lumrah dan wajar. Apa saja dan apa saja bisa menjadi objek kritik mahasiswa. Namun bukan berarti internal mahasiswa tidak memiliki masalah sendiri. Banyak permasalahan yang sebenarnya merebak di kalangan mahasiswa.

Mulai dari masalah akademik hingga non akademik. Meskipun dua area masalah tidak identik, mereka menawarkan perspektif yang berbeda pada siswa. Semua masalah ini kemudian mengarah pada klasifikasi siswa, yang menurut saya dibuat terlalu mudah.

Misalnya, mahasiswa yang menolak masuk dunia organisasi biasanya dianggap mahasiswa tahun kedua. Di seberangnya adalah mahasiswa yang bersemangat terjun ke dunia organisasi. Pola dasar siswa kedua biasanya ditempatkan satu baris lebih tinggi dari yang pertama dalam hierarki.

Mahasiswa yang memiliki obsesi berlebihan terhadap organisasi seringkali mengabaikan kepentingan akademik dalam beberapa kasus. Sebaliknya, bagi siswa yang memilih untuk tidak bersentuhan dengan kompleksitas organisasi. Bagi mahasiswa seperti itu, hal terpenting tentang perguruan tinggi adalah kuliah itu sendiri, nilai akademisnya.

Dari sini terlihat bahwa memang ada gesekan-gesekan internal yang tampak sepele namun harus diperhitungkan. Saya ingin terus melihat friksi yang terjadi pada fraksi mahasiswa yang memilih aktif berorganisasi, khususnya organisasi di luar kampus.

Secara umum, lebih menarik untuk dicatat gesekan antara siswa yang relatif terobsesi dengan organisasi mereka. Dengan hampir setiap penerimaan mahasiswa baru, setiap organisasi ingin menunjukkan daya tariknya.

Pada akhirnya, kita bisa menduga dan sudah menjadi rahasia umum bahwa pertarungan antar regu adalah hal yang biasa. Gesekan seperti ini, meski terlihat dingin, sebenarnya lebih panas daripada konfrontasi antara mahasiswa anti-organisasi dan mahasiswa organisasi. Karena gesekan di pihak organisasi juga memiliki efek turnaround.

Semi partai politik

Organisasi semi-politik adalah istilah yang saya ciptakan untuk organisasi mahasiswa yang terlalu ambisius. Tidak ambisius dalam arti positif, sebaliknya. Tidak lain adalah ambisi untuk merekrut regu sebanyak mungkin untuk skuadron dan daya tahan organisasi.

Tampaknya setiap organisasi memiliki kepentingan khusus di dalamnya. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya departemen kaderisasi di setiap organisasi. Lebih lanjut, hampir semua organisasi sepakat bahwa masa depan organisasi ada di tangan kader selanjutnya.

Perebutan kader pun tak terhindarkan. Ketika setiap organisasi terobsesi untuk menarik kader sebanyak mungkin, ketegangan bisa muncul. Pada titik gesekan ini, organisasi-organisasi ini tidak lebih dari partai politik seperti di arena politik nasional.

Pada akhirnya, setiap regu harus mendapatkan posisi strategis. Perbedaannya hanya pada ruang lingkup. Jika partai politik adalah domain nasional, organisasi kemahasiswaan ini berada di lingkungan universitas. Sorotan paling naif justru membuat setiap organisasi saling meniadakan.

Suatu organisasi menganggap organisasi lain kurang ideal dan sebaliknya. Di tengah iklim seperti itu, kita tidak akan pernah menemukan semangat multikulturalisme. Semangat ini hanya akan ada ketika ego kelompok diturunkan dan mulai memahami hakikat perbedaan.

Gesekan antar organisasi kemahasiswaan dapat dimediasi dengan menghidupkan kembali semangat multikultural. Setiap organisasi harus bersinergi untuk membentuk mahasiswa yang solid dan kuat bukan terpecah belah karena egoisme sektarian.

lacara alternatif

Untuk membuat gesekan antar organisasi tidak berlarut-larut, diperlukan langkah-langkah alternatif. Setiap pemimpin organisasi harus memahami bahwa pluralisme adalah sesuatu yang tidak bisa dihilangkan. Pluralisme tidak hanya diakui, tetapi juga perlu disikapi.

Sebagai dinamika sosial yang terjadi di dunia kampus, pluralitas harus dipahami dengan baik sejak awal. Implikasi logisnya adalah jika pluralitas dipahami dengan baik, setiap orang memiliki haknya masing-masing. Antara lain, hak untuk memilih, hak untuk bersuara, dan hak untuk berbeda.

Dengan nalar yang direkonstruksi ini, tidak akan pernah ada perjuangan kader. Setiap organisasi dengan rendah hati memberikan hak suara penuh kepada siswa baru. Terkait dengan fakta bahwa kebenaran dan cita-cita tidak hanya terletak pada kelompok tetapi juga pada organisasi.

Setiap organisasi memiliki sisi baik dan itu harus dipahami bersama. Jika dianggap terlalu ideal, setidaknya jangan mencari celah antar organisasi. Organisasi kemahasiswaan yang sudah menjamur perlu diluruskan kembali, yaitu memaksimalkan potensi setiap kader dan anggotanya.

Hal ini sering dilupakan dan hanya berkelompok untuk mengumpulkan anggota sebanyak-banyaknya, padahal organisasi merupakan wadah bagi mahasiswa untuk mengolah prosesnya. Jujur perlu mengajarkan bagaimana menjadi manusia yang salah satunya mencerminkan nilai-nilai kebhinekaan.

Orang selalu tidak sama. Manusia dilahirkan dengan nama perbedaan, terutama di lingkungan mahasiswa dengan latar belakang dan perspektif yang beragam. Prinsip ini harus dipegang teguh oleh mahasiswa dan pegiat organisasi dalam rangka menghidupkan kembali semangat multikultural yang tertahan.

(Esai ini dimuat di Harian Solopos, terbitan 18 Oktober 2022. Penulis adalah Ketua Departemen Penelitian dan Pengembangan Hukum, Himpunan Mahasiswa Program Studi Banding, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta)

Source: news.google.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button