Pesona Braga yang sudah ada sejak Hindia Belanda - WisataHits
Jawa Barat

Pesona Braga yang sudah ada sejak Hindia Belanda

bandung

Braga adalah wajah kota Bandung. Jalan bersejarah yang menjadi primadona para wisatawan menghabiskan waktu di kota kembang.

Suasana di Jalan Braga seperti di Eropa, karena bangunan di sepanjang jalan tersebut merupakan peninggalan arsitek zaman kolonial. Menurut situs resmi Dinas Bina Marga dan Tata Ruang (DBMTR) Provinsi Jawa Barat, gaya bangunan di sepanjang Jalan Braga mengikuti perkembangan kota Bandung pada 1920-an hingga 1940-an.

Jalan Braga memang sesuatu yang istimewa. Material jalan terbuat dari batu andesit. Memang, sejak zaman Hindia Belanda, Braga sudah menjadi titik temu, bahkan sampai sekarang.

Braga tidak pernah sepi dan selalu dipenuhi pejalan kaki. Selain itu, antrean pengendara yang berhenti untuk selfie di Braga menjadi pemandangan yang biasa.

Dulunya, Braga adalah tempat berkumpulnya The Haves, tempat para pria dan wanita berbelanja. Cukup banyak bangunan di Braga yang masih mempertahankan desain lama, seperti Gedung Bioskop Majestic memang menyimpan banyak kenangan.

Dalam catatan DBMTR Jawa Barat, pembangunan Jalan Braga masih erat kaitannya dengan Jalan Raya Pos atau dikenal dengan Jalan Anyer Panarukan. Jalan yang dibangun oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Herman Willem Deandels, antara tahun 1808 dan 1811.

Cerita lain, Jalan Braga juga terkait dengan penanaman paksa pada tahun 1831-1870 yang diberlakukan oleh pemerintah India Timur Belanda. Saat itu, situasi keuangan pemerintah sedang memburuk setelah Perang Diponegoro 1825-1830. Kopi menjadi komoditas terpenting saat itu.

Awalnya, Braga adalah jalan sepi yang rawan kejahatan. Bahkan, julukan Jalan Culik sudah melekat pada Braga. Dari masa ke masa, Braga masih punya cerita. Hingga akhirnya rumah-rumah Eropa dibangun dan diubah menjadi mall.

Asal usul nama Braga

Jalan Braga Bandung di masa lalu.Jalan Braga Bandung di masa lalu. Foto: Koleksi Khusus/Digital Universitas Leiden

Nama Braga masih belum jelas. Kata Braga berasal dari kata ngabaraga menurut penulis Sunda MA Salmoen dalam kitab Baruang Kanu Ngora. Itu berarti berjalan di sepanjang sungai. Lokasi Pedatiweg di Braga saat ini berbatasan dengan Sungai Cikapundung. Jalan yang menyusuri sungai disebut Braga. Sama seperti jalan yang menjorok ke laut disebut dermaga. Sedangkan sinonim dari kata jalan adalah marga.

Ngabaraga juga bisa diterjemahkan ke dalam bahasa ‘Kirata’, yang disangka tapi sebenarnya menjadi Ngabar Raga, yang stil artinya memperlihatkan badan, pamer, atau mejeng. Di bawah pemerintahan kolonial Belanda dan setelah kemerdekaan Indonesia, Braga menjadi tempat untuk dilihat dan dilihat. Braga telah dikenal dari dulu hingga sekarang sebagai pusat kota yang memiliki banyak toko dan hiburan untuk bergaya. Titik pertemuan untuk jalan-jalan dan berbelanja.

Perubahan nama dari Pedatiweg menjadi Bragaweg mungkin juga karena ketenaran dari Toneelvereeniging Braga (Perkumpulan Tonil Braga) yang didirikan pada tanggal 18 Juni 1882 oleh Pieter F. Sijthoff, wakil residen Priangan, di Pedatiweg. Selain itu, ada juga versi yang menyebutkan bahwa Braga diambil dari nama minuman khas Rumania yang biasa disajikan di Societeit Concordia di ujung selatan Bragaweg.

Berkaitan dengan itu, Sudarsono Katam mengungkapkan dalam buku Nostalgia Bragaweg Tempo Doeloe 1930-1950 bahwa perubahan nama dari Karrenweg menjadi Bragaweg kemungkinan diprakarsai oleh bahasa lisan masyarakat Bandung, pengagum ketenaran Toneel Braga. Mereka menyebut Karrenweg Bragaweg dalam percakapan sehari-hari mereka hingga ditetapkan sebagai nama resmi oleh Gemmentee Bandoeng.

Toneelvereeniging Braga memiliki banyak kesempatan untuk memamerkan keahliannya di Gedung Societeit Concordia (sekarang digunakan sebagai Museum Konferensi Asia Afrika Bandung) untuk menghibur para elit Eropa yang berbasis di Bandung. Elit-elit tersebut antara lain adalah bos perkebunan (preangerplanters) dan pejabat pemerintah kolonial Belanda.

Yang jelas, menurut JP Verhoek, ketua terakhir Persatuan Tonil Braga, seperti yang ditulis Haryoto Kunto dalam buku “Wajah Bandoeng Tempo Doeloe”, nama Jalan Braga tidak ada hubungannya dengan dramawan Portugis Theofilo Braga ( 1843) – 1924), atau nama dewa puisi Bragi dalam dongeng-dongeng mitos Jerman. Ini juga tidak ada hubungannya dengan Braga, pahlawan bangsa Viking atau nama sebuah kota di Portugal utara.

(selatan/iqk)

Source: www.detik.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button