Peninggalan purbakala yang ditemukan di SMPN 38 Kota Semarang diyakini sebagai bekas makam Ki Ageng Pandanaran - WisataHits
Jawa Tengah

Peninggalan purbakala yang ditemukan di SMPN 38 Kota Semarang diyakini sebagai bekas makam Ki Ageng Pandanaran

Sekda Kota Semarang Inspeksi Petilasan di SMPN38

Semarang, 4/10 (BeritaJateng.Net) – Peti mati berbentuk makam ditemukan di kompleks SMPN 38 Kota Semarang, kawasan Bubakan, Kabupaten Semarang Tengah. Warga sekitar meyakini peninggalan tersebut merupakan bekas makam pendiri Semarang, Ki Ageng Pandanaran I, sekaligus tonggak atau cikal bakal pembangunan di kota Semarang.

Peninggalan Makam Bubakan, seperti diketahui, berada di lantai satu di sisi timur laut Gedung SMPN 38 Semarang, saat ini sedang dalam pembangunan.

SMPN 38 sendiri terletak di Jalan Bubakan No 29, Desa Purwodinatan, Semarang Tengah, tidak jauh dari Masjid Pekojan dan kawasan Pecinan.

Keberadaan sekolah yang dikelilingi oleh Pecinan dan kawasan bisnis Bubakan ini membuat banyak orang tidak menyadari keberadaan sisa-sisa makam, yang diyakini penduduk setempat adalah tempat Ki Agung Pandanaran sering menancapkan tongkatnya. Selain itu, kuburan tetap berada di sudut ruang sekolah. Biasanya situs berupa petilasan atau makam tokoh penting terletak di tempat yang tinggi seperti perbukitan.

“Awalnya, waktu saya menjadi kepala sekolah pertama, saya tidak tahu ada kuburan di sekolah itu. Kemudian kepala sekolah yang lama diberitahu jika ada kuburan di sekolah dan diminta untuk mengurusnya. Berita tentang Petilasan menyebar setelah pembangunan sekolah dimulai pada Agustus tahun lalu, ”kata kepala SMPN 38 Semarang.

Wakil Pengelola Sarana Prasarana SMPN 38, Ali Imron menambahkan, petilasan tersebut diidentifikasi sebagai bekas makam Bupati Semarang Ki Ageng Pandanaran I, berdasarkan informasi yang dihimpun pihak sekolah dari masyarakat sekitar. Dalam siaran Islamnya, Ki Ageng Pandanaran kerap menekankan tempat ini sebagai tempat peristirahatan. Hingga akhir hayatnya kemudian dimakamkan di tempat ini.

“Orang tua di sini (Bubakan) telah mewariskan cerita dari cicit mereka. Bahwa Ki Ageng Pandanaran meletakkan tongkatnya di tempat ini saat sedang istirahat,” jelasnya.

Ali Imron kemudian membeberkan kepercayaan masyarakat sekitar tentang penusukan tongkat Ki Pandanaran. Itu menjadi pertanda atau pertanda bahwa perkembangan Kota Semarang akan dimulai dari tempat ini atau Bubakan di masa depan. Dan memang kawasan Bubakan kemudian berkembang dengan munculnya kota tua dan dibukanya jaringan trem pada masa penjajahan, pembangunan terminal bus AKAP dan AKDP, keberadaan kawasan hiburan THD, hingga saat ini menjadi satu kesatuan. pusat bisnis di kota Semarang.

Sementara anggapan bahwa Petilasan adalah bekas makam Ki Pandanaran cocok dengan penggalan cerita dalam catatan Amin Budiman dalam buku sejarah Semarang jilid pertama. Sebuah buku terbitan Tanjung Sari pada tahun 1978 menyebutkan bahwa setelah kematian Ki Ageng Pandan Arang atau Pandanaran, jenazahnya dimakamkan di kompleks distriknya di Bubakan.

Namun karena kawasan tersebut digunakan untuk pembangunan gedung pengadilan pada masa penjajahan Belanda, maka makam dan jenazah Ki Ageng Pandan Arang dipindahkan ke Tinjomoyo alias Pakisaji ke bekas kompleks pertapaannya saat pertama kali tiba di Pulau Tirang.

Slamet mengatakan pihaknya saat ini sedang berusaha mencari literatur yang bisa menjadi referensi sejarah Pura Bubakan. Sekolah ini juga terbuka untuk kehadiran sejarawan yang ingin meneliti kisah-kisah peradaban masa lalu Petilasan.

“Kita akan mencoba mencari ilmu sejarah dari Semarang di perpustakaan Kauman,” ujarnya.

Sementara itu, di sela-sela pengarahannya di Klenteng Bubakan, Sekretaris Kota Semarang Iswar Aminuddin mengakui langkah SMPN 38 untuk terus merawat Petilasan yang diyakini masyarakat sebagai bekas makam Ki Ageng Pandanaran.

“Saya kira kehadiran Petilasan tidak akan mempengaruhi kegiatan belajar mengajar di tempat ini. Bahkan bisa dipadukan dengan pelajaran sejarah, khususnya sejarah perkembangan Islam di Semarang. Sekaligus dapat memperkuat visi dan misi sekolah sebagai sekolah duta pariwisata. Kami membutuhkan dukungan dari Dinas Pendidikan untuk menelusuri kisah Petilasan melalui sejarawan dan sejarawan lainnya,” katanya. (Ac/El)

Source: beritajateng.net

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button