Pemerintah Sidoarjo mengklaim telah menemukan makam Sarip Tambak Oso - WisataHits
Yogyakarta

Pemerintah Sidoarjo mengklaim telah menemukan makam Sarip Tambak Oso

Sidoarjo

Makam legenda masyarakat Sidoarjo, Sarip Tambak Oso, telah terungkap. Hal itu terjadi setelah pemerhati budaya M Wildan dan timnya menemukan penggeledahan yang melibatkan tim yang disewa Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali.

Tim ini merupakan perwakilan dari Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali yang diberi tugas untuk meneliti sejarah kota Delta. Berbekal dokumen berita berbahasa Belanda terbitan tahun 1912, jejak Sarip Tambak Oso akhirnya diikuti.

Jejak jasad Sarip terkubur oleh media kolonial, mengarah ke makam yang terletak tidak jauh dari pusat perbelanjaan di tengah Kota Sidoarjo. Sarip dimakamkan di Pemakaman Umum (TPU) Kwadengan Desa Lemah Putro, Kabupaten Sidoarjo.

Tanpa dokumen ini, nama Sarip hanya akan menjadi legenda dan cerita rakyat. Padahal, nomor Sarip benar. Karakter Robin Hood dikagumi oleh masyarakat Jawa Timur, khususnya Sidoarjo. Itu dianggap sebagai simbol perlawanan pribumi terhadap kesewenang-wenangan pemerintah kolonial Belanda.

kata M Wildan dalam dokumen media Belanda yang diterbitkan pada bulan Februari dan Maret 1912. Tentara kolonial mengepung persembunyian Sarip. Informasi persembunyian Sarip diperoleh Belanda dari mata-mata yang sudah lama bertugas memata-matai Sarip, termasuk membocorkan berita kekuasaan Sarip.

“Saat itu Sarip sedang berada di rumah saudaranya yang bernama Ma’ruf di Desa Tambakrejo, Kecamatan Waru. Tak berapa lama polisi Belanda segera mengepung rumah Ma’ruf. Puluhan polisi bersenjata laras panjang mengepung rumah Ma’ruf dari berbagai sudut,” kata Wildan, Sabtu (20/822) di TPU Kwadengan.

Operasi itu membuahkan hasil. Peluru emas dan perak berhasil bersarang di dada Sarip. Sarip juga ambruk. Polisi dan pejabat Belanda yang datang saat itu membantu memastikan nyawa Sarip tewas. Peristiwa itu terjadi sekitar pukul 11.00 WIB pada tanggal 30 Januari 1912, sebagaimana ditulis dalam media berbahasa Belanda.

“Untuk meyakinkan pemerintah kolonial. Jenazah Sarip kemudian dibawa ke Kadipaten untuk disaksikan oleh pejabat pemerintah kolonial. Setelah semua yang hadir yakin bahwa Sarip telah meninggal, akhirnya berita tersebut menyebar dan menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat sekitar Kadipaten,” kata Wildan.

Wildan yang juga Deputi Bidang Pengelolaan Informasi dan Komunikasi Publik Diskominfo Sidoarjo mengakui, menelusuri makam Sarip memang tidak mudah. Padahal, masyarakat Desa Tambaksumur dan Tambakrejo sama sekali tidak mengetahui jejak makam sosok yang mirip kelelawar Loka Jaya itu. Warga kedua desa hanya percaya bahwa keluarga dan keturunan Sarip masih ada.

“Saat kami wawancara, namanya Pak Kosim, warga Desa Tambakrejo. Rumahnya tidak jauh dari kantor Balai Desa Tambakrejo. Makam Mbok Sarip yang terletak satu kompleks dengan makam tokoh di desa Tambak Sumur yaitu makam Mbah Zaenal Abidin dan makam Mas Baedah,” jelas alumnus filsafat UGM Yogyakarta ini.

Wildan melanjutkan, makam yang ditunjukkan Kosim adalah makam keluarga Mas Baedah, yang diyakini merupakan keturunan Sunan Gunung Jati Jalur Sayyid Sulaiman Betek Mojoagung di Jombang. Makam ini menjadi makam umum bagi warga sekitar dan kini dijadikan sebagai tempat wisata religi.

“Dari pencarian Pak Kosim, kami masih menemui jalan buntu. Hingga akhirnya kami menemukan dokumen media cetak berbahasa Belanda pada tahun 1912. Kami telah meminta bantuan penerjemah Belanda untuk membantu kami menerjemahkan,” katanya.

Dari sana, Wildan menelusuri makam di TPU Kwadengan Sidoarjo. Cari dengan petunjuk ke kuburan umum dengan usia. Saat itu, Wildan dan timnya sudah mendengar kabar adanya batu nisan di TPU Kwadengan bertuliskan Sarip Tambak Oso. Kemudian mereka mencari informasi antara percaya dan ragu, karena batu nisan itu tampak baru dan terbuat dari marmer motif kotak polos.

“Untuk mengetahui apakah jenazah Sarip berada di bawah batu nisan, kami akan melakukan penyelidikan dengan menemui seorang lansia di Kwadengan. Tujuannya untuk mengetahui apakah makam Sarip berisi batu nisan,” kata Wildan yang juga hobi mengoleksi benda-benda pusaka Indonesia kuno.

Wildan juga tidak menutup informasi, jika masyarakat memiliki informasi komparatif dan wawasan baru, pihaknya dengan senang hati akan mengusutnya. Karena pencarian jejak makam Sarip, menurut Wildan, demi kepentingan bersama, kepentingan masyarakat di Sidoarjo.

“Sarip adalah simbol keberanian masyarakat adat melawan despotisme kolonial,” kata Wildan.

Sementara itu, Purwandi, 65 tahun, warga Kwadengan mengatakan, nama Sarip dikenal warga Kwadengan, Desa Lemah Putro. Dia mendapat cerita tentang Sarip secara turun-temurun, dari ayah dan kakeknya. Pada tahun 1900-an, Sarip konon pernah mengunjungi pasar Sidoarjo. Lokasinya berada di kawasan Desa Kauman.

Karena keberaniannya melawan Belanda, Sarip akhirnya menjadi buronan. “Penduduk di sini yang hidup di zaman kakek saya harus tahu cerita tentang Sarip ini. Bahkan saya disuruh pergi ke Makam Kewadengan untuk menghindari bermain di dekat bukit. Makanya makam Sarip berada di bawah pohon Ulin,” kata Purwandi.

Cerita tersebut dikuatkan oleh warga Kwadengan lainnya. Namanya Didik, pensiunan guru sejarah yang kini berusia 60-an, teman satu kampung dengan Purwandi. Bahkan menurut Didik. Dia masih remaja saat itu, mendapatkan cerita dari ayah dan kakeknya.

“Cerita saya dari Mbah, kalau tidak salah sudah sore, ada suara ‘nung-nung’ di luar. Anda pergi di depan rumah ini. Ia melihat rombongan itu pergi ke makam Kwadengan. Yang hadir rombongan pemakaman itu lebih seperti orang luar, bukan warga Kwadengan,” kata Didik.

Bahkan warga Kwadengan, lanjut Didik, “tidak ada yang berani keluar. Karena mereka diberitahu bahwa jenazah yang dimakamkan di makam Kwadengan adalah jenazah Sarip Tambakoso. Nama Sarip sudah dikenal masyarakat Lemah Putro,” kata Didik.

Tonton Video “Api Lalap Pabrik Cat di Sidoarjo, Ada Ledakan Keras”
[Gambas:Video 20detik]
(abq/iwd)

Source: www.detik.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button