Pembangunan jalan menuju Masjid Al-Jabbar dan urgensi peningkatan transportasi umum di Bandung - WisataHits
Jawa Barat

Pembangunan jalan menuju Masjid Al-Jabbar dan urgensi peningkatan transportasi umum di Bandung

Pembangunan jalan menuju Masjid Al-Jabbar dan urgensi peningkatan transportasi umum di Bandung

BandungMobile.idPeresmian Masjid Al-Jabbar di Kelurahan Cimincrang, Kota Bandung, menarik perhatian masyarakat untuk berbondong-bondong mengikuti tamasya keagamaan. Kemacetan lalu lintas di kawasan Gedebagi pun tak terhindarkan. Pembangunan masjid yang disebut-sebut sebagai ikon baru Jawa Barat ini tidak memperhitungkan kapasitas jalan.

Masjid megah ini dikunjungi sekitar 3.000 warga setiap hari selama liburan. Perjalanan Anda tentu lebih banyak menggunakan kendaraan pribadi. Sedangkan akses jalan menuju Masjid Al Jabbar, misalnya Jalan Cimincrang, merupakan jalan desa yang sempit.

Sebagai salah satu cara untuk mengurangi kemacetan di kawasan Cimincrang, Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat melakukan uji coba rekayasa lalu lintas kendaraan menuju Masjid Al-Jabbar pada Kamis hingga Jumat (12-13/1/2023).

Menurut siaran pers dari Pemprov Jabar, pengerjaan engineering tersebut terutama dilakukan di Jalan Rancanumpang dan Jalan SOR GBLA. Kedua ruas jalan tersebut akan diimplementasikan sebagai sistem jalan satu arah.

Diketahui, masyarakat bisa menggunakan Jalan Cimincrang dan Jalan Gedebage Selatan untuk menuju Masjid Raya Al-Jabbar. Kedua jalan tersebut masih bisa dilalui seperti biasa.

Namun Jalan Cimincrang yang merupakan jalan alternatif tidak direkomendasikan sebagai akses utama dan hanya dapat dilintasi kendaraan kecil.

Kendaraan yang datang dari arah utara atau dari Jalan Soekarno – Hatta menuju ke arah Jalan Cimincrang, belok melewati stadion menuju Jalan SOR GBLA kemudian menuju arah Masjid Al Jabbar dengan belok kanan menuju Jalan Rancanumpang hingga sampai di Gerbang A Masjid Al Jabbar.

Bus dan truk dilarang melintasi Jalan Cimincrang namun masih bisa melintasi Jalan Gedebage Selatan.

Kendaraan yang keluar dari kawasan Masjid Al Jabbar akan diarahkan ke Jalan Gedebage Selatan melalui Summarecon.

Pengunjung Al Jabbar harus memarkir kendaraannya di tempat parkir yang telah ditentukan. Terdapat empat tempat parkir mobil di area masjid, yaitu tempat parkir A, B, C dan D.

Kantong parkir A menawarkan ruang untuk 126 kendaraan roda empat dan 332 kendaraan roda dua. Kantong parkir B dirancang khusus untuk kendaraan roda dua dengan kapasitas 214 unit.

Sedangkan kantong parkir C dirancang khusus untuk kendaraan roda empat berkapasitas 112 kendaraan. Kantong parkir D dapat digunakan untuk 46 kendaraan roda empat dan 152 kendaraan roda dua. Bus dapat menggunakan area parkir di sepanjang sisi jalan di area Al Jabbar.

Seluruh kendaraan yang memasuki kawasan Al Jabbar akan melalui Gate A. Untuk membantu masyarakat memahami arus lalu lintas, Dishub memasang rambu petunjuk sementara.

“Oleh karena itu, kami mengimbau kesadaran masyarakat untuk lebih tertib dalam memperhatikan rambu-rambu lalu lintas dan memaksimalkan tempat parkir di area masjid,” kata Kadishub A. Koswara asal Jawa Barat yang dihubungi pada Rabu (11/1/2023).

Koswara juga meminta pedagang kaki lima untuk berjualan di lokasi yang telah ditentukan. Begitu juga PKL hanya bisa berjualan di lokasi yang telah disepakati dan tetap mengutamakan ketertiban dan kebersihan.

Peningkatan pengunjung juga meningkatkan produksi sampah. Produksi sampah pengunjung Masjid Al Jabbar mencapai 6.250 liter per hari selama sepekan terakhir, berdasarkan catatan Dinas Lingkungan Hidup Jabar.

Baca juga: Lihat kemegahan Masjid Al Jabbar melalui setumpuk pertanyaan di Gedebage
Teruslah terbang tinggi, Hutan Tepi Sungai!
Menunggu tanggung jawab pemulihan lingkungan dan warga sekitar yang terkena dampak megaproyek kereta cepat Jakarta-Bandung

Perbaiki angkutan umum

Tujuan baru, titik stagnasi baru. Hal itu terjadi saat Masjid Al-Jabbar diresmikan dan menjadi destinasi wisata religi warga Bandung. Pembangunan masjid agung ini tidak memperhitungkan akses lalu lintas yang sudah lama jenuh.

Di antara jalan utama menuju Gedebage adalah Jalan Ciwastra yang lebarnya hanya cukup untuk dilewati dua minibus dan relatif sempit untuk jalan menuju kawasan yang sejak lama dipandang sebagai tempat pertumbuhan baru.

Nah, jalanan di kampung Cimincrang, tempat Masjid Al-Jabbar ini berada, lebih sempit dari Jalan Ciwastra. Jalan Cimincrang juga dikenal terjal dan rawan. Bahkan Jalan Cimincrang, khususnya Jembatan Ranca Sagatan disorot Komisi A DPRD Kota Bandung. Kontur jalan yang terjal di kawasan ini kerap memicu kecelakaan.

Kemacetan lalu lintas di kawasan Gedebag merupakan potret lalu lintas umum di Kota Bandung yang hingga saat ini belum teratasi dan semakin rumit. Semakin padat sebuah kota, semakin banyak warganya yang dirugikan.

Pengamat lalu lintas Ofyar Z Tamin menjelaskan dalam artikel “Menyelesaikan Kemacetan Lalu Lintas di Kota Besar” bahwa kemacetan menimbulkan kerugian berupa waktu yang terbuang, bahan bakar yang terbuang, energi yang terbuang dan ketidaknyamanan, polusi udara dan polusi suara.

Kemacetan disebabkan oleh ketidakseimbangan antara meningkatnya kebutuhan akan transportasi dan langkanya penyediaan sarana transportasi, termasuk jalan raya dan angkutan umum. Ofyar menemukan bahwa pertumbuhan panjang dan luas jalan di Kota Bandung hanya 2-4 persen pada periode 1978-1983, sedangkan jumlah kendaraan meningkat 9-19 persen pada periode yang sama.

Menurut BPS Kota Bandung tahun 2018, total panjang ruas jalan Kota Bandung adalah 1.172,78 kilometer. Jalan tersebut berpotensi dilintasi jutaan kendaraan setiap harinya.

Pada tahun 2005, jumlah potensi kendaraan di Kota Bandung tercatat sebanyak 651.584 unit. Empat tahun kemudian, pada 2019, jumlah kendaraan potensial meroket menjadi 1.102.115 unit.

Keadaan ini diperparah dengan minimnya angkutan umum yang kurang mendapat perhatian dalam pembangunan perkotaan. Merujuk data Kota Bandung tahun 2004-2021, jumlah angkutan umum di Kota Bandung sebenarnya mengalami penurunan dalam empat tahun terakhir. Dari 15.139 unit angkutan umum pada tahun 2017, jumlahnya semakin menurun menjadi 14.178 unit pada tahun 2018, 13.610 unit pada tahun 2019, dan 12.514 unit pada tahun 2020.

Namun, menurut Ofyar, kunci mengatasi kemacetan di suatu kota adalah dengan memprioritaskan pembangunan angkutan umum yang terintegrasi.

“Jasa angkutan umum menggunakan infrastruktur lebih efisien dibandingkan menggunakan kendaraan pribadi, terutama pada waktu-waktu puncak. Dalam rangka meningkatkan dan meningkatkan taraf pelayanan angkutan umum dapat dilakukan peningkatan operasional pelayanan dengan cara meningkatkan frekuensi, kecepatan dan kenyamanan, meningkatkan sarana penunjang jalan seperti B. Menentukan lokasi dan desain halte dan terminal yang baik, khususnya dengan menggabungkan berbagai moda transportasi (jalan raya dan kereta api) atau angkutan perkotaan dan antar kota, juga dengan memprioritaskan angkutan umum (misalnya jalur bus, bus prioritas, lampu lalu lintas, pangkalan taksi dan lain-lain)” kata Ofyar.

Menurut dia, pengutamaan bus bertujuan untuk mempersingkat waktu tempuh dan membuat bus lebih menarik bagi penumpang. Bus umumnya dioperasikan di kota-kota besar yang mengangkut penumpang dalam jumlah besar, sehingga pengurangan waktu tempuh merupakan keuntungan yang cukup besar.

Bagaimana dengan Gedebage atau akses ke Masjid Al Jabbar? Angkutan umum lokal masih sangat terbatas. Misalnya, Jalan Ciwastra-Jalan Darwati dilintasi oleh tiga jalur lalu lintas perkotaan yaitu Ciwastra Cicaheum, Cijerah Ciwastra, dan satu satuan lalu lintas pedesaan di Sapan Majalaya.

Tentu saja, jam operasional angkutan umum diketahui dan banyak keluhan: tidak pasti. Lalu bagaimana dengan akses langsung ke Masjid Al Jabbar? Tidak ada bus sama sekali.

Source: news.google.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button