Peluang KDRT untuk berubah sangat tipis - Solopos.com - WisataHits
Jawa Tengah

Peluang KDRT untuk berubah sangat tipis – Solopos.com

SOLOPOS.COM – Ilustrasi pelaku KDRT. (Freepik.com)

Solopos.com, SOLO-Tak sedikit warganet yang menyayangkan langkah Lesti Kejora mencabut laporan kasus KDRT terhadap Rizky Billar karena merasa peluang pelaku untuk berubah dan sembuh sangat tipis. Untuk memastikan hubungan rumah tangga Anda harmonis dan Anda tidak menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga terus-menerus, baca ulasannya di tip rumah tangga ini.

Kuasa hukum Rizky Billar, Surya Darma Simbolon, menyebut Lesti Kejora mencabut laporannya. Banyak netizen yang mendukung keputusan penyanyi dangdut tersebut. Namun, banyak netizen yang menyayangkan keputusan tersebut.

Daihatsu Rocky Promotion, Harga Mobil Rp 200 Juta Jadi Hanya Rp 99.000

Tak sedikit netizen yang menuliskan pengalamannya terkait perilaku berulang pelaku kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). “Jangan sampai, Bu. Kakak perempuan saya, misalnya, meninggal karena bertahun-tahun kekerasan dalam rumah tangga berulang dari suaminya. Saya mau lapor polisi, suaminya, dia minta maaf, maafkan saudara saya, kembalilah. Keesokan harinya, saudara laki-laki saya dipukuli berulang kali. Akhirnya kakak saya meninggal karena depresi berat,” tulis Robiah Ha*** di kanal YouTube KH Infotainment.

Baca Juga: Lesti Kejora Cabut Laporan Rizky Billar Atas Dugaan KDRT

Benarkah pelaku KDRT memiliki peluang kecil untuk pulih dan berubah? Mengutip klikdokter.com, Kamis (13/10/2022), Ellen Pence mengatakan konstruksi sosial dan politik sistem patriarki yang telah mendarah daging selama ribuan tahun membuat pelaku KDRT laki-laki sulit menyembuhkan kebiasaan buruknya.

Berhubungan dengan Terapi yang baikJenis kekerasan yang digunakan dapat berupa kekerasan fisik, psikis dan seksual. Kekerasan dalam rumah tangga juga mencakup tindakan manipulasi untuk mengontrol, mengontrol dan menyalahgunakan keuangan pasangan dan anggota keluarga.

Siapapun bisa terlibat dalam kekerasan dalam rumah tangga. Namun, 90 persen pelaku didominasi laki-laki dan mayoritas korban adalah perempuan, menurut data dari University of Valparaiso di Amerika Serikat.

Perilaku kekerasan juga umumnya terjadi berulang kali sehingga menimbulkan trauma fisik dan psikis pada korbannya. Padahal, Pence mengatakan perilaku kekerasan tidak bisa dihilangkan melalui psikoterapi atau metode konseling.

“Sesi terapi dengan profesional berisiko mengarahkan pria yang melakukan kekerasan dalam rumah tangga untuk melihat tindakan mereka hanya sebagai produk dari trauma masa lalu atau masalah lain yang mereka alami,” katanya.

Baca juga: Dugaan Pelaku KDRT hingga Meninggalnya Perempuan di Boyolali Menyerah ke Polisi

Memang, Ellen Pence mencontohkan, banyak laki-laki pelaku KDRT melakukan kekerasan dengan sengaja karena didorong oleh pemahaman akan hak-haknya sebagai laki-laki yang diuntungkan oleh sistem patriarki. Hal ini terlepas dari latar belakang masing-masing individu manusia.

Kebiasaan KDRT ini juga bisa dipraktikkan oleh perempuan yang memiliki kekuasaan, serta sejumlah isu yang mendorong mereka untuk melakukan kekerasan terhadap pasangan dan anggota keluarganya.

Senada dengan Ellen, Ikhsan Bella Persada M.Psi., Psikolog, sependapat bahwa sangat sulit, bahkan tidak mungkin, bagi pelaku kekerasan untuk menghentikan kebiasaan kekerasan dalam rumah tangganya.

Menurut Ikhsan, tindakan kekerasan telah menjelma menjadi perilaku pelaku. “Mereka memiliki agresivitas yang cukup kuat, dan ketika mereka sedang stres atau sesuatu yang tidak pantas, agresivitas mereka muncul dalam bentuk kekerasan dalam rumah tangga,” katanya.

Ikhsan menambahkan, kesulitan pelaku mengontrol emosi juga dapat mendorong impulsif untuk melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap pasangan.

Baca Juga: Gladagsari Boyolali, Terduga Korban KDRT, Meninggal di Tangan Suaminya

“Selain itu, mereka yang melakukan kekerasan dalam rumah tangga mudah terbawa emosi. Jadi perilaku kekerasan yang muncul sebenarnya karena dorongan batin,” kata Ikhsan.

Meski kemungkinan perubahan pelaku KDRT sangat kecil, Ikhsan mengatakan intensitas dan frekuensi kekerasan yang mereka lakukan dapat dikurangi dengan memberikan terapi kepada pelaku. Terapi dapat membantu mengelola emosinya sehingga pelaku KDRT dapat mengubah emosi negatif menjadi hal positif.

Amie Zarling menambahkan, salah satu terapi yang dianjurkan bagi pelaku KDRT adalah ACTV alias Mencapai perubahan melalui perilaku berbasis nilai.

ACTV adalah kursus terapi yang mengambil pendekatan dengan membantu pelaku kekerasan untuk menerima dan mengenali perasaan tidak nyaman yang membebani mereka. Tetapi pada saat yang sama, terapi juga membantu pelaku untuk tidak membiarkan perasaan ini mengendalikannya.

Di kelas ACTV, pelaku KDRT diajarkan tentang patriarki dan kesadaran hidup sebagai makhluk sosial. Pelaku kekerasan dalam rumah tangga dapat mengubah peluang yang sangat sedikit. Meskipun demikian, mereka mungkin diinstruksikan untuk mengikuti kursus terapi untuk membantu mereka mengelola tindakan negatif ini.

Source: www.solopos.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button