Pasar Papringan: Zona bebas plastik di tengah Taman Pring - WisataHits
Jawa Tengah

Pasar Papringan: Zona bebas plastik di tengah Taman Pring

pasar papringan

TEMANGUNG, JurnalPost.com – Minggu pagi (17/07/22) pasar papringan akan kembali digelar mulai pukul 06.00 WIB hingga pukul 12.00 WIB. Destinasi wisata yang terletak di tengah Taman Pring ini terletak di Desa Ngadiprono, Kecamatan Kedu, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah.

Pasar yang buka setiap Minggu Bayar dan Minggu Pon ini memiliki sedikit perbedaan dengan pasar pada umumnya, antara lain proses transaksi jual beli di pasar Papringan yang tidak menggunakan transaksi uang.

“Transaksi di pasar ini diproses secara eksklusif dengan Pring. Setiap pengunjung yang datang ke sini dianjurkan untuk menukarkan uang mereka dengan potongan Pring seharga 2.000 masing-masing.” Kata Mautim (42), penjual jajanan tradisional di Pasar Papringan.

Selain itu, kawasan ini juga tidak memperbolehkan penggunaan plastik, yang terlihat dari kemasan hingga wadah makanan yang seluruhnya terbuat dari bahan bio.

“Baik penjual maupun pembeli tidak boleh menggunakan plastik di sini, jadi mulai dari peralatan makan hingga kemasan untuk pengunjung toko semuanya berasal dari alam, seperti tas yang terbuat dari anyaman bambu, cangkir yang terbuat dari batok kelapa, kemasan daun pisang, yang penting bukan plastik.” dia menambahkan.

Asisten Pasar Papringan, Nadia, 24, mengatakan hal itu karena adaptasi dari kebun bambu itu sendiri, yang mencirikan lanskap dengan kearifan lokalnya.

“Konsep Pasar Papringan yang ramah lingkungan awalnya lahir dari kebun bambu yang asri di dekat desa. Sejak saat itu, kami tidak berpikir untuk membangun gedung yang menonjol dari kebun bambu, apalagi meningkatkan kontribusinya terhadap produksi sampah plastik. Sebaliknya, kami mencoba memanfaatkan apa yang tersedia dan menyelaraskan dengan alam di tengah kehijauan. Jadi semuanya di sini, mulai dari mata uang untuk transaksi jual beli, pengemasan, wadah, semuanya harus berasal dari bahan yang bisa kembali ke alam,” jelas Nadia.

“Dari pedagang, petugas loket, hingga yang menyiapkan pasar setiap dua minggu sekali, mereka adalah warga desa. Dengan demikian, kehadiran Pasar Papringan membantu memberdayakan masyarakat untuk lebih produktif. Pemuda desa hingga pemilik UMKM lokal juga bisa mempresentasikan produk desanya kepada masyarakat umum,” pungkasnya.

Namun, Nadia menyimpulkan bahwa pasar papringan masih belum selesai, karena ada esensi yang lebih penting dari sekedar menggelar pasar yang ramai pengunjung.

“Tentu bisa dibilang pasar papringan ini belum selesai. Di satu sisi, nilai yang ingin disampaikan oleh Pasar Papringan bukan hanya pasar yang ramai atau dikenal dengan suasana pedesaan dan kearifan lokal yang khas, tetapi lebih dalam dari orang-orang yang meninggalkan sebanyak mungkin plastik dalam kehidupan sehari-hari mereka. Sekarang tinggalkan saja plastik di pasar papringan. Sehingga harapannya masyarakat dapat memahami nilai-nilai pasar papringan ini untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari juga,” ujarnya.

(Elviana Feby Dwijayanti – Grup 17 KKN UIN Walisongo Semarang)

Source: jurnalpost.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button