Pantai Plengkung Taman Nasional Alas Purwo Warisan peradaban Jawa Dwipa terancam punah - WisataHits
Jawa Timur

Pantai Plengkung Taman Nasional Alas Purwo Warisan peradaban Jawa Dwipa terancam punah

Pantai Plengkung Taman Nasional Alas Purwo Warisan peradaban Jawa Dwipa terancam punah

Kontras TIMES.COM | Banyuwangi – Sayangnya, hutan alam Purwo merupakan anugerah Tuhan yang juga menjadi kebanggaan masyarakat ujung paling timur Pulau Jawa, khususnya masyarakat Banyuwangi.

Keunikan alam dan pesona alam Pantai Plengkung menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan mancanegara, apalagi dengan ombak Pantai Plengkung menyuguhkan ombak terbaik di dunia pada waktu-waktu tertentu.

Namun sayangnya, tidak semua Banyuwangi bisa menikmati keindahan dan pesona alam Pantai Plengkung (G-Land) Taman Nasional Alas Purwo secara utuh.

Ada berbagai aturan bagi yang ingin menikmati keindahan Pantai Pelengkung, meski aturan tersebut tidak tertulis secara jelas, namun reaksi petugas TN Alas Purwo sangat terasa ketika ada yang mengaku jurnalis atau LSM, ingin masuk. Pantai Plengkung (G-Land) di Taman Nasional Alas, Purwo.

Beberapa penduduk setempat yang sedikit beruntung hanya bisa bekerja sebagai sopir pengiriman dengan menyediakan layanan mobil antara Kucur TN Alas Purwo dan Pantai Plengkung TN Alas, harganya Rp 250.000,- sekali jalan pulang pergi.

Sedangkan pengunjung yang tidak menginap di salah satu hotel di Pantai Plengkung di Taman Nasional Alas Purwo harus segera berangkat setelah matahari terbenam.

Dari pantauan dan informasi yang dirangkum tim media Kontras Times, pembangunan besar-besaran berupa hotelisasi dan pembetonan saat ini sedang berlangsung di Taman Nasional Alas Purwo, lebih tepatnya di Pantai Plengkung (G-Land). Selain itu, saluran listrik PLN sepertinya sudah mencapai ujung selatan Taman Nasional Alas Purwo (Pantai Plengkung/G-Land).

Sebuah proses konkretisasi bangunan dan perhotelan yang memilukan hati masyarakat Banyuwangi dan Jawa. Seringkali di bulan-bulan tertentu, seperti bulan Syura, banyak orang Kejawen dari berbagai daerah di Jawa Tengah bahkan Jawa Barat melakukan berbagai acara ritual seperti wayang kulit.

Jejak digital menunjukkan pemerintah pusat mengucurkan Rp 50 miliar pada 2018, yang kemungkinan Rp 50 miliar digunakan untuk membangun jalan aspal dari desa warga hingga Pantai Kucur, Taman Nasional Alas Purwo.

UNESCO-PBB: Taman Nasional Alas Purwo sebagai Cagar Biosfer Dunia

Keberadaan Taman Nasional Alas Purwo di Kabupaten Banyuwangi ditetapkan sebagai salah satu kawasan Taman Bumi atau Taman Geologi (Geopark) oleh Komite Geopark Nasional pada tahun 2018.

Sementara status Cagar Biosfer Dunia ditetapkan oleh UNESCO untuk Taman Nasional Alas Purwo dan Taman Wisata Alam Kawah Ijen, kemudian berganti nama menjadi Cagar Alam Blambangan, hal ini dikukuhkan oleh UNESCO pada Sidang Dewan Koordinasi Internasional (ICC) UNESCO ke-28 yang diselenggarakan oleh program MAB (Man and The Biosphere) di kota UNESCO Lima, Peru, 18-20. Maret 2016.

Sistem hukum pengembangan pariwisata di kawasan taman nasional

Beton dan hotelisasi Pantai Plengkung Taman Nasional Alas merupakan fenomena tersendiri yang tentunya akan menimbulkan berbagai dampak dan permasalahan hukum di kemudian hari bila dirujuk Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 36 Tahun 2010 Tentang usaha wisata alam di suaka margasatwa, taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam.

Serta Peraturan Menteri Kehutanan No. 4/Menhhut-II/2012 mengubah Peraturan Menteri Kehutanan No. 48/Menhut-II/2010 tentang Wisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Wisata Alam Taman Wisata.

Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.1/2015 tentang Perubahan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.97/Menhut-II/2014 tentang Pelimpahan Wewenang Pemberian Izin dan Non Izin di Bidang Lingkungan dan Kehutanan Bidang kehutanan terkait pelaksanaan pelayanan satu pintu untuk kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal.

Peraturan Menteri ini ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. S.7 Tahun 2015 tentang Petunjuk Teknis Penerbitan Izin dan Non Izin di Bidang Lingkungan Hidup dan Kehutanan Dalam Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Dari Satu Sumber .

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.8/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2019 tentang: Usaha Wisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam.

Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil menegaskan bahwa yang dimaksud dengan batas pantai adalah tanah sepanjang garis pantai yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan sifat pantai serta paling sedikit berjarak 100 meter dari garis pantai. titik pasang tertinggi di daratan.

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 21/PERMEN-KP/2018 Tahun 2018 tentang: Tata Cara Perhitungan Batas Pantai.

Sayangnya Purwo pada masa penjajahan Belanda

Pada zaman penjajahan Belanda, meskipun merupakan negara yang menjajah bangsa Indonesia, Belanda tetap berusaha melindungi Alas Purwo dengan memberikannya status hutan di selatan Banyuwangi Game Reserve.

Penetapan status sebagai hutan lindung di Banyuwangi Selatan ditetapkan dalam Surat Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda No. 6 stbl 456 tanggal 1 September 1939 dengan luas 62.000 ha.

Era kemerdekaan Republik Indonesia

Pada masa kemerdekaan Republik Indonesia, status sebagai Hutan Suaka Margasatwa Banyuwangi Selatan kemudian diubah menjadi Taman Nasional Alas Purwo seluas 43.420 ha dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 283/Kpts-II /1992 tanggal Februari 26 Tahun 1992 dan pada tahun 2014 ditetapkan dengan luas 44.037,30 ha dengan Keputusan Menteri Kehutanan nomor: SK.3629/Menhut-VII/KUH/2014 tanggal 6 Mei 2014.

Fungsi Taman Nasional Alas Purwo bagi Indonesia

Sayangnya, sesuai amanat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Taman Nasional Purwo memiliki tiga fungsi utama, yaitu:

1. Perlindungan proses ekologi sistem pendukung kehidupan.

2. Pelestarian keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.

3. Pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dalam bentuk penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, promosi budidaya dan wisata alam.

Sayangnya, Taman Nasional Purwo terbagi menjadi beberapa zona

Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Nomor SK.341/KSDAE-SET/2015 tanggal 31 Desember 2015, penatausahaan Taman Nasional Alas Purwo dikelola dengan sistem zonasi yang terdiri dari inti (12.354,78 ha) , Zona Rimba (29.946,18 ha), Zona Rehabilitasi (447,91 ha), Zona Adat (481,31 ha), Zona Pemanfaatan (796,07 ha), Zona Khusus (1,15 ha) dan Zona Agama, Budaya dan Sejarah (9,90 hektar ).

Zona pemanfaatan di Pantai Plengkung, Taman Nasional Alas Purwo Telah habis

Meski semua infrastruktur seperti jalan, jembatan beton dan tanggul, serta kabel listrik dibangun dengan APBN, zona pemanfaatan seluas 15 hektar di Pantai Plengkung (hijau) dikuasai sepenuhnya oleh perusahaan swasta yang mempekerjakan pengusaha dan rata-rata masyarakatnya dari luar Daerah. Kabupaten Banyuwangi.

“Karyawan hotel warga sedikitnya 4 orang,” kata warga yang enggan disebut namanya dan setiap hari berdagang di kawasan Taman Nasional Alas Purwo namun di luar Pantai Plengkung G-Land itu. (8/1/23).

Lebih lanjut ia menjelaskan, kawasan pantai Plengkung G-Land sendiri paling sulit dijamah oleh warga Taman Nasional Alas Purwo, apalagi dijual.

“Luas Pantai Plengkung saat ini dikuasai PT Wana Wisata Alam, mereka adalah pensiunan pejabat kehutanan Manggala Wanabakti (5 hektar), Boby Surfcamp – PT Wanasari Pramudya Ananta, Jawa Jiwa – LS Istri Penguasa Australia, lalu Joyo – Surabaya. ” ujarnya kepada Warga kepada awak Media Time Kontra.

Pernyataan warga tersebut nampaknya senada dengan pernyataan Farikhin dari Balai Taman Nasional Alas Purwo kepada awak media Kontras Times beberapa waktu lalu.

Farikhin mengatakan, zona pemanfaatan hijau yang saat ini ada di Pantai Pelengkung sudah habis karena ada 4 pengusaha perhotelan dari luar wilayah Banyuwangi yang berkuasa.

“Empat hotel tersebut terdiri dari Joyo Surfcamp Surabaya (5 hektar), Boby Surfcamp Bali (3 hektar), Jawa Jiwa Banyuwangi (50-2 hektar), Jack Surfcamp (5 hektar)”. Farikhin menyatakan pada 29 Desember 2022.

Farikhin menambahkan beberapa struktur beton, jembatan beton dan eternit yang berlangsung di kawasan G-Land berasal dari BPPW (Im) Kementerian PUPR Jatim.

Source: news.google.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button