Nasi terancam dengan ayam goreng khas Klaten - WisataHits
Jawa Tengah

Nasi terancam dengan ayam goreng khas Klaten

Klaten – Nasi langka dicampur dengan sisi ayam kampung goreng dapat ditemukan di banyak tempat. Salah satu yang paling legendaris adalah Bu Mayar di Kecamatan Cawas, Klaten. Apa spesialisasinya?

Berbicara tentang Rice, hal itu mengancam tidak terlepas dari karakter wanita yang akrab disapa Bu Mayar, 74 tahun. Dialah yang mulai menyajikan masakan asli Klatener hingga dikenal luas. Ia mulai berjualan pada 1979 bersama orang tuanya Wiro Sukarto di Jalan Raya Pedan-Cawas, Desa Cawas, Kecamatan Cawas.

Saat itu, Bu Mayar berusia 30 tahun dan membantu orang tuanya yang awalnya berjualan soto dan bihun. Hingga akhirnya terjadi peningkatan lauk pauk yang terancam punah, yang bahkan digemari oleh pelanggan saat itu. Sekarang resep yang terancam ini, diturunkan dari generasi ke generasi, telah bertahan selama 43 tahun.

Persiapan yang terancam terdiri dari berbagai sayuran segar (mentah) yang belum dimasak sebelumnya. Ada juga komposisinya mulai dari kacang panjang, daun kemangi, ketimun, taoge, kol, wortel hingga daun kenikir. Selain itu, serpihan kelapa yang telah diolah dengan berbagai bumbu sebagai pengikat rasa. Kalau mau makan, harus campur dulu sayurnya dengan parutan kelapa.

Setiap sajiannya selalu ditemani dengan ayam kampung goreng dengan cita rasa yang sangat khas. Begitu juga dengan nasi putih hangat. Sebelum penjualan beras di Cawas terancam, Bu Mayar sempat berjualan ayam goreng di kota Semarang.

“Awalnya orang tua terinspirasi dari tradisi Wiwitan. Sampai akhirnya mereka diproduksi di rumah dan kemudian ditawarkan kepada pelanggan pada saat itu. Ada yang bilang perasaan terancam nyaman (Tendang),” kata Bu Mayar saat dipukul Jawa Pos Radar Solo di tokonya, kemarin (2/9).

MASIH ADA: Bu Mayar masih sibuk menyusun menu rahasia di tokonya. (ANGGA PURENDA/RADAR SOLO)

Bu Mayar tetap berkomitmen untuk melestarikan rasa nasi yang terancam oleh ayam goreng kampung. Endingnya maju, tapi masih terikat di dapur. Terutama untuk memastikan rasa minumannya sama seperti 43 tahun lalu.

Pabrik yang terancam mulai menyiapkan berbagai bahan untuk diproses pada sore hari. Selain itu, memastikan bahwa berbagai sayuran yang dipotong segar. Bahkan untuk mentimun, bisa menghabiskan hingga 20 kilogram dalam sehari.

“Kami mengolahnya secara tradisional. Parutan kelapa masih digosok dengan tangan. Jangan pakai mesin karena kalau pakai mesin rasanya beda,” kata Ibu Mayar.

Sedangkan ayam goreng spesial hari kerja menghabiskan 100 ekor ayam kampung dalam sehari. Bila penuh, bisa mencapai hingga 300 ekor ayam. Bu Mayar hanya menggunakan ayam kampung sebagai pelengkap nasi, yang terancam punah.

“Seporsi nasi dibumbui dengan ayam goreng dan disajikan dengan sambal. Tapi tidak tajam. Jadi sajian kuliner ini memiliki rasa gurih dan manis yang begitu kuat,” ujarnya. (ren/adi)

Source: radarsolo.jawapos.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button