Morotai menyaksikan perang antara Jepang dan Sekutu - WisataHits
Yogyakarta

Morotai menyaksikan perang antara Jepang dan Sekutu

Indah dan kaya akan sejarah, Pulau Morotai menjadi saksi pertempuran antara Jepang dan Sekutu selama Perang Dunia II. Jejak keduanya mudah terlihat di seluruh pulau.

Kabupaten Pulau Morotai dinobatkan sebagai salah satu dari 10 Destinasi Wisata Baru di Indonesia oleh pemerintah pada tahun 2019, atau sering disebut sebagai “10 Bali Baru”. Kabupaten yang berbentuk pulau induk dan pulau-pulau kecil di sekitarnya ini menawarkan destinasi wisata bahari dan sejarah Perang Dunia II (PD II),

Pulau yang kini masuk Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) ini memiliki luas 1.800 kilometer persegi. Sebagai bagian dari Provinsi Maluku Utara, Pulau Morotai merupakan salah satu pulau terdepan di Indonesia bagian utara.

Borough yang didirikan pada 29 Oktober 2008 ini berpenduduk 74.565 jiwa (sensus 2020) dengan kepadatan penduduk 31,90 jiwa per kilometer persegi.

Dalam sejarahnya pada abad ke-15 dan ke-16, Morotai berada di bawah pengaruh Kesultanan Ternate. Pulau ini pernah berada di tangan Portugis pada pertengahan abad ke-16. Pada tahun 1571, Kesultanan Ternate berhasil mengusir orang-orang Eropa dari pulau tersebut.

Selama Perang Dunia II, pulau itu menjadi lapangan terbang bagi pasukan Jepang. Kemudian diambil alih oleh pasukan Amerika Serikat (AS) pada bulan September 1944 dan digunakan sebagai pangkalan untuk serangan Sekutu (AS dan Australia) di Filipina pada awal 1945 dan Kalimantan Timur pada bulan Mei dan Juni tahun yang sama.

Dermaga kapal Sekutu pertama di Morotai masih ada sampai sekarang. Situs ini menjadi saksi penting pertempuran Jepang dengan pasukan Sekutu selama Perang Dunia II yang terjadi pada tanggal 15 September 1944 dan dikenal dengan nama “Pertempuran Morotai”.

Setelah penaklukannya, Morotai menjadi pangkalan Sekutu untuk menyerang kekuasaan Jepang di Jawa pada tahun 1945. Namun, serangan ini tidak dilakukan setelah Jepang menyerah kepada Sekutu pada 14 Agustus 1945 menyusul pengeboman Hiroshima dan Nagasaki pada 6 dan 9 Agustus 1945.

Hingga saat ini, sisa-sisa pasukan Sekutu masih terlihat di darat dan laut pulau ini.

Untuk melihat sejarah Morotai masa lalu, kita bisa datang ke Museum Perang Dunia II. Museum ini juga menyimpan berbagai benda bersejarah yang berkaitan dengan peristiwa perang. Ada juga benda-benda yang dulunya merupakan koleksi pribadi warga sebelum disumbangkan ke museum.

Baca juga:

Kepulauan Sombori, “Miniatur Raja Ampat” di Morowali Tenggara

Didirikan pada tahun 2012, museum ini menyimpan peralatan perang yang digunakan oleh Sekutu dan Jepang di bawah komando Jenderal Douglas MacArthur. Senjata, Tank, Granat, Amunisi, Helm, Bom, Bendera, Botol, Tembikar, Peralatan Memanggang, Sendok, Garpu, Pemangkas Kumis, Foto, dan lainnya.

Pada tahun 1944, MacArthur menjadikan Morotai sebagai pertahanan terakhir untuk menghadapi pasukan Dai Nippon di front Pasifik. Jepang dikalahkan dalam perang yang mengerikan. Sekutu mengerahkan 3.000 pesawat tempur, yang terdiri dari pesawat pengebom, pesawat angkut, dan 63 batalyon tempur, ke Morotai.

Di Morotai, Sekutu membangun tujuh landasan pacu untuk memungkinkan pergerakan pesawat terbang lebih cepat dan bersamaan. Awalnya bernama Bandara Pitu atau Bandara Pitu, bandara ini sekarang hanya mengoperasikan 2 landasan pacu dan namanya telah diubah menjadi Bandara Leo Wattimena, sebuah bandara. Angkatan Udara Indonesia.

MacArthur menggunakan strategi lompat katak (katak melompat) untuk menaklukkan setiap pulau di sekitar Filipina. Strateginya menggunakan Morotai sebagai basis serangan di sana.

Ungkapan terkenal MacArthur tentang merebut kembali Filipina adalahaku akan kembaliatau aku akan kembali.

Pulau Rorasa

Peninggalan perang tidak hanya ditemukan di daratan. Pulau Rorasa adalah tujuan wisata paling terkenal di Morotai untuk melihat peninggalan pertempuran. Pantas saja Rorasa lebih ramai dibandingkan pulau lainnya.

Pulau Rorasa dikenal sebagai objek wisata bawah laut, yaitu:penyelaman kecelakaanatau menyelam sambil menjelajahi bangkai kapal dan reruntuhan bersejarah. Kegiatan ini bisa dilakukan karena Pantai Rorasa yang berjarak 38 kilometer dari Desa Daruba menjadi salah satu markas pasukan Jepang dan AS saat Perang Dunia II.

Menariknya, ketika Jepang menyerah kepada Sekutu, beberapa tentara Jepang masih bertahan di pulau ini dan tidak mau menyerah. Salah satunya, yaitu Teruo Nakamura, ditemukan pada 18 Desember 1974 di hutan lebat Morotai. Penemuan tentara di sebuah pulau terpencil mengejutkan surat kabar nasional dan internasional saat itu.

Kisah Nakamura bersembunyi dari Taiwan dengan nama Lee Guang memang mengejutkan. Dia menolak untuk menyerah dan menghindari pasukan musuh, meskipun kondisinya sangat buruk. Bersembunyi begitu lama, Nakamura bahkan tidak tahu Jepang telah menyerah.

Bagi orang Morotai, sosok Nakamura cukup mengesankan. Pemerintah Pulau Morotai juga mendirikan patungnya di pertigaan jalan di Desa Dehegila, Morotai, sekitar 6 kilometer dari ibu kota Daruba.

Sementara itu, patung Jenderal Douglas MacArthur didirikan di Pulau Zum Zum, yang terletak di seberang kota Daruba. Untuk menuju kesana kita perlu naik speedboat dengan waktu tempuh sekitar 15 menit.

Saat ini, selain wisatawan domestik, pulau ini juga banyak dikunjungi oleh wisatawan asing, terutama dari Amerika Serikat dan Australia, yang mencari jejak leluhur mereka yang telah meninggal atau para veteran perang yang berjuang saat itu.

Pada saat kemerdekaan Indonesia, Morotai telah mendirikan pangkalan militer untuk menyerang musuh. Dimulai dengan penumpasan Pemberontakan Permesta PRRI yang terjadi di wilayah Sulawesi, khususnya Sulawesi Utara, antara tahun 1957 dan 1960.

Selama Operasi Tri Komando Rakyat (Trikora) untuk mengusir pendudukan Belanda di Irian Barat (Papua) antara Desember 1961 dan berakhir Agustus 1962, Morotai juga digunakan sebagai basis serangan.Halo/I-1

“Bali Baru” di Ujung Utara

Pulau Morotai sebagai bagian dari “10 Bali Baru” tidak hanya menawarkan wisata sejarah Perang Dunia Kedua. Keindahan pantai dan pemandangan bawah laut menjadi daya tarik bagi pecinta wisata bahari. Hutan yang masih perawan merupakan sumber keanekaragaman hayati.

Salah satu pulau dengan pemandangan terindah adalah Pulau Dodola. Pulau ini terdiri dari Pulau Dodola Besar di utara dan Pulau Dodola Kecil di selatan. Kedua pulau ini dihubungkan oleh gundukan pasir sepanjang sekitar 500 meter.

Gumuk pasir memanjang dengan lebar sekitar 10 meter saat air surut menjadi tujuan para wisatawan yang datang untuk menikmati keindahan dan berfoto. Pasirnya yang lembut dan datangnya dua gelombang dari dua sisi, timur dan barat, membuat fenomena pulau ini cukup unik.

Baca juga:

Unik! Menyajikan berbagai menu baru, Kimaya Sudirman Yogyakarta dari Harris menghadirkan olahan sosis dengan ukuran panjang 70 cm

Pulau Dodola di Kabupaten Pulau Morotai saat ini menjadi tujuan wisata terpopuler bagi masyarakat Provinsi Maluku Utara. Penduduk setempat menyebut pulau ini sebagai “Pearl of the Pacific Rim” karena pulau ini berada tepat di seberang lautan terluas.

Menurut situs resmi Kabupaten Pulau Morotai, waktu surut di sini cukup lama, mulai dari pukul 10:30 hingga 19:00 waktu setempat. Saat berkunjung ke sini, wisatawan akan disambut dengan pasir putih yang halus, air laut yang jernih dan langit yang indah.

Tidak hanya menikmati gumuk pasir, di Dodola pengunjung juga bisa menyelam,snorkelingbermainjet ski, dan memancing. Dengan menyelam atausnorkelingWisatawan dapat menemukan beberapa bangkai kapal dan pesawat militer yang telah tenggelam di dasar laut.

Pantai-pantai terbaik di Morotai selain berada di pulau-pulau kecil di sisi timur pulau induk, berada di timur laut. Salah satunya adalah Pantai Tanjung Gorango. Pantai ini menyuguhkan pemandangan laut biru kehijauan. Di dekat tepi pantai, hutan tropis hijau subur dengan pohon palemnya menciptakan pemandangan pantai tropis yang sempurna.

Bagi yang sukaharta karun tersembunyiatau tempat wisata tersembunyi untuk menyejukkan diri, Tanjung Gorango adalah jawabannya. Mereka yang menyukai alam dengan sedikit campur tangan manusia, tempat ini bisa menjadi pilihan. Dari ibu kota Kabupaten Pulau Morotai, Daruba, dapat ditempuh melalui jalan darat dengan jarak 63 kilometer atau kurang lebih 3 jam perjalanan.

Sementara itu, di sebelah selatan Bandara Leo Wattimena, ada sumber bernama Air Kaca. Mata air ini pernah menjadi sumber air minum yang vital bagi pasukan Sekutu (AS dan Australia) selama Perang Dunia II. Airnya jernih. Dari air inilah Jendral Douglas MacArthur dikatakan bisa melihat ramalan dalam perang.

Air yang keluar ini berasal dari bawah tanah, yang muncul ke permukaan. Aliran air Air Kaca akan terus mengalir ke Pantai Transmitter yang berjarak sekitar 100 meter dari objek wisata. Halo/I-1


editor : Ilham Sudrajat

penulis : Haryo Brono

Source: news.google.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button