Meriahkan Malioboro, tawarkan ruang seniman untuk bangkit - WisataHits
Yogyakarta

Meriahkan Malioboro, tawarkan ruang seniman untuk bangkit

Taman Budaya Yogyakarta (TBY) menghadirkan Gumaton Art Street sepanjang Tugu Pal Putih hingga Alun-alun Utara dengan berbagai pagelaran seni dan budaya. Upaya menghidupkan kembali Malioboro dalam tatanan ini juga dimaksudkan untuk memberikan ruang bagi seniman untuk bangkit dari pandemi.

Penjemputan tiba di Kepatihan usai adzan Ashar, Kamis (17/11/2022). Pick-up berisi delapan orang dan berbagai peralatan panggung. Rombongan itu dari Krida Budaya Group. Mereka jauh-jauh pergi dari Desa Purwosari, Kapanewon Girimulyo, Kulonprogo ke Balai Pemerintahan DIY untuk pentas.

Kedelapan orang itu mengemas perlengkapan panggung bersama-sama dengan gembira. Ada sederet gamelan, kostum, kotak rias, dan perbekalan makanan yang mereka turunkan dari truk bak terbuka.

Pada Kamis malam yang cerah ini, Krida Budaya Group dijadwalkan menggelar tanjakan, salah satu bentuk kesenian asli desa dan mirip Jatilan. Disebut mirip Jatilan karena menggunakan Jaranan, namun bagian kepala Jaran tidak miring ke bawah seperti Jatilan pada umumnya, melainkan mendongak ke atas.

Tarian yang dibawakan di Inclin juga mengandung cerita yang berbeda dengan Jatilan dan musik pengiringnya juga berbeda. Juga tidak ada kepemilikan dalam penyertaan.

Malioboro for Krida Budaya Group tampil di depan Gerbang Barat Kepatihan dan yang pertama sejak pandemi. Anda bisa melihat kegembiraan di wajah para pemain.

Ketua Kelompok Krida Budaya Anum Nurma merasa senang dengan undangan penampilan yang TBY berikan kepada kelompok seninya. “Saya lupa kapan terakhir manggung di Jogja, karena kami di Kulon Progo sepertinya sudah lama tidak ada pandemi di Jogja,” ujarnya dengan senyum miring, Kamis malam.

Anum mengatakan, tampil di Malioboro merupakan kesempatan berharga dan membanggakan. “Sebagai penggiat kesenian tradisional yang pernah diundang pentas di Malioboro, itu suatu kebanggaan tersendiri, apalagi kami berasal dari barat DIY, karena sudah perbatasan Purworejo, kami juga masih merasa diperhatikan dan diperhatikan’ beliau berkata dengan bangga.

TBY mengundang Krida Budaya Group untuk tampil di acara Gumaton Art Street. Acara ini baru pertama kali diadakan dan rencananya akan terus diadakan secara rutin.

Gumaton Art Street digelar tidak hanya di satu titik tetapi di enam titik sepanjang Tugu Pal Putih hingga Alun-alun Utara. Keenam titik tersebut meliputi Halaman BPD DIY, Teras Malioboro 1, Teras Malioboro 2, Museum Sonobudoyo, DPRD DIY dan Gerbang Barat Kepatihan.

Berbagai pertunjukan seni ditampilkan sekaligus di enam titik tersebut. Mulai dari tari, musik, tradisional, campursari hingga pantomim. Nampaknya setiap titik dikelilingi oleh wisatawan dan masyarakat umum yang tertarik mengikuti acara tersebut.

Ruang bagi seniman pendatang baru

Direktur TBY Purwiati menjelaskan, ide Gumaton Art Street dilatarbelakangi oleh kondisi seniman yang kekurangan ruang untuk tampil. “Pasca pandemi, banyak artis yang harus diberi ruang untuk kembali mendapatkan pengalaman pentas. Ruang ini kami tawarkan sebagai bentuk engagement bagi para seniman di DIY,” ujarnya Kamis sore.

Purwiati mengatakan, dibutuhkan ruang bagi para penampil untuk mengakselerasi kemampuan mereka setelah absen selama dua tahun. “Proses kreatif seniman harus terus diperhatikan agar seni tidak stagnan dan berkembang, makanya Gumaton Art Street ada,” ujarnya.

Purwiati menjelaskan, pemilihan kawasan Malioboro dilakukan karena banyak penonton yang bisa menikmati acara serentak tersebut. “Kalau mereka mendapat penonton yang antusias, tentu akan membuat semangat mereka untuk berkesenian tetap hidup. Saya kira Malioboro bisa menciptakan suasana itu,” jelasnya.

Selain itu, Malioboro dipilih untuk merevitalisasi kawasan wisata yang baru ditata. “Karena transformasi ruang yang ada perlu diisi dengan berbagai kegiatan, termasuk pentas seni, ini penting untuk merevitalisasi Malioboro,” ujarnya.

Semakin semarak Malioboro, maka akan semakin berkembang pariwisata di kawasan yang menjadi ikon Jogja ini. “Bahkan sedikit berkurang aktivitas panggung di Malioboro pascapandemi ini, makanya kami berusaha menggeliat kembali agar wisatawan juga lebih tertarik ke Malioboro,” ujarnya.

Purwiati mengatakan tetap menggunakan protokol kesehatan di acara Gumaton Art Street. “Kita masih butuh masker, tempat cuci tangan juga ada, program kesehatan tetap dijalankan,” ujarnya.

Gumaton Art Street, lanjut Purwiati, akan rutin digelar. “Rencananya akan kita rutinkan agar tidak berhenti di situ saja, tapi akan kita lihat secara rutin setiap bulan atau tahun kemudian karena itu juga perlu evaluasi,” ujarnya.

Seperti halnya Tuesday Pahing, tambah Purwiati, Gumaton Art Street juga diharapkan menjadi ajang seni yang semakin mengobarkan semangat para seniman Malioboro dan DIY. “Karena kami tidak membatasi jenis seni yang bisa tampil, apapun yang kami masukkan, seni tradisional dan seni kontemporer,” ujarnya.

Ruang ekspresi baru

Apresiasi terhadap perhelatan Gumaton Art Streat tidak hanya datang dari kalangan seni tradisional, tetapi juga dari seni kontemporer. Rumah Pantomim Jogja yang malam itu tampil untuk DPRD DIY juga mengapresiasi kesempatan tersebut.

Dengan sembilan repertoar, Rumah Pantomim Jogja menghadirkan seniman pantomim muda. Kebanyakan dari mereka berusia belasan tahun. Ruang yang disediakan TBY merupakan salah satu wahana bagi seniman pantomim muda untuk melatih mental dan keterampilannya tampil di depan umum.

Aktivis Jogja Mime House Bob Wawan mengatakan, kesempatan tampil memberikan pengalaman berharga bagi seniman pantomim muda. “Mereka akan mendapatkan pengalaman tampil di depan penonton untuk pertama kalinya, yang penting ekspresi seni mereka terus berkembang,” jelasnya, Kamis malam.

Bob merasa ruang baru yang ditawarkan Gumaton Art Strea memperkaya ruang-ruang pantomim untuk terus berkembang di Jogja.

“Kami mengapresiasi dengan diundangnya pentas ini karena berarti kita diakui dan diberi ruang baru untuk mengembangkan pantomim di Jogja,” ujarnya.

Semakin besar ruangan, jelas Bob, semakin dikenal dan berkembang seni pantomim. “Harapan kami ruang ini terus digarap dan dikembangkan, semoga tidak hanya bisa dijadikan rutinitas bagi kita dari pantomim, tapi juga bisa dinikmati oleh bentuk seni lainnya, agar Jogja tetap eksis sebagai kota seni budaya. ,” harapnya.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google Berita

Source: news.google.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button