Menjawab Masalah Resesi Indonesia Tahun 2023 - WisataHits
Jawa Timur

Menjawab Masalah Resesi Indonesia Tahun 2023

MENYERANG – Masalah resesi yang akan melanda pada 2023 tampaknya menjadi momok ancaman baik bagi industri maupun individu. Di tengah pemulihan ekonomi global pasca pandemi, Indonesia kembali menghadapi masalah krisis keuangan. Menurut Ikhsan, mesin perekonomian dunia yang dimotori Amerika Serikat, China, dan Eropa sedang berjuang.

Hal tersebut disampaikan Muhamad Ikhsan, Dosen Fakultas Bisnis Universitas Paramadina, Peneliti Senior PPPI, pada sesi ke-5 Paramadina Democracy Forum (PDF) dengan topik Resesi Ekonomi Indonesia 2023: Fakta dan Tantangan, yang diselenggarakan oleh Publik Paramadina, lapor Lembaga Kebijakan (PPPI). Acara tersebut juga dihadiri oleh Ariyo DP Irhamna Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) dan Dosen Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Paramadina dan dimoderatori oleh Adrian A. Wijanarko selaku Direktur Riset PPPI.

Krisis Global Dunia

“Masalah inflasi di Amerika Serikat, masalah iklim di China, dan perang antara Rusia dan Ukraina di Eropa adalah masalah saat ini,” kata Ikhsan. Selain itu, permasalahan juga muncul akibat persaingan antara Amerika Serikat dan China di kawasan Asia Timur dan pemulihan global dari pandemi Covid-19.

“Pandemi berdampak pada bisnis dan rumah tangga. Pelaku ekonomi tidak bisa bekerja akibat lockdown dan pada akhirnya terpaksa melakukan PHK sehingga menyebabkan masyarakat kehilangan pekerjaan dan daya beli turun, yang pada akhirnya meningkatkan angka kemiskinan. Pada akhirnya, semua negara mendukung penduduknya dalam mempertahankan daya beli. Akibatnya, terlalu banyak uang beredar di lapangan dan terjadilah inflasi,” jelas Ariyo. Menurut Ariyo, inflasi ini merupakan “bom waktu” yang pasti terjadi di masa pandemi. Peningkatan inflasi ini ditandai dengan kenaikan inflasi global pada tahun 2021 dari 4,7% menjadi 7,5% pada tahun 2022.

Menurut Ariyo, situasi di Ukraina juga mempercepat “bom waktu”. Pasokan gas yang terganggu menyebabkan inflasi tidak terkendali. Padahal, gas tidak hanya digunakan sebagai energi, tetapi juga sebagai bahan baku pupuk untuk makanan.

neraca perdagangan Indonesia

Namun, situasi global tidak mempengaruhi gejolak ekonomi domestik. Melihat neraca perdagangan Indonesia dengan negara lain, Indonesia tidak akan terpengaruh secara signifikan oleh situasi global.

Menurut Ariyo, pertumbuhan nilai ekspor akan memberikan kontribusi terhadap laju pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 24,04% pada tahun 2021. Dari 10 negara pembeli terbesar produk Indonesia, 6 negara memiliki surplus perdagangan. Hanya 4 negara yang mencatat defisit perdagangan yaitu China, Singapura, Korea dan Thailand. Selain itu, neraca perdagangan triwulan II 2022 menunjukkan surplus sebesar $15,55 miliar, meningkat 67,85% dibandingkan triwulan I 2022. Artinya, perdagangan Indonesia dengan mitra dagang dunia lainnya masih relatif baik.

Baik Ariyo maupun Ikhsan sepakat untuk merampingkan perdagangan yang ada di kawasan Asia Tenggara. Mencermati data tersebut, pertumbuhan perdagangan Indonesia dengan negara-negara di kawasan ASEAN seperti Singapura dan Vietnam tercatat tumbuh pada triwulan II dibandingkan dengan triwulan I tahun 2022.

Menurut Ariyo, masalah resesi di Indonesia tidak begitu ditakuti. Berbeda dengan krisis akibat pandemi, para ekonom sudah bisa memprediksi topik resesi sehingga pengambil keputusan di tingkat negara bisa menyiapkan langkah-langkah yang tepat.

Ikhsan dan Ariyo sependapat dengan kebijakan pemerintah yang menerapkan kebijakan yang tepat untuk memberikan Bantuan Langsung Tunai (BLT) pada triwulan I, sehingga dapat dikatakan angka daya beli masyarakat terjaga. Namun, Ikhsan dan Ariyo mengingatkan untuk menjaga posisi keuangan negara dengan menunda sejumlah proyek pembangunan yang didanai negara, seperti proyek Ibu Kota Negara baru dan proyek kereta cepat Jakarta-Surabaya yang dinilai tidak terlalu mendesak untuk menghemat anggaran.

“Krisis tidak hanya terjadi sekarang. Biasanya ada krisis selama 32 tahun lebih Pak Harto. Biasanya kalau proyek ini ditunda. Tapi sepertinya tidak mungkin di zaman sekarang ini.”

Kesesuaian industri dan rumah tangga

Terkait kesiapan tingkat industri dan rumah tangga menghadapi resesi, Ikhsan menjelaskan bahwa di tingkat industri terkait suku bunga perbankan yang akan naik saat resesi, seperti real estate dan bank akan terpengaruh. Sementara itu, sektor komoditas ekspor dipandang sebagai sektor yang diuntungkan karena terkait dengan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

Di tingkat rumah tangga untuk dapat membuat perencanaan keuangan yang lebih baik. Seiring meredanya COVID secara bertahap dan aktivitas kembali berjalan, ada kecenderungan masyarakat takut akan fenomena Fear of Missing Out (FOMO). Hal itu terlihat pada beberapa konser dan perjalanan udara ke destinasi wisata yang banyak diminati penonton. Karena itu, Ikhsan menyarankan agar bisa mengelola keuangan dengan baik.

(merah)

Source: news.google.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button