Menjaga kelestarian lingkungan ala pondok pesantren ekologi Misykat al-Anwar - WisataHits
Jawa Barat

Menjaga kelestarian lingkungan ala pondok pesantren ekologi Misykat al-Anwar

Kondisi jalan di sekitar kawasan hutan CIFOR (The Center for International Forestry Research), Dramaga, Kab. Bogor masih setengah basah setelah diguyur hujan semalaman. Saya tidak ingin melakukan perjalanan, tetapi saya berkendara ke Pondok Pesantren Ekologi Misykat al-Anwar, yang kebetulan tidak jauh dari kawasan hutan.

Sesampainya di lokasi yang ditunjukkan oleh Google Maps, saya bingung karena tidak menemukan tanda atau gerbang yang bertuliskan “Misykat al-Anwar”. Saya menduga Google Maps “menyesatkan”. Kecurigaan saya bertambah dengan suasana yang tenang, padahal kegiatan Workshop Hijrah Iklim seharusnya berlangsung di tempat yang akan saya tuju. Beruntung ada Mas Taufiq, salah satu guru Misykat al-Anwar.

“Itu benar, tuan. Ini adalah Mishkat al-Anwar. Tapi kegiatannya tidak di gedung ini. Anda tunggu sebentar, nanti saya antar ke lokasi,” kata Mas Taufiq.

Sambil menunggu, saya berjalan-jalan di sekitar fasilitas. Ini adalah rumah kayu satu lantai yang kokoh. Di tengah ada ruangan dengan meja di tengah dan rak-rak penuh buku di sekelilingnya. Periksa sebuah kalibrasi, ternyata ruangan tersebut adalah perpustakaan pesantren.

Belajar Alquran dan berkebun

Dugaan saya salah. Ternyata saya tidak salah alamat, tapi di Pesantren Misykat al-Anwar yang punya beberapa lokasi. Menurut pendiri dan pengurus pesantren, Gus Roy Murtadho, semua tanah pesantren pada awalnya berada di sekitar kompleks yang saya sebutkan tadi. Namun, beberapa di antaranya berhasil dijual untuk pengembangan.

“Mereka di sana (kompleks dengan perpustakaan) cukup elit. Sehingga harga tanah menjadi mahal. Saya jual beli tanah ini dan dikalikan dua kali lipat,” kata pria yang akrab disapa Gus Roy ini.

Kompleks ini, sebut saja kompleks kedua, berjarak sekitar lima kilometer dari kompleks pertama. Lokasinya di Carang Pulang, Cikawang, Kec. Dramaga, Kab.Bogor. Akses jalan tidak terlalu mulus, namun masih bisa dilalui kendaraan bermotor, termasuk mobil. Salah satu tempat yang harus dilewati adalah Situ Burung, salah satu desa wisata setempat.

“Kebun kami dekat Vogelsee. Kemudian, para siswa belajar berkebun. saya ikut berlutut (hack) juga,” jelas Mas Fahmi yang juga guru di Misykat al-Anwar.

Di taman yang memiliki luas kurang lebih 1000 m2 ini, para siswa diajarkan cara berkebun. Jadi tidak hanya membaca Al-Qur’an, Anda juga belajar bercocok tanam, mulai dari buah-buahan, sayur-sayuran hingga bunga.

“Hasilnya tidak dijual, kami konsumsi sendiri untuk memberi makan para siswa,” jelas Mas Fahmi.

Upaya seperti itu layak mendapat pengakuan. Karena menjamurnya makanan cepat saji berkontribusi terhadap kerusakan lingkungan. Belum lagi kehalalan bahan makanan yang dibeli terkadang tidak sepenuhnya pasti.

“Ini juga sebagai upaya mengamalkan ajaran tasawuf, mas. Hindari makanan yang meragukanlanjut Mas Fahmi.

Bangunan dengan furnitur bekas

Saat kegiatan Workshop Hijrah Iklim hiatus, saya berkesempatan melihat bangunan pondok pesantren yang sebagian sudah selesai dibangun. Satu hal menarik yang saya temui adalah bangunan yang didominasi oleh kayu. Batu bata hanya digunakan untuk bagian bawah bangunan. Hanya perabot seperti pintu dan jendela yang dipasang adalah barang tua.

“Jendela itu bekas pembongkaran stasiun kereta api Bogor. Ada juga dari Blora (Jawa Tengah),” kata Gus Roy sambil menunjuk benda-benda yang dimaksud.

Keputusan membeli furnitur bekas bukan tanpa alasan. Gus Roy menjelaskan alasan teknis dan nonteknis keputusan tersebut.

“Untuk alasan teknis, kualitas kayunya lebih baik. Lebih tahan panas atau hujan,” jelas Gus Roy.

Alasan untuk melestarikan lingkungan juga menjadi pertimbangan lain. Dan itu diklasifikasikan sebagai alasan non-teknis oleh Gus Roy.

“Kalau alasan nonteknis adalah berhenti menebang pohon. Cukup pakai barang lama yang masih bagus,” lanjut Gus Roy.

Penggunaan kayu sebagai penyangga struktural juga dipandang lebih sesuai dengan iklim tropis Indonesia. Selain itu, menurutnya, bangunan yang menggunakan kayu memiliki karakter yang lebih dinamis, menyesuaikan dengan pergerakan tanah.

Jumlah santri yang belajar di Misykat al-Anwar hanya sekitar sepuluh anak. Hal ini terkait dengan keterbatasan daya tampung asrama tempat para mahasiswa akan tinggal. Gus Roy mengatakan, sebelum pandemi, ada puluhan mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) yang juga kuliah di sana, meski hanya mahasiswa kelelawar.

“Saat ini jumlah siswa hanya 30 anak karena kita batasi setiap tahun. Insya Allah kita akan bangun asrama di sana (menunjuk ke lahan kosong di seberang lokasi pesantren). Mohon doanya,” kata Gus Roy.

Di tengah maraknya bencana alam dan cuaca yang semakin tidak menentu akibat perubahan iklim, berbagai upaya pelestarian lingkungan patut mendapat pengakuan. Kita semua harus bekerja sama untuk melindungi planet kita. Untuk bumi yang lebih berkelanjutan.

Source: news.google.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button