Mengungkap multiplisitas kisah pagoda Tionghoa tertua di Indonesia - WisataHits
Jawa Barat

Mengungkap multiplisitas kisah pagoda Tionghoa tertua di Indonesia

Mengungkap multiplisitas kisah pagoda Tionghoa tertua di Indonesia

JAKARTA – Klenteng adalah tempat ibadah bagi penganut kepercayaan tradisional Tionghoa. Karena di Indonesia penganut kepercayaan Tionghoa tradisional sering disamakan dengan penganut agama Khonghucu, maka pagoda sendiri sering dianggap sebagai tempat ibadah Khonghucu.

Bagi orang Tionghoa, pagoda tidak hanya berarti tempat ibadah. Pagoda telah memainkan peran yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat Tionghoa di masa lalu.

Selain sebagai tempat ibadah, klenteng juga sering dijadikan tempat wisata bagi wisatawan yang ingin mengetahui asal muasal bangunan tersebut.

Sebagai negara yang juga menganut agama Buddha, Indonesia memiliki banyak candi bersejarah yang dibangun ratusan tahun silam.

Kelenteng Teh Hian Thian Siang, Welahan, Jawa Tengah

Di Jawa Tengah tepatnya di Kabupaten Jepara terdapat candi tertua di Indonesia yaitu Candi Hian Thian Siang Tee Walahan.

Pagoda ini diyakini sebagai yang tertua di Indonesia karena menyimpan peninggalan Tionghoa berupa Sien Tijang (kertas bergambar Yang Mulia Hian Thiam Siang Tee). Kemudian Po Kiam (Pedang Cina), Tjioe Hwat (Kitab Pengobatan atau Ramalan) dan Hio Lauw (Tempat Abu) dibawa terlebih dahulu oleh Tan Siang Hoe.

Bersama kakak laki-lakinya Tan Siang Djie membangun klenteng tertua di Indonesia. Keberadaan Klenteng Hian Thian Siang Tee Welahan sendiri tidak lepas dari kisah perjalanan hidup Tan Siang Hoe saat berangkat ke Asia Tenggara untuk menemui saudaranya.

Sampai saat ini Klenteng Hian Thian Siang Tee Welahan masih sering digunakan untuk kegiatan religi dan wisata religi yang tidak hanya dikunjungi oleh warga Tionghoa tetapi juga oleh masyarakat adat dari berbagai daerah di Indonesia.

Kelenteng Hok Teng Ceng Sin, Jawa Tengah

Kelenteng Hok Teng Ceng Sin yang masih berada di Jepara ini dibangun pada tahun 1466 dengan bangunan utama beratap runcing tumpang tindih yang sangat khas dengan gaya Tionghoa. Bagian atas atap dihiasi dengan patung sepasang naga hijau yang tampak sedang memperebutkan permata.

Selain naga, sepasang singa Kilin atau disebut Ciok Say juga terlihat di halaman depan pagoda.

Kelenteng Hong Tiek Hian, Jawa Timur

Kelenteng Hong Tiek Hian merupakan salah satu kelenteng tertua di Indonesia sekaligus kelenteng tertua di Surabaya yang dibangun sejak tahun 1293.

Konon klenteng ini dibangun oleh pasukan Tatar pada masa Khu Bilai Khan, yaitu sekitar abad ke-13 saat kerajaan Majapahit berdiri. Bersama rombongannya, Khu Bilai Khan melakukan perjalanan ke Indonesia dan membangun rumah ibadah di sana yang ia rancang sendiri.

Kelenteng Hong Tiek Hian atau dikenal juga dengan Kelenteng Dukuh terdiri dari dua bangunan utama. Kedua bangunan ini dipisahkan oleh gang yang disebut Gang Dukuh 2. Gang tersebut memiliki gapura khas bernuansa Tionghoa dan menjadi pintu masuk utama menuju kawasan pemukiman.

Kedua bangunan Kelenteng Hong Tiek Hian ini memiliki suasana yang begitu kental dengan gaya arsitektur Cina. Hal ini terlihat pada berbagai altar yang berfungsi sebagai tempat pemujaan dengan ornamennya yang khas dan berbau kemenyan atau kemenyan.

Di lantai 1 bangunan kelenteng ini, Anda bisa melihat altar Mak Co dan Kong Co. Sedangkan di lantai 2 pagoda ini terdapat altar yang didedikasikan untuk Dewi Kwam Im, Buddha dan dewa lainnya.

Kelenteng Kim Hin Kiong, Jawa Timur

Di daerah Gresik Jawa Timur terdapat sebuah kelenteng yang dibangun sejak tahun 1153 yang menyandang Kelenteng Kim Hin Kiong. Kelenteng Kim Hin Kiong dibangun oleh orang Tionghoa yang merantau ke Gresik untuk berdagang.

Pagoda ini terletak di tengah-tengah kawasan Pecinan yang kini sudah menyatu dengan pemukiman Arab. Bentuk bangunannya sendiri tidak terlalu besar dengan dominasi warna merah dan kuning.

Terdapat pula dua patung singa dan ornamen khas Tionghoa di bagian depan pagoda. Saat memasuki teras, salah satu pagoda tertua di Indonesia ini menampilkan hiolo (tong abu untuk dupa saat berdoa) dengan ornamen kepala naga.

Di ruang utama terdapat altar bagi umat Buddha yang ingin memuja patung dewa Thian San Seng Boo. Sedangkan di sisi kanan pagoda terdapat panggung wayang Po Te Hi untuk acara budaya yang diadakan pada waktu tertentu.

Kelenteng Hok Keng Tong, Jawa Barat

Bangunan Kelenteng Hok Keng Tong terletak di Jalan Pasar Kue, Desa Panembahan, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat.

Kuil ini terlihat baru dan modern pada pandangan pertama. Hal ini bukan tanpa alasan, sebenarnya klenteng ini sudah dipindahkan dari lokasi aslinya agak ke pedalaman dari Jalan Pasar Kue dan sudah lama tidak terawat.

Kuil ini dimulai pada tahun 1389. Itu didirikan oleh sekelompok orang Cina yang melakukan perjalanan ke pantai utara pulau Jawa.

Saat itu kawasan Plered, Cirebon, masih terlihat berawa-rawa, sehingga kalangan Tionghoa menganggap situs dan tanah di kawasan itu cocok untuk membangun kawasan perumahan dan tempat ibadah.

Sayangnya, setelah ratusan tahun berdiri sejak tahun 1825-1830, Kelenteng Hok Keng Tong terpaksa vakum akibat Perang Diponegoro dan kebijakan pemerintah Hindia Belanda yang melarang pembangunan tempat ibadah.

Candi Cu Ang Kiong, Jawa Tengah

Hingga saat ini, Kelenteng Cu Ang Kiong di Rembang, Jawa Tengah masih terlihat kokoh meski telah berusia 609 tahun.

Menurut kabar, klenteng ini dibangun oleh orang Tionghoa yang berlabuh di Lasem. Mereka menggunakan kayu jati sebagai bahan utama dalam membangun klenteng.

Di kanan dan kiri klenteng terdapat serambi dan bangunan lain yang merupakan bangunan tambahan. Saat memasuki ruang tamu pagoda, pengunjung disuguhi sekilas benda-benda bersejarah yang telah ada sejak berdirinya pagoda berupa dua batang kayu jati yang digunakan sebagai penopang bangunan utama pagoda.

Secara keseluruhan, tidak ada perubahan besar pada bangunan Klenteng Cu Ang Kiong. Hanya saja klenteng pernah direnovasi pada tahun 1838 untuk meninggikan lantai klenteng akibat seringnya terjadi banjir di kawasan Lasem.

Pura Organik Caow Eng, Bali

Bukti kedatangan etnis Tionghoa di Bali dapat dilihat pada bangunan Kelenteng Caow Eng Bio yang merupakan salah satu kelenteng tertua di ujung utara Tanjung Benoa.

Candi ini konon sudah ada sejak zaman Kerajaan Badung, yakni sekitar tahun 1548. Namun, beberapa prasasti yang ditemukan di kawasan Kelenteng Caow Eng Bio justru memuat tahun yang berbeda, yaitu tahun 1882 atau pada masa pemerintahan Kaisar Guangxu.

Namun pagoda tertua di Bali ini didirikan oleh para saudagar Hainan yang melakukan perjalanan ke nusantara. Mereka mendedikasikan Kuil Caow Eng Bio untuk Dewi Shui Wei.

Candi Dewi Pengasih, Jawa Barat

Kelenteng tertua di Indonesia yaitu Kelenteng Dewi Welas Asih yang dibangun pada tahun 1595 juga berasal dari daerah Cirebon.

Pura ini memiliki gapura dengan hiasan dua buah naga di atap gapura. Di halaman depan atau setelah melewati gapura terdapat bangunan Pat Kwa Ceng yang digunakan sebagai tempat peristirahatan dan Cetya Dharma Rakhita atau tempat pemujaan.

Saat memasuki bangunan utama, pengunjung disuguhkan dengan dekorasi berupa gambar-gambar yang bercerita tentang bakti seorang anak kepada orang tuanya, siksaan para pendosa, dan cobaan.

Selain itu, Vihara Dewi Asih juga dilengkapi dengan altar Dewi Tie Kong, tempat abu dan lilin, gendang dan gantungan genta yang terletak di ruang utama.

Kelenteng Kim Tek Ie, DKI Jakarta

Kelenteng Kim Tek Ie merupakan salah satu kelenteng tertua di Jakarta yang dibangun pada tahun 1650. Berlokasi di Jalan Victory, Glodok, Jakarta Barat, klenteng ini tidak pernah sepi dikunjungi warga Tionghoa saat perayaan Imlek.

Berbagai sumber menyebutkan bahwa Kelenteng Kim Tek Ie atau lebih dikenal dengan Kelenteng Dharma Bhakti dibangun oleh Kwee Hoen sebagai letnan Tionghoa pada masa itu.

Nama Kim Tek Ie atau Pagoda Kebajikan Emas sendiri dipilih agar masyarakat selalu berbuat baik kepada semua orang terlebih dahulu daripada memikirkan kehidupan yang materialistis.

Kelenteng Boen San Bio, Banten

Kelenteng Boen San Bio memiliki bentuk bangunan yang mewah dan selalu dipenuhi oleh umat Konghucu, Buddha, dan Tao yang memujanya.

Terletak di kota Tangerang, klenteng ini dikenal sebagai salah satu klenteng tertua di Indonesia karena usianya sudah lebih dari 3 abad.

Keunikan candi Boen San Bio sendiri dapat dikenali dengan adanya dua patung burung phoenix yang mengapit manik Jagat dan patung dewa bumi.

Kedua arca tersebut konon dibawa langsung dari China oleh Lim Tau Koen, seorang pedagang yang hendak membangun vihara tersebut.

Vihara Organik Boen Hay, Banten

Juga dari daerah Tangerang adalah Kelenteng Boen Hay Bio yang dikenal sebagai kelenteng tertua di Indonesia.

Pagoda ini sangat kental dengan nuansa China yang didominasi warna merah menyala. Berbeda dengan kelenteng lainnya, Kelenteng Boen Hay Bio menggunakan patung kepiting raksasa sebagai hiasan di atap gapura. Atapnya memiliki desain arsitektur menyerupai bangunan khas Tionghoa.

Kelenteng Tjo Soe Kong, Banten

Terletak di pesisir utara Kabupaten Tangerang, Klenteng Tjo Soe Kong masih digunakan oleh umat Khonghucu untuk kegiatan keagamaan.

Bangunan megah ini ternyata memiliki beragam cerita menarik yang membuat penasaran para wisatawan.

Misalnya letusan Gunung Krakatau pada tahun 1883 yang membuat pagoda tertua ini bertahan dan berfungsi sebagai tempat berlindung bagi masyarakat setempat saat tsunami melanda.

Tak hanya itu, Kelenteng Tjo Soe Kong yang juga dikenal dengan Kelenteng Tanjung Kait juga menjadi saksi hilangnya sebuah kota kecil bernama Tuasiah akibat abrasi ratusan tahun silam.

Candi Talang, Jawa Barat

Candi Talang terletak di Jalan Talang, Desa Keprabon, Kecamatan Lemah Wungkuk, Cirebon, Jawa Barat. Pagoda ini diperkirakan sudah ada sejak tahun 1450 dan dibangun di atas lahan seluas 400 meter persegi.

Pengunjung yang ingin berwisata ke Candi Talang bisa masuk melalui gapura kayu yang beratapnya terbalik, berbentuk kapal, atau disebut pelana.

Begitu memasuki bagian depan pagoda, pengunjung langsung melihat paviliun. Dalam perjalanan menuju ruang utama terdapat patung singa bernama Genta dan Kilin yang terbuat dari batu pasir Arkose.

Ada pula ukiran ornamen kuda dengan motif tumbuhan dan hewan yang didominasi tanaman hijau serta altar utama sebagai tempat sembahyang.

Ini adalah beberapa klenteng tertua di Indonesia. Kunjungi candi-candi yang tersebar di seluruh Indonesia untuk mempelajari budaya dan sejarah yang berbeda. Hal ini tentunya dapat meningkatkan toleransi antar umat beragama di negara multikultural ini.

Source: news.google.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button