Yogyakarta

Mengoptimalkan penggunaan dana desa halaman all

akhir-akhir ini Saat itu, DPRD Aceh mengabarkan kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) bahwa banyak desa/gampong di Aceh yang menghambur-hamburkan anggaran dana desanya untuk kegiatan yang kurang produktif, yaitu pelaksanaan Bimbingan Teknis (Bimbingan Teknis). ) ke luar daerah (aceh.tribunnews.com, 26 Agustus 2022).

Menurut pembuat undang-undang, kegiatan tersebut tidak serta merta dapat dikaitkan dengan efektivitas hasil kegiatan dan kesehatan anggaran. Kegiatan yang dinilai tidak efektif dan tidak efisien itu dilakukan setiap tahun dan menelan biaya hingga Rp 50 juta per desa per tahun, atau sekitar Rp 325,8 miliar per tahun untuk 6.516 desa/gampong di Aceh.

Nomor tersebut hanya berlaku untuk satu provinsi. Bagaimana jika hal serupa terjadi di banyak provinsi di negeri ini? Tentu sangat membuang anggaran.

Baca Juga: Dugaan Korupsi Dana Desa Kerugian Negara Rp 627 Juta, Mantan Lurah Dipenjara di Gunungkidul

Pelaksanaan program dana desa dimulai pada tahun 2015. Dana desa merupakan salah satu alat APBN untuk membantu unit terkecil negara dan daerah, yaitu desa, untuk merancang dan melaksanakan pembangunan sesuai dengan karakteristik masing-masing desa.

Sampai dengan Rs.400,1 triliun dana APBN telah dikucurkan di bawah Skema Dana Desa dari 2015 hingga 2021. Bahkan di masa pandemi Covid-19, dana desa menjadi salah satu alat penting dalam menghadapi Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional (PC-PEN).

Mulai tahun 2020, sebagian dana desa (sekitar 8 persen) akan disediakan untuk penanganan pandemi dan program ketahanan pangan di setiap desa serta bantuan langsung dana desa (BLT-DD).

Berdasarkan data tahun 2022, terdapat 83.843 desa/Kelurahan di seluruh Indonesia (bps.go.id). Dari jumlah tersebut, 75.961 desa berhak mendapatkan hibah dari dana desa. Menurut peraturan, desa tidak menerima dana desa.

Dalam struktur APBN, alokasi dana desa sebesar Rp72 triliun pada tahun 2020 dan 2021 (djpk.kemenkeu.go.id; setkab.go.id). Jumlah ini tentunya relatif besar bagi masyarakat desa untuk mengembangkan desanya.

Jika setiap desa mengalami ketidakefektifan dan inefisiensi anggaran dana desa sebesar Rp50 juta untuk kegiatan non produktif seperti yang telah dijelaskan di awal artikel, maka telah terjadi pemborosan anggaran sebesar Rp50 juta dikalikan 75.961 desa atau setara dengan Rp3,798 triliun (5,28 persen dari total anggaran Dana Desa per tahun).

Penggunaan dana desa sesuai peraturan

Menurut Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Desa Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 7 Tahun 2021, dana desa diprioritaskan untuk berbagai kegiatan:

  1. Pemulihan ekonomi nasional sesuai dengan kewenangan desa (pengentasan kemiskinan; pembangunan, pengembangan dan peningkatan kapasitas pengelolaan BUMDes; dan pengembangan usaha ekonomi produktif);
  2. Program prioritas nasional sesuai kewenangan desa (pendataan desa, pemetaan potensi dan sumber daya serta pengelolaan TIK; pengembangan desa wisata; penguatan ketahanan pangan; pencegahan layu; dan pembangunan desa yang inklusif);
  3. Melakukan mitigasi dan penanganan bencana alam dan non alam sesuai dengan kewenangan Desa (termasuk mewujudkan desa bebas kemiskinan melalui BLT Dana Desa).

Berdasarkan peraturan di atas, kegiatan yang dilakukan dengan menggunakan dana desa hendaknya merupakan kegiatan yang sifatnya lebih produktif dan dapat mengoptimalkan peran serta masyarakat desa setempat dalam pembangunannya.

Program padat karya seperti pembangunan fisik seperti jalan, irigasi, saluran air, jembatan, shelter, rumah kontrakan, dan lain-lain harus diprioritaskan oleh perangkat desa.

Baca Juga: Dugaan Korupsi Dana Desa, Kejari Aceh Utara Tangkap Kepala Desa dan 2 Bendahara

Selain itu, usaha produktif lainnya seperti pinjaman modal berupa bibit dan pupuk kepada petani, penyertaan modal pada peternakan sapi potong, atau jaringan pipa air minum ala PDAM juga dapat dilakukan melalui desa dengan menggunakan dana desa.

Setiap desa juga harus mendirikan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). BUMDes diibaratkan sebagai unit usaha desa yang dapat menjadi salah satu investasi potensial dalam hal optimalisasi anggaran dana desa.

Inisiatif perangkat desa bersama warga dalam merancang kegiatan, pengembangan atau inovasi untuk kemajuan desa tentunya sangat penting bagi pembangunan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat desa.

Kejelian aparat dengan warga dan manajemen BUMDes untuk melihat potensi sumber daya alam, SDM dan kreativitas warga sangat penting.

Diharapkan inovasi dan kreativitas perangkat desa dapat menjadi tradisi yang baik bersama warga, sehingga peluang terjadinya kecurangan, penyelewengan rumah tangga atau pemborosan dana desa untuk kegiatan yang tidak produktif dapat dicegah dan dihindarkan.

Dari sudut pandang ini dan sesuai dengan peraturan yang ada, sebenarnya tidak ada salahnya melakukan kegiatan pendampingan profesional yang dibiayai dari dana desa. Namun perlu dicermati alokasi, utilitas dan efektivitas hasil kegiatan, serta efisiensi anggaran untuk kegiatan yang dilakukan.

Kita sama-sama tahu bahwa kompetensi dan kapasitas sumber daya manusia (termasuk aparatur) di desa tidak merata dan sering menjadi kendala. Kegiatan seperti bimbingan teknis diharapkan dapat meningkatkan kompetensi dan kapasitas SDM desa.

Misalnya, jika desa perlu mengembangkan pengetahuan masyarakat tentang cara mengolah hasil kebun, tentu tidak ada salahnya memberikan bimbingan teknis dengan mengundang pihak-pihak yang berkompeten. Jika kegiatan dirancang dengan sebaik-baiknya dan tidak ada niat “berbeda” dari penyelenggara, maka tidak boleh terjadi inefisiensi dan inefisiensi anggaran dana desa.

Keterbatasan kompetensi dan kapasitas SDM desa tidak boleh menjadi wilayah eksploitasi atau “arena bermain” bagi pihak-pihak tertentu, sehingga terjadi kegiatan konsultasi teknis yang tidak efektif, tidak efisien dan justru hanya menjadi pemborosan anggaran.

partisipasi dalam masyarakat

Keterlibatan masyarakat merupakan faktor penting dalam pengelolaan dana desa. Dengan demikian, pelaksanaan pembangunan desa dengan dana desa dapat berjalan dengan baik.

Warga desa tidak boleh mengabaikan kondisi yang terjadi di desanya. Masyarakat desa sebagai “pemilik dana desa” harus selalu dapat berpartisipasi, memantau dan memantau kegiatan perangkat desanya.

Hal ini juga dapat diperkuat oleh aparat pengawasan baik dari pihak desa maupun dari pihak pemerintah daerah. Ketika terdeteksi kegiatan yang tidak produktif, pemborosan anggaran dana desa, apalagi berulang setiap tahun, masyarakat dan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) di pemerintah daerah harus turun tangan.

Setidaknya masyarakat bisa menegur, memperingatkan, atau melaporkan bila ada hal atau kegiatan yang tidak normal.

Selain itu, pendidikan masyarakat juga perlu ditingkatkan. Perlu diketahui masyarakat bahwa anggaran dana desa tidak selalu digunakan untuk kegiatan pembangunan fisik saja.

Dana desa juga dapat digunakan untuk kegiatan produktif lainnya, investasi, pinjaman modal, atau kegiatan lain yang dapat meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat desa, namun tetap sesuai dengan peraturan yang ada.

Warga perlu memahami (bahkan mendetail) penggunaan dana desa di wilayahnya.

Transparansi perangkat desa juga berperan penting dalam konteks ini.

Partisipasi masyarakat sangat penting. Namun, dana desa harus digunakan sebaik mungkin untuk pembangunan desa dan meningkatkan status ekonomi dan kesejahteraan masyarakat desa.

PENAFIAN: Artikel ini adalah pendapat pribadi penulis dan tidak mewakili pandangan organisasi tempat penulis bekerja saat ini.

dapatkan pembaruan pesan yang dipilih dan berita terbaru setiap hari dari Kompas.com. Jom join grup Telegram “Kompas.com News Update” caranya klik link lalu join. Anda harus terlebih dahulu menginstal aplikasi Telegram di ponsel Anda.

Source: www.kompas.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button