mengangkat masalah lingkungan, melampaui 80 film lainnya - WisataHits
Jawa Timur

mengangkat masalah lingkungan, melampaui 80 film lainnya

Berkat karya Devano Ramadhan Pratama, Ahmad Ali Mahfud dan Muhammad Sofwan, channel YouTube Kemenparekraf sedikit berubah arah. Dimana sebelumnya ada lebih banyak iklan, selama bulan Juni mereka digantikan oleh video yang menggambarkan kerusakan lingkungan. Settingnya di Banyuwangi.

ANDIKA SATRIA PERDANA

SELEKSI membuat film dokumenter dilatarbelakangi oleh rasa penasaran dan tantangan ketiga mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) ini. Karena untuk membuat film bergenre ini, mereka harus bisa mengabadikan momen-momen penting yang terjadi di lapangan. Jika momen tersebut terlewatkan, maka akan didapatkan pemandangan yang diinginkan. “Dokumenter ini juga memberi kita lebih banyak pelajaran. Seperti bagaimana bersosialisasi, bagaimana menjangkau masyarakat, dan bagaimana memahami aturan tata krama,” ujar Devano, perwakilan tim film dokumenter Jurusan Komunikasi UMM.

Film dokumenter besutan tiga mahasiswa tersebut berjudul Menyisir Pantai Gili Ketapang. Film ini mengangkat isu lingkungan. Menampilkan kebiasaan masyarakat Gili Ketapang di Banyuwangi yang ditengarai berdampak buruk bagi lingkungan. Seperti terlalu banyak mengeruk pasir dan mengambil terumbu karang untuk membangun rumah. Masalah gunungan sampah di pantai belum juga teratasi.

Di sisi lain, pemerintah terus menjalankan program pariwisata di sana. Film dokumenternya juga mendokumentasikan kepadatan kawasan pemukiman. “Ide membesarkan Gili Ketapang datang dari manajer kami, lalu dari kami Google. Ternyata masalah sampah dan terumbu karang di sana belum selesai,” kata Devano. Ia menambahkan, semua informasi yang didapat dari internet digunakan sebagai bahan diskusi dalam film dokumenter mereka.

Untungnya, mereka tidak menemui banyak perlawanan dari penduduk setempat selama pembuatan film. Hal ini terjadi karena mereka juga terlebih dahulu meneliti budaya dan adat istiadat masyarakat sekitar. Salah satunya dilakukan melalui pembicaraan dengan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) setempat. “Saya mencontohkan pengambilan pasir pantai, kami berani wawancara saat rekaman karena menurut informasi dari masyarakat sekitar sudah lama dilarang. Masyarakat juga paham bahwa kegiatan ini menyalahi aturan, tapi tetap berjalan,” jelasnya.

Dalam beberapa saat, kata Devano, tim juga menemui orang-orang yang melarikan diri saat kamera menyoroti pelanggaran yang mereka lakukan. “Sebenarnya keluhan masyarakat sudah ada sejak lama, namun pihak terkait sepertinya belum maksimal dalam menyelesaikan masalah,” tambah Devano.

Tantangan terbesar selama syuting, kata jurusan komunikasi, cuaca sangat panas dan pemahaman tim tentang terumbu karang masih kurang. Latar belakang ketiga siswa tersebut tidak mengerti apa-apa tentang kehidupan bawah air. Beruntung, mereka mendapat bantuan dari seorang nelayan dan pejuang angkatan laut bernama Melynda. “Sesuai keterbatasan pengetahuan kami tentang terumbu karang, produksinya dibagi menjadi dua tahap. Produksi pertama kami berfokus pada sampah dan wawancara. Produksi kedua hanya fokus pada terumbu karang dan pasir pantai,” kata Devano.

Selama kurang lebih dua minggu syuting di Gili Ketapang, ketiga mahasiswa tersebut beristirahat di Kantor Pelabuhan Selatan milik Dinas Perhubungan (Dishub) Banyuwangi. Bahkan, mereka bisa saja tidur di rumah warga setempat. Tapi mereka tidak mau merepotkan warga. “Kami tidur di kantornya, tidur di sofa kantornya. Ada juga yang tidur di karpet, jadi gulung karpetnya seperti itu. Kalau menurut kami masih bisa, ya, dan gratis juga,” imbuhnya.

Setelah proses shooting selesai, ketiga siswa tersebut menghadapi tantangan selanjutnya. Anda harus menjaga plot film, tetap fokus pada masalah. Belum lagi pedoman kampus yang mengatur durasi film dokumenter maksimal 30 menit. “Kami mengakalinya dengan membuat dua versi film ini. Versi panjang pertama sedang berjalan pengawasdan versi pendek 30 menit yang disiarkan di YouTube oleh Kemenparekraf (Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif),” jelasnya.

Setelah proses mengedit Setelah selesai, mereka secara sadar mengikuti Festival Film Kemenparekraf yang bertajuk Family Sunday Film. Tujuan awalnya adalah agar masalah yang mereka angkat dapat dilihat dan diselesaikan oleh pemerintah. Namun, mereka dinyatakan sebagai pemenang pada bulan Juni dan akhirnya film dokumenter “Menyisir Pantai Gili Ketapang” ditayangkan di kanal Youtube Kemenparekraf.

Devano mengatakan, untuk bisa ditayangkan di kanal YouTube Kemenparekraf, film dokumenter yang dibuat timnya harus bersaing dengan 80 film lainnya. Film ini berasal dari berbagai komunitas di seluruh Indonesia. Bahkan jika Anda tidak mendapatkan hadiah atau Penghargaan Meski demikian, ketiga mahasiswa UMM ini tetap bangga. Karena tujuan utama film ini adalah agar pemerintah mengetahui permasalahan di Gili Ketapang, Banyuwangi. “Film ini bukan tentang menang, ini tentang bagaimana pemerintah bisa mengantisipasi dan menyelesaikan masalah,” ujarnya yakin.

Menurut Mekanisme Festival Film Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, hanya ada satu film yang tayang di kanal Youtube-nya. Itu dilakukan setiap bulan. Film garapan tiga mahasiswa UMM yang ditayangkan di kanal YouTube tersebut, telah ditonton sebanyak 71.000 kali. “Saya berharap melalui film ini pemerintah memiliki program untuk membenahi Gili Ketapang. Jadi program yang dibuat pemerintah bukan hanya untuk mempromosikan pariwisata, tapi untuk menyelesaikan permasalahan yang ada di pulau ini,” harap Devano.

Atas prestasi tersebut, Devano dan kawan-kawan mengaku tidak akan pernah melupakan jasa warga sekitar yang sangat membantu dalam proses produksi. Dia mengatakan masyarakat Gili Ketapang sangat ramah dan menghibur mereka di sana selama dua minggu. Sedikit perubahan perilaku masyarakat sekitar juga terlihat dari film tersebut. Seperti orang yang ingin mulai membersihkan sampah di pantai. “Kemudian saya diberitahu bahwa ada pihak yang ingin memberikan peralatan daur ulang plastik ke Gili Ketapang, tapi saya tidak tahu kabar selanjutnya. Ya mudah-mudahan ada perbaikan di sana,” pungkasnya. (*/melalui)

Source: radarmalang.jawapos.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button