Memikirkan pengelolaan sampah yang ideal dalam skala kota - WisataHits
Yogyakarta

Memikirkan pengelolaan sampah yang ideal dalam skala kota

Memikirkan pengelolaan sampah yang ideal dalam skala kota

jakarta

Kota Yogyakarta hanya akan menerima sampah organik di TPA mulai Januari 2023. Sampah anorganik tidak boleh lagi dibuang di depo, tetapi harus dikirim ke tempat pengumpulan di masyarakat. Harapannya, sampah anorganik dipisahkan dari rumah tangga, mengingat kemungkinan daur ulang dan daur ulang. Kebijakan yang dijuluki “revolusi sampah” oleh pemerintah kota ini ditandai dengan Gerakan Nol Sampah Anorganik 2023, sesuai surat edaran walikota Yogyakarta.

Beberapa peraturan dan anjuran pengelolaan sampah terkini merupakan petunjuk khusus bagi rumah tangga, pihak berwenang dan penyelenggara acara pengelolaan sampah. Semuanya dikirim ke pemilahan sampah anorganik dan tidak dibuang di depo/TPS. Kemudian, penguatan bank sampah menjadi manuver yang mengiringi pemilahan sampah anorganik. Pemerintah Kota Yogyakarta pernah menyelenggarakan Workshop FBS Penguatan Kelembagaan Kota Yogyakarta (Forum Bank Sampah).

Proses sampai pada kebijakan ini cukup bertahap. Setidaknya ada dua forum diskusi terfokus (diskusi kelompok terfokus/FGD) tahun ini terkait sampah, terselenggara oleh Jampiklim (Jaringan Masyarakat Peduli Iklim) Jogja yang mengundang pemerintah, komunitas dan masyarakat. Keduanya berlatar belakang masalah sampah Yogyakarta yang semakin mendesak, untuk kemudian dirumuskan solusi terbaiknya.


Darurat sampah, manajemen darurat

Puncak persoalan ini setidaknya bisa ditarik dari periode Idul Fitri pada Mei tahun lalu. Saat itu TPST Piyungan ditutup, akibatnya terjadi (lagi). Kelebihan kapasitas dan mengganggu warga sekitar. Padatnya kegiatan wisata pada saat libur lebaran menyebabkan produksi sampah meningkat. Efek langsungnya adalah terjadi penumpukan dan banjir sampah di depo dan TPS di kota.

Gaung #JogjaDaruratSampah begitu menonjol. Solusi sementara pemerintah untuk memperluas TPST di Piyungan ditentang keras warga setempat dengan tagar #MuchMoves. Sedangkan produksi sampah dari hulu belum bisa ditekan. Pada Mei 2022, Jampiklim Jogja menyatukan masyarakat, masyarakat, dan pemerintah dalam sebuah REA. Sayangnya, tidak ada solusi konkret saat itu. Sementara itu, TPST Piyungan telah dibuka kembali sambil menunggu penyelesaian lebih lanjut.

Memang, kompleksitas dan stagnasi situasi di atas mengingatkan kita bahwa darurat sampah tidak lebih dari darurat pengelolaan. Seperti di sebagian besar wilayah Indonesia, pembuangan sampah sebagian besar dilakukan melalui open landfill (timbunan sampah sederhana). Hal ini menyebabkan solusi mengalami kebuntuan ketika titik akhir tercapai Kelebihan kapasitas. Dalam jenis pengolahan ini, TPST dan TPA, yang berarti ‘stasiun pembuangan terpadu’ dan ‘stasiun penyelesaian’, pada akhirnya hanyalah nama karena tidak ada pengelolaan atau pengolahan yang terlibat dalam pelaksanaannya.

Berbagai alternatif solusi pembuangan sebenarnya bertebaran, referensinya banyak. Ada satu tahap kunci, yaitu penyortiran. Ada alasan sampah anorganik perlu dipisahkan dari sampah organik. Sampah anorganik ini (sebagian) dapat didaur ulang, sedangkan sampah organik dapat dikomposkan. Sisanya menjadi sisa sampah yang tidak dapat diolah dan akhirnya dibuang di tempat tujuan akhir.

Manajemen juga harus diingatkan tentang konsep 3R yang sederhana dan populer (mengurangi, menggunakan kembali, mendaur ulang) untuk sampah anorganik. 3R tersebut dilakukan dengan urutan pertama yaitu reduce (menggunakan produk alternatif untuk digunakan kembali), lalu reuse dan terakhir recycle, dengan prinsip pemisahan lebih awal. Sampah organik dikelola dengan cara pengomposan. Bahkan, solusi alternatif baru yang populer baru-baru ini muncul, yaitu pemanfaatan sampah organik untuk makanan belatung.


Kompleks yang (seharusnya) komprehensif

Masalah sampah merupakan krisis global, menyaingi krisis lingkungan lainnya dalam kompleksitas dan besarnya, dan terjadi hampir di seluruh dunia. Terjadi dimana-mana, karena hampir setiap aktivitas manusia menghasilkan sampah. Kompleks karena merupakan rangkaian fenomena dari hulu (produksi), konsumsi hingga hilir (pembuangan) yang melibatkan banyak pihak.

Masing-masing pihak tersebut memiliki peran dan harus mendukung penuh pengelolaan sampah yang berkelanjutan. Tanggung jawab berkisar dari aspek penting seperti regulasi dan penyediaan fasilitas hingga hal yang sangat teknis seperti teknik pemilahan sampah. Berdasarkan PP dan Permen LHK, pemerintah berperan dalam merumuskan strategi untuk memfasilitasi pengelolaan sampah. Pelaku ekonomi juga dapat menerapkan strategi pengurangan sampah. Terakhir, masyarakat harus sadar untuk mendukung strategi ini.

Kesadaran akan rantai fenomena ini dan multi-stakeholder juga harus dijaga setiap saat. Sortasi adalah area perilaku konsumen yang perlu dijaga agar tidak dirombak agar bisa diproses. Dan tentunya yang mengolah sampah anorganik dan organik harus ada dan terjangkau. Ketika itu ada, seperti di Yogya, itu ada Awal Pegiat Siklus Rapel dan Resik atau Budidaya belatung, pemerintah harus menyadari kehadirannya dan didukung atau diajak bekerjasama. Selain itu, ada bank sampah yang membutuhkan dukungan lebih karena merupakan garda terdepan bagi masyarakat dan membutuhkan dukungan untuk melaksanakannya.

Aspek pengurangan sampah juga penting. Kampanye memiliki alasan lebih sedikit sampah semakin populer: gunakan kembali gelas minum, gunakan kembali tas belanjaan, bawa wadah sendiri untuk mengurangi plastik sekali pakai. Namun aspek ini jangan hanya menunggu kesadaran masyarakat. Regulasi memainkan peran penting dan kesadaran produsen penting untuk mengurangi produksi dan menyediakan produk alternatif. Aspek pengurangan juga bisa diartikan sebagai tujuan untuk mengurangi sampah yang masuk ke TPST/TPA – seperti latar belakang Yogya saat ini.

Setelah menyadari kompleksitas penjelasan di atas, kita masing-masing harus menyadari perlunya solusi yang komprehensif. Bukan hanya hilir atau hulu. Dan semua uraian tersebut dapat digunakan untuk mempertanyakan strategi pengelolaan sampah apa saja, apakah komprehensif? Jika komprehensif, maka jargon ekonomi sirkular yang banyak digunakan bisa diwujudkan. Bagaimana Yogyakarta siap menghadapi revolusi sampah?

Abiyyi Yahya Hakim Warga kota Yogyakarta, peserta REA pengelolaan sampah di Yogya, pegiat gerakan @jejaksampah.id

IKLAN

GULIR UNTUK LANJUTKAN KONTEN

(mmu/mmu)

Source: news.google.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button