Memecah konsentrasi kunjungan ke Candi Borobudur • Radar Jogja - WisataHits
Yogyakarta

Memecah konsentrasi kunjungan ke Candi Borobudur • Radar Jogja

RADAR JOGJA – Sebanyak 601 budaya spiritual dan 196 tarian rakyat telah diidentifikasi di Kabupaten Borobudur. Penemuan ini juga sebagai upaya untuk mempercepat kemajuan budaya desa. Juga sebagai daya tarik wisata bagi pengunjung Candi Borobudur.

Sjamsul Hadi, Direktur Ketuhanan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat (KMA), Dirjen Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi, mengatakan penemuan itu berdasarkan hasil pendampingannya selama dua tahun. “Jumlah budaya spiritual dan cerita rakyat berdasarkan perjumpaan dan kenalan sejak 2021, kemudian kami tuliskan dalam tiga buku,” jelasnya kemarin (21/11) di Balkon Karangrejo.

Ia mengatakan, keberhasilan kegiatan budaya G20 September lalu merupakan puncak dari upaya bertemu dan mengidentifikasi. Diwujudkan melalui pengembangan dan pemanfaatan budaya spiritual dan disesuaikan dengan amanat undang-undang.

Langkah selanjutnya, pemerintah daerah diminta untuk berbagi budaya spiritual dan tarian kerakyatan yang ada dengan desa. Bagi desa-desa yang sudah ditata, didorong untuk menjadi bagian dari destinasi wisata budaya spiritual.

Yang terpenting, katanya, budaya spiritual dan pertunjukan kerakyatan ini dapat memecah konsentrasi kunjungan ke Candi Borobudur. Sehingga pembangunan dan pendapatan warga bisa merata ke 20 desa.

Harapannya, kegiatan seperti ini dapat terus berlanjut di masa mendatang sehingga setiap desa di Borobudur dapat merasakan pengembangan dan pemanfaatannya. Dengan semangat kebersamaan dan toleransi, ia optimis dapat mengembangkan budaya spiritual.

Fasilitator Eksotik Desa Panji Kusumah menjelaskan proses sponsorship budaya dimulai dari tahapan pertemuan, pengembangan, dan diakhiri dengan tahap pemanfaatan. Berupa festival dan pola perjalanan wisata budaya, khususnya budaya spiritual dan pertunjukan rakyat.

Pada fase perjumpaan dan identifikasi, 601 budaya spiritual diidentifikasi. Seperti ritus (siklus hidup dan siklus bulan), makanan spiritual, kesenian rakyat, perayaan. “Ritual siklus hidup dimulai dengan kehamilan, kelahiran, pernikahan, kematian, dan setelah kematian. Ritus siklus bulanan dimulai dengan Sura, Rajab dan lainnya,” katanya.

Dikatakannya, semua budaya spiritual tersebut masih ada dan dilestarikan oleh warga Borobudur. Sehingga seluruh desa menawarkan beragam potensi budaya spiritual, serta aktivitas masyarakat berupa wisata edukasi.

Selain itu, juga bisa menjadi bahan pembelajaran bagi semua orang. Termasuk perlunya belajar mandiri yang dilakukan di desa-desa dengan menggunakan metode experiential learning.

Sementara itu, dolanan kerakyatan yang teridentifikasi mulai dari dolanan bambu dan kayu, dolanan lagu hingga tanaman pisang. Ia mengatakan, para pekerja budaya mengundang para tetua, ibu-ibu bahkan anak-anak untuk membuat alat tersebut. Termasuk praktik memaknai fungsi permainan rakyat.

Kebanyakan tetua desa melupakan kendala dalam menggali budaya spiritual dan cerita rakyat ini. Ditambahkannya, jika mereka lupa, para penggerak budaya akan menggunakan model repractice atau rekonstruksi.

Ketika permainan tersebut dimainkan, akhirnya mereka dapat menemukan makna yang terkandung di dalamnya. “Kemudian ada yang tertarik, dekati lalu praktek. Namun, ternyata mereka semua bertemu karena ada sesepuh yang bercerita,” jelasnya.

Kepala Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga (Disparpora) Kabupaten Magelang Slamet Achmad Husein menyambut baik kehadiran budaya spiritual, khususnya di Kabupaten Borobudur. Karena dapat meningkatkan pendapatan warga untuk mengembangkan pariwisata dan industri kreatif di kawasan Borobudur. (ayah/ayah)

Source: news.google.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button