Mataraman Jemparingan, Panahan Melestarikan Tradisi Gaya Keraton Yogyakarta • Radar Jogja - WisataHits
Yogyakarta

Mataraman Jemparingan, Panahan Melestarikan Tradisi Gaya Keraton Yogyakarta • Radar Jogja

RADAR JOGJA – Upaya melestarikan gaya panahan tradisional masih terus dilakukan di Jogjakarta. Hal itu terwujud dalam gaya Mataraman-Jemparingan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Tidak hanya staf istana, tetapi juga masyarakat umum.

Salah satu kerabat Keraton Jogjakarta, KRT Jatiningrat, mengatakan Mataraman Jemparingan memiliki nilai sejarah yang besar. Ini adalah warisan dari Sri Sultan Hamengku Buwono I. Ini adalah teknik memanah dengan hati, bukan hanya mata.

“Salah satu pelajaran yang diberikan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I sejak ia mendirikan sekolah bernama Tamanan pada tahun 1757. Dua tahun setelah Kesepakatan Giyanti, dia mendirikan sekolah ini, mata pelajarannya ada karena ada kelas panahan,” jelasnya dalam acara panahan ala Mataraman Cup, Eka Laya di Alun-alun Selatan, Sabtu (30/7).

Pria yang akrab disapa Romo Tirun ini mengatakan, memanah memiliki nilai filosofis yang tinggi. Sri Sultan Hamengku Buwono I, lanjutnya, mengajarkan ilmu pembuatan Gandewa Pamentanging. Buka kreativitas atau rasa dalam hidup.

Pastor Tirun menjelaskan bahwa ilmu ini mengutamakan konsentrasi. Sedangkan yang dimaksud dengan penciptaan dalam ilmu ini adalah rasa. Hal ini tersirat untuk tidak melihat tujuan dengan mata fisik, tetapi dengan mata hati.

“Jadi ketika kita melihat gol, kita melihatnya dengan mata hati, bukan dengan mata fisik. Mata fisik ada hanya menebak hati kita harus hidup,” katanya.

Sedangkan nama Eka Laya sendiri merupakan bentuk penghormatan di era Sri Sultan Hamengku Buwono VIII. Berupa medali yang diberikan kepada pelatih panahan di Jogjakarta. Tradisi ini kemudian dilanjutkan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX.

“Semoga pelestarian panahan tradisional dapat bermanfaat bagi masyarakat kedepannya. Tentunya sangat terbuka bagi yang berminat dengan panahan ini,” ujarnya.

Kepala Biro Pariwisata DIJ Singgih Raharjo mengatakan, potensi tradisi ini bisa menjadi suguhan wisata. Apalagi jika disajikan secara rutin. Termasuk upaya mendidik wisatawan tentang teknik dan filosofi.

Dari segi nilai pariwisata, Jemparingan Mataraman bisa masuk dalam agenda pariwisata. Menjadi suguhan bagi wisatawan yang mencari sentuhan tradisional. Tidak hanya wisatawan lokal, tetapi juga wisatawan asing.

“Jadi acara ini dihadiri oleh ratusan peserta Bukan hanya dari Jogjakarta tapi juga luar daerah. Kemasan yang menarik juga bisa membawa wisatawan ke Jogjakarta,” ujarnya. (Dua)

Source: radarjogja.jawapos.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button