Makna di balik kearifan lokal "Salih" untuk memerangi intoleransi - WisataHits
Jawa Barat

Makna di balik kearifan lokal “Salih” untuk memerangi intoleransi

Makna di balik kearifan lokal “Salih” untuk memerangi intoleransi

Makna di balik kearifan lokal
Ilustrasi keragaman dan harmoni. ©2020 Merdeka.com/flickr.com

Merdeka.com – Bagi masyarakat Sunda di Jawa Barat, kearifan lokal merupakan unsur penting sebagai pedoman dalam kehidupan sehari-hari. Juga nilai-nilai tradisional tersebut dapat dijadikan senjata melawan intoleransi yang tercermin dalam konsep Silih Asah, Silih Asih dan Silih Asuh.

Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Jabar Rafani Achyar menjelaskan bahwa kearifan lokal “Silih” (gotong royong) merupakan tekad agar tidak terjadi berbagai bentuk perpecahan.

Artikel media taboola

“Kami di Forum Kerukunan Umat Beragama Jawa Barat selalu concern dengan kearifan lokal yang sering disebut dengan kearifan lokalujarnya dalam keterangan tertulisnya, mengutip ANTARA, Jumat (8/7).

2 dari 5 halaman

Sebagai penjaga hubungan antar manusia

Ilustrasi hak asasi manusia

Representasi keragaman/inovasiforum.co.uk

Silih asih, mengasah silih dan memupuk silih juga merupakan falsafah hidup orang Sunda sebagai perekat sosial berbagai elemen masyarakat Jawa Barat.

Menurut Rafani, konsep ini merupakan benteng pertahanan mereka, agar mereka tidak menghadapi intoleransi dan radikalisme di tengah populasi Bumi Parahyangan yang luas dan beragam.

“Jawa Barat sangat luas dan sangat padat penduduknya. Secara sosial sangat heterogen. Masyarakat dari berbagai suku dan agama di tanah air bisa hidup bebas di Jabar,” jelasnya.

3 dari 5 halaman

Rangkullah semua kepercayaan

Meski didirikan oleh tokoh agama Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Budha dan Khonghucu, FKUB juga memasukkan tokoh Sunda Wiwitan sebagai bagian dari FKUB.

Menurutnya, hal ini karena tirakat, tirakat dan tirakat telah diterima dan dipahami oleh seluruh pemeluk agama dan kepercayaan yang ada di Jawa Barat, sehingga tidak membeda-bedakan.

Berdasarkan literatur, Sunda Wiwitan merupakan kepercayaan masyarakat Sunda dan kepercayaan ini sudah ada sebelum ajaran Hindu, Budha dan Islam masuk ke Jawa Barat.

Hingga saat ini penganut Sunda Wiwitan tinggal di wilayah Kasepuhan Ciptagelar Cisolok Sukabumi, Kampung Naga Tasikmalaya, Cigugur Kuningan, Kampung Adat Cireundeu Cimahi dan Kabupaten Bogor.

4 dari 5 halaman

Menjadi pedoman hidup warga Jawa Barat

Berdasarkan hasil diskusi dan interaksi dengan pemeluk agama dan kepercayaan di Jawa Barat, Rafani mengatakan warga meyakini bahwa kearifan lokal “Silih” merupakan cerminan sikap kebhinekaan yang perlu dijunjung tinggi.

Namun, serangkaian survei menemukan bahwa toleransi beragama di Jawa Barat masih rendah. Ada survei yang menemukan bahwa Indeks Kerukunan Umat Beragama di Jawa Barat menempati urutan ketiga terendah di negara ini.

“Kami di Forum Kerukunan Umat Beragama Jawa Barat menanggapi sejumlah jajak pendapat ini dengan pikiran terbuka,” katanya.

Ia menambahkan, atas nama lembaga, FKUB mengusulkan kepada Pemprov Jabar untuk melakukan survei independen.

Dari hasil survei Pusat Penelitian dan Pengembangan Keagamaan (Balitbang Kemenag) Kementerian Agama pada tahun 2021, Rafani Achyar mengatakan bahwa Indeks Kerukunan Umat Beragama di Jawa Barat menempati peringkat ke-20 secara nasional, bukan terendah ketiga.

5 dari 5 halaman

Arti dalam “Salih”

Mengutip laman Universitas Pendidikan Indonesia, Jumat (7/8), tiga unsur “Salih” itu merepresentasikan kehidupan masyarakat Sunda yang penuh dengan keragaman. “Menajamkan pensil” mencoba untuk berbagi informasi atau pengetahuan satu sama lain untuk menerangi pengetahuan bersama.

“Compass Compassion” adalah sikap saling menyayangi. Membangun cinta antara lain adalah sikap mulia yang diajarkan oleh nenek moyang dan nenek moyang kita bapak pendiri kita pernah.

Dalam ‘silih asuh’ adalah sikap saling menjaga, saling menjunjung tinggi kehormatan, saling menjaga harkat dan martabat.

Sehingga makna keseluruhan dari konsep “Salih” ini menekankan pada nilai kebersamaan agar secara bersama-sama dapat maju dalam intelektualitas (mengasah), kekuatan afeksi yang selalu muncul dalam segala bentuk hubungan individu satu sama lain (penyayang) dan sikap saling peduli sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam menciptakan harmonisasi kehidupan (jaga dirimu).

[nrd]

Source: www.merdeka.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button