Makan Corn Omelet di Custom Fish Market, Eh..Tokyo - WisataHits
Jawa Timur

Makan Corn Omelet di Custom Fish Market, Eh..Tokyo

Catatan Arif Afandi dari Tokyo

Kali ini ke Tokyo lebih untuk jalan-jalan. Secara resmi, dia hanya ingin mengunjungi Dubes Indonesia di Tokyo, Heri Akhmadi. Politisi diplomat kelahiran Ponorogo, Jawa Timur. Sebelum dia berangkat bertugas di tengah pandemi Covid-19, saya berjanji akan menjenguknya.

Sebenarnya ada acara resmi. Tapi itu hanya satu hari. Bersama Direktur Komersial dan Pengembangan Usaha PT Smelting Irjunawan P Radjamin. Acara resmi bertemu anggota MMC (Perusahaan Bahan Mitsubishi), pemegang saham pengendali PT Smelting.

Datang juga ke acara resmi ini bersama grup pemilik Konsultan pajak tip pajak Muhammad Fajar Putranto. Ia didampingi dua orang karyawannya

Teguh Wisnu Purbaya dan Wawan Setyo Hartono. Turut hadir adalah Senior Advisor PT Smelting Sudarmadi Sulistiyo.

Berikut kunjungan selama seminggu dengan hanya satu hari acara resmi. Jadi ada lebih banyak acara jalan-jalan di Tokyo. Ibu kota Jepang ini memang menarik untuk dikunjungi. Ada banyak tempat wisata tradisional dan modern yang bisa menyegarkan mata.

Kali ini saya juga menemani istri saya untuk lebih mengenal kota Tokyo. Baik dengan berjalan kaki atau dengan kendaraan yang disiapkan. Dengan rombongan terbatas dari Jakarta, Selasa 12 November 2022.

Kuil Senso-ji yang megah di Tokyo selalu dipadati turis.  (Fotoarif afandi/Ngopibareng.id) Kuil Senso-ji yang megah di Tokyo selalu dipadati turis. (Fotoarif afandi/Ngopibareng.id)

Senso-ji, lampu lalu lintas Tokyo

Sesampainya di Minggu pagi, saya dan rombongan mengunjungi salah satu kuil tertua di Tokyo. Kuil ini dikatakan sebagai tempat paling efektif untuk berdoa bagi kepercayaan orang Jepang. Ada konglomerat Jepang yang besar membangun sesuatu di daerah ini karena mereka kaya setelah berdoa di kuil ini.

Ya, di Surabaya saat kita menuju area lampu lalu lintas. Tempat di mana salah satu Wali Songo – penyebar Islam di Jawa – bernama Raden Rahmat dimakamkan. Makam Penjaga yang menjadi tujuan wisata religi paling populer di Surabaya hingga saat ini.

Ada banyak mitos di setiap destinasi wisata religi. Begitu juga di Kuil Senso-ji. Kuil Buddha di Asakusa, Jepang ini selalu ramai dikunjungi orang. Baik untuk sholat maupun untuk perjalanan. Ada banyak fasilitas pendukung yang menyenangkan.

Misalnya mitos air suci. Sebelum memasuki bangunan kuil utama, setiap pengunjung wajib mencuci tangan dan kaki sebelum memasuki Aula Osuisha. Ini adalah bangunan yang diyakini sebagai tempat penyucian bagi mereka yang mempercayainya.

Begitu juga di makam Sunan Ampel. Sebelum memasuki makam juga terdapat gentong alis yang konon airnya membawa berkah. Berbeda dengan Senso-ji yang hanya mencuci tangan dan kaki, di Makam Ampel air dalam tong digunakan untuk minum. Umumnya pengunjung yang memasuki makam sudah terlebih dahulu berwudhu alias bersuci.

Ada patung meriam di Kuil Senso-ji. Patung ini merupakan simbol dari Dewi Belas Kasih. Karena itu, kebanyakan orang Jepang datang ke kuil ini dengan harapan diberkati oleh dewi belas kasih. Seperti konglomerat elektronik di Jepang yang mengaku beruntung dan sukses karena berdoa di kuil ini.

Toko-toko cinderamata dan oleh-oleh berjejer rapi di sepanjang jalan menuju pura. Juga toko kuliner yang menjual makanan ringan. Gerbang kuil berwarna merah dengan lampion seberat 700 kg. Secara umum, gerbang kuil di Jepang berwarna merah.

Bedanya, area Kuil Senso-ji dan sekitarnya tertata rapi dan bersih. Siapapun akan merasa tidak nyaman membuang sampah sembarangan. Setiap daun yang berguguran dihisap petugas dengan mesin penyedot. Bersih dan teratur. Benar-benar mencerminkan tempat yang dianggap keramat.

Lampu lalu lintas juga semakin rapi dari hari ke hari. Terutama di sekitar lampu lalu lintas makam Sunan. Penjual suvenir dan makanan juga berjejer di jalan menuju masjid dan makam. Namun, jalannya kecil. Seperti kebanyakan jalan di desa-desa Arab. Dalam hal kebersihan, masih ada perjuangan keras yang harus dilakukan.

Salah satu gang di area Kuil Senso-ji.  (Fotoarif afandi/Ngopibareng.id) Salah satu gang di area Kuil Senso-ji. (Fotoarif afandi/Ngopibareng.id)

Tsukiji, ini bukan Pasar Ikan Pabean

Keesokan harinya saya mengunjungi Pasar Ikan Tsukiji. Jangan salah mengucapkan Mukidi. Ini adalah pasar legendaris di tengah Tokyo. Terletak di Distrik Tang, tidak jauh dari pusat perbelanjaan paling trendi di Tokyo: Ginza.

Kali ini saya hanya jalan-jalan bersama istri saya Tjahjani Retno Wilis. Ini adalah pertama kalinya Anda mengunjungi Tokyo. Dia berada di Jepang. Namun hanya ke kota Koci, sister city Kota Surabaya. Kota yang memperkenalkan sistem pengelolaan sampah bagi warga Surabaya.

Jaraknya hanya 600 meter dari properti kami. Courtyard By Marriott Ginza Hotel. Dengan suhu 16 derajat Celcius, pagi itu masih nyaman untuk jalan-jalan. Anggap saja sebagai olahraga pagi. Jalan sehat sangat mahal. Bayangkan berapa biaya perjalanan Surabaya-Tokyo.

Ini adalah pasar ikan tertua dan terbesar di Jepang. Beberapa bahkan menyebutnya yang terbesar di dunia. Sebelum pelelangan ikan dipindahkan tentunya. Jelang Olimpiade Tokyo beberapa waktu lalu. Kini sisa pasar ikan juga menjadi pusat kuliner.

Jangan anggap pasar ikan ini sebagai Pasar Ikan Pabean. Pasar ikan legendaris di Surabaya. Yang sebenarnya bisa ditata menjadi destinasi wisata yang seru. Selain itu, tempatnya juga tidak jauh dari lokasi wisata religi Makam Sunan Ampel.

Meski pasar ikannya segar, tempatnya bersih. Tidak ada bau amis dari ikan yang dijual. Pasar yang saya kunjungi terdiri dari tiga blok. Ada tiga jalur yang tembus dari depan pasar. Setiap jalur dipagari dengan pedagang ikan dan hasil pertanian.

Anda bisa memesan makanan di Pasar Ikan Tsukiji.  (Fotoarif afandi/Ngopibareng.id) Antrian untuk memesan makanan di Pasar Ikan Tsukiji. (Fotoarif afandi/Ngopibareng.id)

Suasananya lebih mirip pasar Blauran di Surabaya. Banyak penjual makanan. Mulai dari ikan laut bakar hingga makanan ikan mentah yang dikenal sebagai sashimi. Juga banyak makanan sushi depot, makanan nasi gulung ikan.

Kalaupun sarapan di hotel, bau makanan di pasar ikan benar-benar menggoda. Begitu masuk, saya sudah tergoda dengan telur dadar jagung. Saya juga membeli yang ditusuk seperti sate. Harganya 360 yen atau sekitar 40.000 rupee. Rasanya enak. Manis, lembut dan gurih jadi satu.

Tidak hanya ikan dan hasil pertanian yang dijual di pasar ini. Tak hanya banyak tempat kuliner dengan antrean panjang yang ingin makan di mana-mana. Namun ada juga yang menjual pisau pemotong ikan dan berbagai peralatan dapur untuk memasak.

Tapi sungguh aroma makanan yang terus memikat Anda ke setiap sudut pasar ikan. Setiap blok memiliki banyak restoran dengan antrean pelanggan. Dilihat dari antrean panjang, ini sepertinya tempat yang bagus untuk makan. Ada juga penjual tahu goreng yang digemari banyak orang.

Saya tergoda untuk mencoba toko bernama Marukita. Ini bukan fanstand poligami. Untuk nama warung ini bisa disamakan dengan warung milik istri kedua atau ketiga suaminya di Jawa. Maru berarti istri laki-laki lain dalam bahasa Jawa.

Kembali ke Marukita. Ini adalah stand sate seafood. Makanan laut panggang. Seperti udang, cumi, sisik dan tiram. Kami biasanya menyebut dua kerang atau tiram terakhir. Sangat lezat.

Semua ini hanya dimakan tanpa nasi. Bahkan tanpa bumbu. Namun, karena semua jenis makanan laut baru dipanggang, rasanya enak. Pedas, lembut dan kesegarannya terlihat.

Tusuk sate ikan laut bakar di Pasar Ikan Tsukiji.  (Fotoarif afandi/Ngopibareng.id) Panggangan sate ikan laut di Pasar Ikan Tsukiji. (Fotoarif afandi/Ngopibareng.id)

Meski makan di selasar di tengah pasar, harganya lumayan.

Serasa Restoran Seafood Layar terkenal di Surabaya. Saya makan bersama udang, sate cumi, daging sapi dan tiram, harganya Rp 660.000. Cukup mahal untuk ukuran tas kami.

Sayangnya, tidak banyak pasar kita yang bisa menjadi tujuan wisata. Terutama restoran. Meski begitu, masih banyak orang yang rela mengeluarkan uang. Untuk petualangan lidah dan perutnya. Yang kadang bisa beli berapa untuk secukup rasa.

Saya juga akan sering rindu pergi ke Pasar Pabean saat pasar bersih dan banyak makanan enak, seperti pasar di Tsukiji. Pasar dengan aroma ikan dan daging panggang. Bukan bau amis ikan yang sudah mati berkali-kali dari laut ke pasar. (kelanjutan)

Source: news.google.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button