Kunjungan ke Pekong Laut, tujuan wisata dan religi - WisataHits
Jawa Barat

Kunjungan ke Pekong Laut, tujuan wisata dan religi

Kunjungan ke Pekong Laut, tujuan wisata dan religi

Kuil Bakti Dharma Xiao Yi Shen Tang berdiri di tengah laut. Tak heran jika pura ini sering disebut Pekong Laut. Tempat ini bukan hanya tempat ibadah tetapi juga tujuan wisata.

Arief Nugroho, Sungai Kakap

LUMPUR Tak henti-hentinya ia mengabadikan momen saat kapal wisata yang ditumpanginya mendekati dermaga Vihara Dharma Bakti Xiao Yi Shen Tang di desa Sungai Kakap, Kubu Raya. Dosen Universitas Katolik Parahyangan Bandung itu mengaku takjub melihat keberadaan pura yang berdiri kokoh di tengah laut.

“Terus terang saya heran. Sebelum saya datang ke sini saya telah membaca literatur tentang candi ini dan tidak ditemukan di daerah lain,” katanya Pos PontianakKamis (12/1) siang.

Hari itu, Mire dan keluarganya sengaja berkunjung. “Unik. Karena pura ini tidak hanya dibangun di tengah laut, tapi juga dibangun oleh masyarakat setempat. Nuansa toleransinya kental,” katanya. Konon pura yang berada di tengah laut ini adalah satu-satunya di dunia.

Selain mengabadikan momen tersebut di ponselnya, ia juga menyempatkan diri untuk berdoa bagi leluhurnya di pelaminan di pelataran pura. Soalnya, sore ini Kuil Xiao Yi Shen Tang tidak dibuka. Meski berada di pelataran, hal itu tidak mengurangi kekhidmatannya saat berdoa.

Matahari mulai meninggalkan perlombaan. Kilau jingga yang menghiasi langit di sekitar candi menambah indahnya suasana. Para pengunjung yang datang semakin tercengang.

Untuk menuju pura ini, Anda hanya bisa menggunakan satu jalur air yaitu menyewa perahu motor atau menggunakan perahu wisata dari Muara Sungai Kakap. Muara ini berada tepat di hamparan Laut Cina Selatan.

Anwar, pemilik perahu wisata, mengatakan menjelang Imlek cukup banyak warga yang mengunjungi klenteng ini, baik untuk beribadah maupun sekedar jalan-jalan. Dia kebanjiran pesanan dan membawa turis ke sana.

“Ini adalah kuil laut. Dan satu-satunya di Asia Tenggara, bahkan di seluruh dunia,” ujar Anwar.

“Alhamdulillah penghasilan bulanan bisa mencapai Rp 20 juta. Jadi jelang imlek biasanya banyak pengunjung,” imbuhnya.

Anwar sendiri sudah melakukan pekerjaan ini sejak 2019, saat berinisiatif membeli perahu wisata dengan tujuan melayani pengunjung atau warga yang ingin sembahyang di pura.

“Pada hari-hari biasa, pengunjung hanya meminta untuk diajak berkeliling candi. Tapi ada juga yang berhenti untuk beribadah,” ujarnya.

Untuk naik perahu wisatanya, pengunjung dikenakan biaya Rp 25.000 per orang untuk rute keliling candi. Jika singgah di pura sementara, tarifnya Rp 30.000 per orang.

“Ketika saya mampir, pengunjung saya beri waktu antara 15 sampai 30 menit untuk menikmati keunikan bahkan panorama di sekitar candi,” jelasnya.

Klenteng Dharma Bakti Xiao Yi Shen Tang juga biasa disebut Klenteng Hian Bu Ceng Tua yang berarti tempat berkumpulnya para dewa. Pura ini dibangun sekitar tahun 1969 dengan kayu ulin atau kayu belian atau kayu ulin yang sangat kuat.

Pilar-pilar kayu menopang bangunan seluas 400 meter persegi ini, seolah-olah muncul dari laut. Oleh karena itu sering disebut Pura Timbul atau Pekong Laut.

Menurut cerita, Pekong ini dibangun oleh seorang nelayan yang sebelumnya bermimpi menerima pesan dari para dewa untuk membangun rumah ibadah di tengah laut.

Pekong dibangun sebagai persembahan kepada dewa atau jenderal laut yang selalu menemani para nelayan saat mencari ikan.

Tempat ibadah yang dibangun berbentuk Pekong karena 80 persen masyarakat Muara Kakap adalah keturunan Tionghoa Tiociu dan keturunan Khek (Hakka).

Nenek moyang masyarakat di daerah ini berasal dari Guangdong, China. Masyarakat Muara Kakap mengidentifikasi diri sebagai Cinday, singkatan dari Dayak Tionghoa.

Bangunan candi yang menghadap ke timur didominasi warna merah pada atap dan biru pada dinding. Dewa utama atau tuan rumah Pekong Laut adalah Guan Gong.

Di bagian depan bangunan utama terdapat sepasang tiang bertema naga yang menopang atap. Di bagian atas pintu masuk terdapat tanda dengan tulisan kanji (Xiao Yi Shen Tang), yang secara harfiah berarti “kuil yang didedikasikan untuk Tuhan”.

Ada tiga pintu masuk ke bagian dalam candi. Setiap pintu memiliki lukisan dua dewa pintu, Qin Qiong dan Yuchi Gong, serta Shen Shu dan Yu Lei.

Di bagian atas bangunan candi juga terdapat simbol-simbol mitologi Tionghoa, misalnya tiga bubungan yang melambangkan trinitas langit, bumi, dan manusia.

Di atas dua atap pagoda terdapat sepasang naga putih tiruan yang mengapit mutiara. Naga itu sendiri adalah binatang suci dari mitologi Tiongkok, mewakili unsur Yang, dan simbol kekuatan tertinggi dan keberuntungan. Sedangkan mutiara melambangkan kesehatan dan kesejahteraan.

Di sisi lain atap ada sepasang burung Phoenix yang melambangkan unsur Yin, sebagai lambang kebajikan, kebaikan dan kerendahan hati.

Source: news.google.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button