Kuliner Dodol Betawi Khas Jakarta Gula Merah dari Purwokerto, Pembuat Orang Tangerang - WisataHits
Jawa Tengah

Kuliner Dodol Betawi Khas Jakarta Gula Merah dari Purwokerto, Pembuat Orang Tangerang

TEMPO.CO, jakarta – Di balik rasanya yang manis dan tampilannya yang sederhana ternyata terdapat proses yang relatif panjang yang membutuhkan kesabaran. Itulah kesan yang Anda dapatkan ketika mempelajari produksi Dodol Betawi, salah satu kuliner khas Jakarta yang lebih berkelanjutan.

Satibi, penggiat bisnis Dodol Betawi, mengatakan kembang gula membutuhkan empat bahan utama, yakni gula merah, ketan putih, santan, dan air. Dia membeli gula merah langsung dari petani di Purwokerto, Jawa Tengah. Gula ini dicairkan kemudian ampasnya disaring sebelum dicampur dengan bahan lain.

Satibi memilih gula merah daripada gula putih karena dia ingin orang-orang dengan masalah gula darah menikmati dodolnya. Ia juga ingin mereka yang ingin menurunkan berat badan bisa makan produknya dengan percaya diri.

Menurut Satibi, manisnya gula merah tidak melebihi gula putih, sehingga tidak menimbulkan rasa mual.

Bahan lainnya, beras ketan putih direndam semalaman lalu ditiriskan selama 2-3 jam pada pagi harinya. Satibi tidak mencampurkan ketan dengan nasi agar teksturnya lembut dan tahan hingga seminggu.

Keempat bahan dicampur dan diaduk selama 8-12 jam, sesekali memeriksa kondisi pembakaran. Proses ini membutuhkan kesabaran dan tidak semua orang mampu membelinya. Tidak hanya kesabaran, menguleni adonan dodol juga membutuhkan banyak tenaga, kata Satibi. Adonan dodol harus diaduk merata sampai ke bawah atau tidak hanya bagian atasnya.

Alvin, 19, seorang kolaborator produksi Lunkhead Satibi, bercanda mengatakan tidak perlu melakukan push-up untuk melatih otot lengan dan tangannya. Dia mengatakan itu cukup untuk mengaduk 20 kilogram Dodol dalam kuali besar selama delapan jam.

Pemuda asal Cilodong ini telah bergelut dengan dunia Dodol Betawi dan makanan khas Jakarta lainnya seperti Geplak, Bir Pletok dan Kerak Telor selama setahun.

Ini adalah pekerjaan pertamanya sejak SMA. Alvin mengaku ingin mandiri dan selama ini nyaman bekerja sebagai pembuat dungu.

Menguleni bagian adonan yang paling keras membuat dodol

Dalam acara yang bertajuk Festival Seni Budaya Silat Tradisional yang diadakan di kawasan Bukit Duri Tebet, Jakarta Selatan akhir pekan lalu, ia menunjukkan kemampuannya meracik adonan bodoh dalam kuali besar.

Menurutnya, bagian tersulit adalah menguleni adonan dodol, bukan mencampur bahan. Selain terus diaduk, Alvin juga harus menyesuaikan besar kecilnya api.

“Yang paling penting adalah Anda tahu api ketika Anda mengaduk. Apinya kecil, tahan lama. Kalau apinya besar, cepat menyala dan harus cepat diaduk,” ujarnya sambil menjelaskan teknik pencampuran adonan dodol.

Over Three Dollars bersama Alvin Dede (40) juga menyadari pentingnya kesabaran saat mengerjakan adonan. Saat adonan menjadi lebih tebal, lebih banyak kekuatan yang dibutuhkan. Belum panas yang menyerang karena lama berdiri di depan ketel.

Hembusan angin dari ventilasi di sekitar dapur menjadi penangkal panas saat matahari semakin terik.

Ketika dia lelah, dia sesekali berbicara dengan rekan-rekannya, yang juga bertanggung jawab untuk menguleni adonan. Biasanya satu orang bertanggung jawab untuk boiler. Berbeda dengan sebelum Ramadhan Idul Fitri, satu orang dapat menangani dua kuali.

Produksi Betawi-Dodol sedang berlangsung, sehingga orang-orang dari berbagai usia dan latar belakang dapat terus menikmatinya. Namun, ada satu kekhawatiran yang tersembunyi, yaitu hilangnya generasi penerus asli Betawi.

Salman yang akrab disapa Pidet yang membantu usaha Satibi yang tolol itu sedih karena sebagian besar pegawainya berasal dari luar suku Betawi.

Pembuat Kosambi Tangerang

Pria Betawi asal Dadap, Kosambi, Tangerang ini mengaku tidak pesimis. Namun, saat melihat petugas mencampur bahan dodol dan mengaduk si dungu di atas kompor, yang bukan orang Betawi, kekhawatirannya muncul.

Ia bahkan mengatakan hanya 1-2 dari 100 orang Betawi yang berpikir untuk mengembangkan atau mendapatkan Betawi-Dodol. Dia kemudian bertanya mengapa orang-orang di luar Jakarta lebih tertarik untuk belajar bagaimana menjadi bodoh.
Sepanjang tahun

Satibi mendirikan perusahaan manufaktur dodole pada tahun 2005 di daerah Cilodong, Depok, Jawa Barat. Ia memahami bahwa Dodol adalah salah satu masakan musiman Betawi. Tapi dia bertekad untuk menghasilkan makanan ringan sepanjang tahun.

Dia tidak yakin pada awalnya, tetapi usahanya membuahkan hasil, setidaknya sampai hari ini.

Berbagai kontribusi ia terima dari tokoh Betawi dan konsumen produknya. Ia pun mencoba mencari tahu sendiri komposisi bahan tersebut, termasuk melalui serangkaian eksperimen.

“Hampir sering berubah. Jika Anda mengikuti pembeli untuk pembeli, tidak ada akhirnya. Ya, kami unik, Dodol kami rasanya seperti itu,” kata Satibi.

Dalam satu hari ia bisa memproduksi 100-120 kg Dodol dari dua ceret besar yang dijual melalui reseller. Kebanyakan reseller ini berasal dari Jakarta.

Di akhir pekan, Satibi menjual produknya melalui acara yang dia hadiri. “Yang penting kita tidak putus asa, sabar, terus maju,” ujarnya mengingat modal usaha pertamanya berasal dari menjual perhiasan putri pertamanya.

Saat Ramadan dan menjelang Lebaran, Satibi biasanya memproduksi dodol dalam 15-20 kuali besar.

Strategi periklanan yang baik adalah salah satu kunci sukses bisnis Satibi. Selain rutin mengikuti berbagai festival kuliner khas, ia juga beberapa kali memperkenalkan Dodol dan kuliner Betawi lainnya melalui program di sekolah-sekolah.

“Pengenalan Masakan Tradisional Indonesia di Sekolah Korea. Alhamdulillah responnya baik. Ada beberapa pengenalan makanan khas daerah untuk anak sekolah. Orang luar senang saja melihat produk (Betawi),” katanya.

usulan pemerintah

Selain Idul Fitri dan Ramadhan, dodol juga umumnya disajikan pada acara-acara penting seperti hajatan masyarakat. Selain di acara-acara tersebut, Dodol masih bisa ditemukan di sejumlah festival budaya yang diselenggarakan oleh pemerintah dan swasta di berbagai daerah termasuk Jakarta Selatan.

Kepala Suku Dinas Pariwisata dan Industri Kreatif Jakarta Selatan Rus Suharto mengatakan, tujuan para pelaku usaha selama festival tidak hanya sebatas menjual produk. Mereka juga perlu memikirkan keberlangsungan bisnis mereka. Di sinilah menjaga komunikasi dengan pelanggan sangat penting.

“Bagaimana pelaku usaha menjalin komunikasi dengan pembeli agar bisa terus berlanjut. Pelayanan pelanggan. Berikan kartu nama. Jadi gunakan metode manajemen. Misalnya, produk harus berbicara tentang 5 P (produk, harga, tempat, promosi, dan orang),” katanya.

Selain festival, menurut Rus, peran serta perusahaan pariwisata seperti hotel diperlukan untuk menawarkan masakan Betavi, misalnya saat menerima tamu atau memasukkannya dalam paket perjalanan.

“Jakpreneur membuat Lunkhead yang dijual ke pelaku bisnis pariwisata untuk tamu hotel atau cafe food sebagai dessert, menjadikan paket sebagai pembayaran biaya. Itu sama-sama bagus karena operator ekonomi dan operator ekonomi,” katanya.

Rus mengatakan, Sudin Parekraf menggalakkan bisnis, termasuk bidang kuliner, yang memiliki nilai tambah. Ada inovasi mulai dari materi hingga presentasi baru yang dihadirkan di sini oleh para pelaku ekonomi. Misalnya dodol ditambah dengan bahan-bahan seperti belimbing atau salak, seperti: B. Pengusaha didukung oleh Sudin Parekraf Jakarta Timur.

Satibi adalah penggiat bisnis kuliner tradisional yang berupaya melakukan inovasi produknya untuk menambah nilai. Bukan soal selera, ia berencana membuat dodol seukuran permen agar bisa digigit konsumen. Namun, dia masih cukup sabar untuk mewujudkannya. Semoga dalam waktu dekat, harap Satibi.

Baca Juga: 8 Makanan Betawi yang Wajib Kamu Coba, Dari Pucung Gabus Hingga Kerak Telor

Source: metro.tempo.co

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button