Krisis iklim mengancam kawasan pesisir, Tambaklok Semarang mulai tenggelam - WisataHits
Jawa Tengah

Krisis iklim mengancam kawasan pesisir, Tambaklok Semarang mulai tenggelam

JAKARTA, KOMPAS.TV – Perubahan iklim telah menyebabkan kenaikan muka air laut di sejumlah wilayah pesisir di Indonesia, termasuk Tambaklok di Kabupaten Semarang Utara. Tenggelamnya pantai utara Semarang menunggu langkah Pemerintah Kota Semarang untuk mencari solusi terbaik bagi kehidupan sosial ekonomi masyarakat setempat.

Penurunan tanah di pantai utara pulau Jawa telah menenggelamkan sebagian besar kota di sepanjang pantai termasuk Cirebon, Pekalongan, Surabaya, Jakarta, Bekasi, Demak, Semarang, dan wilayah pesisir lainnya diperkirakan akan menyusul.

“Cirebon, Pekalongan, Semarang, dan Surabaya adalah kota-kota di pesisir utara Jawa yang paling rawan terhadap penurunan muka tanah secara ekstrem pada tahun 2050,” kata Eddy Hermawan, pakar penelitian utama di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), dalam webinar, seperti dikutip dari Kontan, Kamis (15.9.2021).

Merujuk pada data Intergovernmental Panel on Climate Change dan Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) pada tahun 2021, kawasan Asia Tenggara akan terkena dampak yang cukup parah. Hal ini dibuktikan dengan tenggelamnya pantai utara Pulau Jawa yang menjadi ancaman nyata.

Surutnya pantai di Asia Tenggara dari tahun 1984 hingga 2015 telah mengakibatkan hilangnya wilayah pesisir. Proyeksi tersebut menggambarkan bagaimana rata-rata permukaan laut regional telah meningkat.

“Akibatnya, banjir lebih sering terjadi di wilayah pesisir. Ditambahkan ke ini adalah Tingkat Ekstrem Air Total (Tingkat air total yang ekstrim/ETWL) lebih tinggi di dataran rendah dan erosi pantai mulai terjadi di sepanjang pantai berpasir,” kata pakar iklim dan meteorologi BRIN Edvin Aldrian dalam webinar yang diadakan BRIN, Kamis (16/09/2021).

Baca Juga: Ini adalah hasil dan peristiwa penting dari KTT Perubahan Iklim PBB COP 27 di Mesir

Edy Satikno, ketua RT 05 RW 16 Tambakrejo, membenarkan adanya penyusutan bibir pantai. Menurutnya, mereka masih memiliki pantai 12 tahun lalu, tapi sekarang mereka tidak bisa melihatnya. Bahkan, mereka harus meninggalkan kerabatnya yang sudah meninggal, terkubur di kuburan karena naiknya permukaan laut, hingga tenggelam.

“Pasirnya luas di bawah tahun 2000, ada lagi lapangan sepak bola. Saat diadakan lomba dayung di sana, masih ada kegiatan wisata. Dari tahun 2000 terasa sedikit. Kok pantai luarnya selesai di sini (tahun) 2010,” kata Edy.

Berdasarkan penelusuran tim reporter Kompas TV di Tambakrejo, Kelurahan Tanjung Mas, Kecamatan Semarang, Kota Semarang, Jawa Tengah, permukiman padat penduduk sudah bukan daratan lagi, tambak tergenang air laut pada 15 Oktober 2022. Kondisinya tidak sama dengan 12 tahun lalu.

Sejumlah rumah penduduk setempat diterjang gelombang dahsyat tersebut. Ironisnya, sebagian warga harus meninggalkan rumahnya dan mencari sumber penghidupan lain.

“Yang pindah biasanya (yang) punya pekerjaan di darat. Ada 50-100 keluarga yang generasi mudanya bekerja di darat. Karyawan, pejabat, aparatur (yang) tidak ada hubungannya dengan laut. Nelayannya masih (di sini) di sini,” jelas Slamet Riyadi, ketua RW 16 Tambakrejo.

Selain itu, karena kawasan tersebut merupakan kawasan industri, dampak kenaikan permukaan air laut, abrasi, dan penurunan muka tanah akibat eksploitasi air tanah telah memutus akses bagi 1.700 orang.

“Kebutuhan air (industri) luar biasa. Jadi jika kita mengkorelasikan area penurunan tanah dengan area industri. Siapapun yang benar-benar membutuhkan air menggunakan air tanah,” jelas Heri Andreas, peneliti geodesi ITB.

Rumah Ketua RT 05 RW 06 Tambakrejo Edy Satikno yang berulang kali terangkat akibat banjir rob. (Sumber: Kompas TV/Glenys Octania)

Sedangkan sebagian besar warga yang berprofesi sebagai nelayan tidak bisa jauh dari pesisir. Sejumlah warga lebih memilih untuk tinggal dan menyisihkan uangnya untuk membangun rumah agar dapat menekan biaya operasional.

“Saat itulah masuk Rp 10 (juta). Itu saja, yang 6×3 kemarin ada 4 batu. Selain itu, bisa hemat, saya bisa melakukannya sendiri, rumah terendah saya lebih rendah. Saya terpaksa mendobrak postingan ini agar lebih bisa dilakukan,” kata Ketua RT 05/RW 06 Tambakrejo (15/10/2022).

Edy menambahkan, bertahan di tengah amukan ombak merupakan salah satu keputusan terbaik bagi sebagian warga Tambakrejo yang berpedoman pada nasehat orang tua.

Source: news.google.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button