Konservasi itu wajib, jangan dijadikan masalah untuk menaikkan tarif wisata - WisataHits
Yogyakarta

Konservasi itu wajib, jangan dijadikan masalah untuk menaikkan tarif wisata

WhatsAppFacebookTwitter

YOGYAKARTA – Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih menegaskan isu konservasi merupakan hal yang harus dilakukan oleh setiap pengelola situs cagar budaya dan taman nasional yang juga menjadi destinasi wisata prioritas.

“Konservasi itu wajib, bukan hanya alasan untuk menaikkan tarif,” kata Fikri saat menghadiri audiensi publik dengan pemerintah provinsi Jawa Tengah, Yogyakarta dan Nusa Tenggara Timur, PT Taman Wisata Candi (PT TWC) Borobudur & Ratu Boko, kepala Borobudur Indonesia Authority, badan eksekutif Labuan Bajo Authority, dan PT. Flobamor di DPR, Senin (22/8/2022).

Fikri mengatakan dalam konteks konservasi, selalu harus melihat kelayakan sebuah situs warisan atau taman nasional untuk menjaga keberlanjutan tujuan wisata tersebut.

“Dokumen peraturan negara untuk penataan ruang dan wilayah (RTRW) harus memuat viabilitas dan ketahanan,” tambah politisi PKS itu.

Fikri juga meminta para peserta RDPU, khususnya pemerintah daerah dan pengelola pariwisata Candi Borobudur dan Taman Nasional Komodo, untuk menggunakan perspektif konservasi dengan dasar hukum yang sesuai.

Misalnya, terkait cagar budaya, harus mengacu pada UU 11 Tahun 2010 tentang cagar budaya.

“Dalam Pasal 97 UU Cagar Budaya, badan administratif terdiri dari unsur pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat adat,” tambah Fikri.

Ia menganjurkan konsep pengelolaan terpadu atau payung tunggal pengelolaan Candi Borobudur sesuai dengan UU Cagar Budaya.

Sedangkan menurut UU 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, konsep daya dukung dan daya tampung taman nasional khususnya harus dimasukkan dalam Dokumen Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS).

“Bagi pemerintah daerah yang mengelola kawasan hutan lindung atau konservasi, KLHS harus menjadi bagian integral dari peraturan daerah mereka tentang RTRW,” tambah PhD di bidang Ilmu Lingkungan ini.

Menurut Fikri, pendekatan daya dukung fisik ini cocok untuk konservasi, khususnya di Candi Borobudur dan Taman Nasional Komodo. Daya dukung fisik suatu kawasan bergantung pada ukuran dan jumlah kawasan yang dapat ditampung dalam ruang fisik yang sesuai.

Sementara itu, terkait kenaikan tarif di Candi Borobudur dan Taman Nasional Komodo, Fikri menilai sudah selayaknya pemerintah daerah terkait membuat terobosan untuk meningkatkan pendapatan asli daerah.

“Namun, kebijakan kenaikan tarif harus mengacu pada UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan dan UU Pajak dan Bea Masuk Daerah agar ada dasar hukum yang jelas,” jelasnya.

Dalam sambutan penutupnya, Fikri membacakan kesimpulan rapat Komisi X DPR RI yang meminta pemerintah pusat dan daerah menghitung kebutuhan anggaran terkait kepentingan konservasi di destinasi wisata seperti Candi Borobudur dan Taman Nasional Komodo sebagai dasar penentuan tarif masuk ke destinasi tersebut.

Laporan: Siswanto

Penerbit : Habib Harsono

Tampilan Digiqole

Source: www.lintasparlemen.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button