Kondisi bangunan keraton Surakarta semakin memprihatinkan, Putri PB XII masih menunggu jawaban Gibran - WisataHits
Jawa Tengah

Kondisi bangunan keraton Surakarta semakin memprihatinkan, Putri PB XII masih menunggu jawaban Gibran

Padahal keraton yang didirikan pada tahun 1744 oleh Sri Susuhunan Pakubuwana II untuk menggantikan Keraton Kartasura yang porak-poranda akibat kerusuhan pecinan tahun 1743 ini patut menjadi cagar budaya yang harus dijaga dan dirawat.

Ketua Lembaga Dewan Adat (LDA) Keraton Surakarta, GKR Wandansari, yang biasa disapa Gusti Moeng, membenarkan kondisi kraton memang kian memprihatinkan.

Dalam kesempatan khusus, Senin (19/12), Gusti Moeng mengundang sejumlah perwakilan media untuk melihat langsung kondisi Kraton Solo.

Putri PB XII itu juga mendorong pemerintah untuk segera merenovasi bangunan tersebut agar tetap lestari sebagai aset sejarah keraton.

Sambil berkeliling, Gusti Moeng menjelaskan beberapa bagian Kraton yang rusak dan perlu diperbaiki. Banyak bangunan yang atapnya roboh, dindingnya terkelupas, bahkan ditumbuhi tanaman liar.

“Diperlukan sinergitas antara keraton dan pemerintah untuk menjaga kekayaan keraton. Karena sejak keraton berhubungan dengan NKRI, asetnya dikuasai negara,” jelasnya dikutip dari Kantor Berita RMOL Jateng. Senin (19/12).

Beberapa waktu lalu, ia bahkan meminta waktu untuk bertemu Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka. Tapi sampai sekarang tidak ada jawaban.

“Saya sudah menunggu hampir setengah tahun dan saya bertanya apakah saya bisa melihat Mas Gibran. Tapi sampai sekarang belum saya jawab,” lanjutnya.

Gusti Moeng menambahkan, pada 2017 lalu melalui Dewan Adat sudah ada cetak biru besar renovasi Kraton Solo bekerja sama dengan perguruan tinggi negeri di Yogyakarta.

“Grand design ini dibuat untuk tata letak Keraton Solo. Jadi tinggal buka dan lihat spot mana yang diperbaiki,” imbuhnya.

Nantinya setelah renovasi selesai, bisa bermanfaat bagi banyak orang. Misalnya untuk kunjungan wisata, pelatihan fashion bagi para wanita dan masih banyak lagi.

“Jadi begitu dibangun, siap pakai, tidak akan macet,” katanya.

Gusti Moeng juga mengenang saat ia berani menentang konversi sebagian Kraton Solo menjadi hotel mewah. Dia bahkan dijuluki “Putri Mbalelo” (tidak patuh).

“Kalau saya bukan Putri Mbalelo mungkin sebagian kawasan ini sudah jadi hotel. Padahal, rencana awal saat itu adalah menggunakan Magangan sebagai lobi hotel, ”ujarnya.

Menurutnya, hal yang paling sulit dibenahi saat ini mengingat kondisi keraton yang memprihatinkan adalah menata dan memulihkan sumber daya manusia.

“Yang paling sulit bagi saya adalah mengelola dan mengembalikan sumber daya manusia. Karena tidak semua orang seperti saya,” pungkasnya.

Source: news.google.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button