Kompleks Makam Raja Imogiri dibagi menjadi 3 wilayah menurut Kesepakatan Giyanti - WisataHits
Yogyakarta

Kompleks Makam Raja Imogiri dibagi menjadi 3 wilayah menurut Kesepakatan Giyanti

TEMPO.CO, jakarta – Kompleks Makam Raja Imogiri adalah area pemakaman raja-raja Mataram Islam di perbukitan Imogiri, Bantul. Situs ini berjarak sekitar 20 kilometer tenggara pusat Kota Yogyakarta, tepatnya di kawasan Desa Girirejo dan Desa Wukirsari, Kecamatan Kapanewon/Imogiri, Kabupaten Bantul, DIY. Saya harus melewati anak tangga yang jumlahnya sekitar 409 buah saat saya berkunjung.

Orang Jawa percaya bahwa gunung atau bukit dapat melambangkan status dan upaya untuk mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa. Didirikan pada masa pemerintahan Sultan Agung, makam itu sebenarnya ditujukan untuk raja dan kerabat kerajaan Mataram Islam dan keturunannya.

Sejarah Makam Raja Imogiri

Ada cerita mengapa Sultan Agung memilih bukit Pajimatan Giirejo untuk membangun makam ini. Menurut juru kunci, ketika Sultan Agung sedang mencari sebidang tanah untuk situs pemakaman khusus untuk Sultan dan keluarganya, ia melemparkan segenggam pasir Arab. Pasir terlempar jauh-jauh hingga akhirnya mendarat di perbukitan Imogiri. Berdasarkan hal tersebut, Sultan Agung kemudian memutuskan untuk membangun sebuah makam di Imogiri.

Enceh Kyai Danumaya. Foto: Imam Basthomi.

Imogiri sendiri berasal dari kata Hai Ibu dan giri. Hai Ibu berarti kabut dan giri berarti gunung, maka Imogiri dapat diartikan sebagai gunung yang diselimuti kabut. Pada tahun 1632 M, seorang arsitek bernama Kyai Tumenggung Tjitrokoesoemo membangun kawasan makam atas perintah Sultan Agung. 13 tahun kemudian, tahun 1645, Sultan Agung wafat dan dimakamkan di Imogiri.

Hingga saat ini makam Sultan Agung sangat dikeramatkan, tidak semua orang bisa memasuki makamnya. Jika hendak berziarah ke makam Sultan Agung, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, yakni memakai sepatu, kamera, memakai perhiasan terutama emas, dan memakai pakaian Jawa atau Peranakan.

Jamaah haji pria diwajibkan memakai pakaian adat Jawa berupa blangkon, beskap, kain, ikat pinggang, timang dan samir. Sedangkan jemaah haji wanita diwajibkan memakai kemben dan kain panjang, dan yang berhijab wajib melepas jilbabnya saat memasuki makam Sultan Agung.

Di area pemakaman dan hutan, pengunjung umumnya dilarang bersikap kasar, berburu, menebang pohon, mengambil kayu, dan mencabut atau merusak tanaman yang ada.

Kita bisa mengunjungi WIB Sabtu hingga Kamis dari pukul 10 pagi hingga 1 siang dan Jumat pukul 1 siang hingga 4 sore. Selama bulan puasa, area makam ditutup selama sebulan dan dibuka kembali pada tanggal 1 Syawal.

Keanekaragaman tradisi dan budaya

Ada beberapa tradisi sakral yang masih dilakukan di sini yaitu kutomoro dan menyebalkan. Kutomoro adalah tradisi keraton untuk mengirim doa di bulan Ruwah. Tradisi mengirim doa adalah untuk leluhur Keraton Yogyakarta yang dimakamkan di makam Kagungan Dalem. Tradisi ini sudah ada sejak Sri Sultan Hamengku Buwono I.

tradisi menyebalkan berlangsung setiap Jumat Kliwon di bulan Sura . berikutnya pusaka (Pusaka Siraman) Keraton Yogyakarta – diadakan setiap hari Selasa Kliwon bulan Sura. menyebalkan sekali yang dilakukan di Kompleks Makam Imogiri adalah upacara penggantian (menguras air) di dalam Kotoran atau bejana yang sangat besar, bejana ini digunakan oleh Sultan Agung untuk berwudhu.

Dingin itu sebenarnya suvenir dari kerajaan teman. Ada 4 total, masing-masing dari empat kerajaan yang berbeda. Dingin Namanya Kyai Danumaya (dari Kerajaan Aceh), Nyai Danumurti (dari Kerajaan Palembang), Kyai Mengung (dari Kerajaan Rum, Turki) dan Kyai Syiem (dari Kerajaan Siam, Thailand).

Gerbang Makam Kasunanan Surakarta. Foto: Imam Basthomi.

Makam ini terbagi menjadi beberapa kompleks makam yang disebut Kedaton. Perkembangannya terjadi secara bertahap. Setiap kedaton digunakan untuk menguburkan beberapa raja dan keluarga terdekatnya. Selain itu, adanya Perjanjian Giyanti yang membagi wilayah Kesultanan Mataram menjadi Yogyakarta dan Surakarta juga terbagi menjadi 3 wilayah di makam ini.

Di sisi barat digunakan untuk memakamkan raja-raja Kasunanan Surakarta dan keluarga terdekatnya. Di sebelah timur digunakan untuk memakamkan raja-raja Kesultanan Yogyakarta dan keluarga terdekatnya. Di tengah adalah makam Sultan Agung dan anak-anaknya.

Kedaton Sultan Agungan merupakan kedaton pertama berdiri yang bertugas untuk menguburkan beberapa raja antara lain: Sultan Agung, Sunan Amangkurat II dan Sunan Amangkurat III. Sementara itu, ada Kedaton Bagusan/Kasuwargan, Kedaton Astana Luhur, dan Kedaton Girimulyo, yang berisi makam-makam keluarga kelas pekerja Kasunanan Surakarta. Sedangkan di Kasunanan Yogyakarta terdapat Kedaton Kasuwargan, Kedaton Besiyaran dan Kedaton Sapta Rengga.

Fasilitas di Makam Raja-Raja Imogiri terbilang lengkap. Tersedia tempat parkir yang cukup luas, mushola, mushola, WC umum, pemandu wisata dan tempat persewaan pakaian adat untuk mengunjungi makam. Di pinggir jalan menuju makam juga banyak pedagang yang menjajakan oleh-oleh dan masakan Imogiri.

IMAM BASTHOMI

Artikel ini dipublikasikan pada CariRI

Baca Juga: Mentaok Forest Islamic Mataram Bagaimana DIY Promosikan Tanaman Langka?

Selalu update informasi terbaru. Lihat berita dan berita terbaru Tempo.co di saluran Tempo.co Update Telegram. Klik Pembaruan Tempo.co untuk bergabung. Anda harus menginstal aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Source: travel.tempo.co

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button