KNKT umumkan hasil investigasi kecelakaan kereta api di Tebing Bego, Bantul - WisataHits
Yogyakarta

KNKT umumkan hasil investigasi kecelakaan kereta api di Tebing Bego, Bantul

TEMPO.CO, jakarta – Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) mengumumkan hasil investigasi kecelakaan bus wisata di Tebing Bego, Bantul, Provinsi DI Yogyakarta. Kecelakaan itu terjadi pada Minggu, 6 Februari 2022, menewaskan 14 orang, 4 luka berat dan 29 luka ringan.

Plt Kepala Subkomite Investigasi Kecelakaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) KNKT Wildan menjelaskan kronologis kejadian. Dari pukul 06.30 WIB, bus bernomor polisi AD 1507 EH berangkat dari Bekonang Sukoharjo untuk wisata ke Tebing Breksi, Puncak Pinus Becici dan Pantai Parangtritis.

Baca: Dephub: Kecelakaan Bus dan Truk Meningkat Pesat Sejak 2011

“Bus wisata membawa 45 penumpang dan 2 awak bus,” ujarnya, Rabu, 30 April 2018.

Kemudian setelah tour di Tebing Breksi, bus wisata melanjutkan perjalanan menuju Puncak Becici Pinus melalui Jalan Dlingo-Patuk Gunung Kidul. Sekitar pukul 14.00 WIB, bus wisata melanjutkan perjalanan dari Puncak Pinus Becici menuju Pantai Parangtritis yang jalur geometrisnya penuh tanjakan dan tikungan.

Pengemudi menggunakan gigi 3 saat menuruni tanjakan yang panjang dan melakukan pengereman yang lama. Tujuannya agar kendaraan tidak masuk ke tikungan atau masuk jurang atau jurang. “Ada gaya sentrifugal di sana yang sering memaksa pengemudi mengerem,” kata Wildan.

Mendekati Bukit Bego, pengemudi merasa nyaman rem servis Tidak bekerja. Kemudian pengemudi mencoba untuk pindah ke gigi yang lebih rendah tetapi kesulitan dan akhirnya pindah ke gigi netral.

“Posisi gigi netral ini menambah kecepatan kendaraan. Saat pengemudi kehilangan kendali, dia menabrak tebing,” kata Wildan.

mengenali kondisi jalan

Wildan mengatakan Jalan Bukit Bego, Karang Kulon Wukirsari berada di Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul. Ini adalah jalan provinsi yang merupakan jalan kolektor primer Kelas 3, artinya panjang maksimal 9 meter dan lebar maksimal 2,1 meter.

Keistimewaan jalan kolektor primer adalah bahwa kecepatan terendah adalah 40 km per jam untuk kecepatan rencana. Kemudian lebar minimum adalah 9 meter dengan akses terbatas, yang merupakan kondisi ideal menurut peraturan.

“Maka desain penampang idealnya 2 lajur, 2 lajur, 2 arah. Idealnya harus 2 jalur 4 jalur 2 arah. Tapi di jalan ini ada 2 jalur, 2 jalur, 2 arah tanpa media dengan lebar bervariasi antara 6 sampai 7 meter,” kata Wildan.

Kemudian geometri turunan, kata Wildan, dipetakan secara negatif dengan panjang sekitar 1,15 kilometer dengan orientasi vertikal rata-rata 13,5 persen. Kemudian saat mendekati jalan turun di titik dimana tanjakan mencapai negatif 16 persen.

Dalam hal orientasi horizontal diwarnai dengan beberapa tikungan patah dan tikungan ganda. Ini menempatkannya dalam kondisi di bawah rata-rata terkait dengan tiga elemen geometris. Bagian pertama dari jalan, yang kedua penyelarasan vertikal sebenarnya untuk jalan berbukit ini maksimal 8 persen.

Selanjutnya: “Kami sudah memiliki peraturan yang…”

Source: news.google.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button