KLHK mengantisipasi munculnya lebih banyak komunitas non-pemerintah - WisataHits
Yogyakarta

KLHK mengantisipasi munculnya lebih banyak komunitas non-pemerintah

KLHK mengantisipasi munculnya lebih banyak komunitas non-pemerintah

KedaiPena.com – Pembinaan masyarakat dianggap sebagai salah satu upaya menjaga lingkungan. Karena sebuah komunitas yang berdiri sendiri atas kehendak masyarakat lebih memahami kebutuhan daerahnya.

Selain itu, masyarakat mandiri yang bukan berasal dari program pemerintah jauh lebih mampu bertahan tanpa campur tangan pemerintah.

Sekretaris Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Tulus Laksono mengatakan, kunci perbaikan lingkungan terletak pada kerja sama antara pemerintah kota dan pemerintah.

“Jika restorasi lingkungan gagal, itu karena komunitas lingkungan terbentuk dari program pemerintah. Jadi ketika program berakhir, begitu juga masyarakat. Komunitas harus tumbuh dari dirinya sendiri, dibentuk oleh kemauan dan kesadarannya sendiri. Organisasi non-pemerintah atau kelompok orang dengan kepentingan yang sama. Seperti Bike to Work ini,” kata Tulus dalam talkshow “Keterlibatan masyarakat melawan kerusakan lingkungan” pada acara OUTFEST 2022 di GBK Jakarta, Minggu (8/7/2022).

Nanti kalau sudah besar, KLHK akan mendorongnya untuk tumbuh lebih besar dan kuat.

Sekretaris Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Tulus Laksono dalam talkshow partisipasi masyarakat dalam menjaga kelestarian lingkungan, di Outfest 2022 GBK Jakarta, Minggu (8/7/2022) | Foto: Ranny Supusepa

“Terbentuknya komunitas tergantung pada pertanyaan, wilayah dan karakteristik komunitas tersebut. Kalau di daerah Jawa mungkin yang mereka bentuk sendiri, bisa 90 persen. Misal seperti Ciliwung. Tapi di luar Jawa, kecuali Bali baru sekitar lima persen, komunitas yang terbentuk atas kemauan sendiri,” jelasnya.

Tulus menjelaskan, dirinya tidak yakin mengapa banyak komunitas mandiri tidak terbentuk di luar Jawa.

“Mungkin faktor budaya, mungkin faktor ekonomi. Karena mayoritas terbentuk karena program. Jaga gambut misalnya, jaga kebakaran hutan,” jelasnya lagi.

Namun, ia menekankan bahwa aspek lingkungan selalu berkaitan dengan ekonomi. Tanpa lingkungan, perekonomian tidak akan bergerak. Contohnya seperti di Gunung Kidul.

“Jadi harus dipahami bahwa untuk menopang perekonomian, lingkungan harus dilestarikan. Tidak selalu melalui pariwisata. Seperti di satu daerah, perkembangannya melalui bisnis kopi. Intinya, perkembangan ekonomi sesuai dengan karakter daerah,” pungkasnya.

Laporan: Ranny Supusepa

Source: www.kedaipena.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button