Kisah Tasripin, Crazy Rich Semarang di masa lalu - WisataHits
Jawa Timur

Kisah Tasripin, Crazy Rich Semarang di masa lalu

JATITIMES – Kota Semarang merupakan kota di Jawa Tengah yang menyimpan banyak cerita sejarah. Salah satunya adalah kisah Tasripin. Tasripin adalah penduduk asli yang menjadi pemilik tanah sekaligus pedagang kulit yang begitu kaya pada zamannya.

Ia memiliki banyak aset yang tersebar di kota Semarang. Tasripin hidup pada masa penjajahan Belanda pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19. Ia lahir pada tahun 1834. Lantas bagaimana sejarah Crazy Rich Indonesia di masa lalu, simak informasi yang dihimpun wartawan JatimTIMES saat berkunjung ke Semarang.

Rofik, seorang pemandu wisata di kota tua Semarang, mengatakan Tasripin adalah salah satu orang terkaya di Semarang, bersama dengan Oei Tiong Ham. Awalnya ia hanya seorang buruh sederhana di pelabuhan, namun ia bekerja dengan tekun, kemudian mengumpulkan modal untuk memulai usaha.

Saat itu dia sedang berbisnis dengan Belanda. Ia memiliki usaha seperti penyamakan kulit, pabrik es, penyewaan tanah dan bangunan untuk menjalankan usaha truk di kawasan Kota Lama Semarang.

Seiring berjalannya waktu, bisnis Tasripin berkembang pesat. Bahkan, dia disebut-sebut memiliki kapal untuk mengirim barang-barangnya ke luar negeri melalui pelabuhan yang saat itu masih ada di Sungai Semarang.

Perkembangan usahanya memungkinkan dia untuk membeli aset di berbagai wilayah kota Semarang. Hal ini juga membutuhkan banyak pekerja yang juga menempati rumah Tasripin atau aset lainnya.

1

“Tasripin ini memang deal dengan Belanda, tapi dia tidak suka dengan Belanda. Tasripin ini juga memberi makan orang-orang yang datang ke rumahnya setiap hari,” jelasnya.

Tasripin juga menerima sejumlah koin emas dari Ratu Belanda Wilhelmina. Wajah Ratu digambarkan pada koin. Karena ketidaksukaannya terhadap Belanda, Tasripin kemudian menulis surat kepada Belanda meminta izin untuk memajang uang logam di rumahnya.

Setelah mendapat jawaban surat izin, Tasripin memasang koin di rumahnya, lebih tepatnya di lantai. Pemasangan koin di tanah kemudian ditemukan oleh Belanda. Belanda juga memprotes Tasripin. Diyakini bahwa Belanda menghinanya.

Kemudian Belanda meminta Tasripin untuk membedah uang logam tersebut, namun Tasripin ragu-ragu. Belanda sendiri tidak bisa berbuat banyak, apalagi memenjarakannya, karena sebelumnya mengizinkan Tasripin memasang koin.

“Lagi pula, karena disuruh membongkar, Tasripin tidak mau. Akhirnya koin-koin itu dicairkan jadi polos atau tidak berlogo,” jelasnya.

Tasripin meninggal pada 9 Agustus 1919 dalam usia 85 tahun. Salah satu putranya yang paling terkenal bernama Amat Tasan menggantikan Tasripin. Putra Tasripin dikabarkan meninggal pada tahun 1937 dalam usia 72 tahun.

Sejak kematian Amat, bisnisnya menurun, tidak ada yang melanjutkan bisnisnya. Terakhir, catatan surat kabar Bataviaasch Nieuwsblaad tertanggal 11 Agustus 1919 menunjukkan bahwa nilai harta warisan Tasripin mencapai 45 juta gulden.

Sementara itu, berbagai aset Tasripin yang tersebar di berbagai daerah di Semarang telah dibeli dan dimiliki oleh perorangan. Meski kisah ketenaran Tasripin sudah berakhir, jejaknya masih bisa ditemukan di beberapa lokasi. Salah satunya adalah masjid di Kampung Kulitan, Semarang yang bernama Masjid At-Taqwa.

Masjid ini dulunya merupakan langgar atau musala. Langgar dibangun oleh Tasripin untuk memuja keluarga dan pekerja. Pelanggaran itu kini telah bertahan dari berbagai renovasi.

Source: news.google.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button