Kisah seorang pendaki yang selamat setelah kehilangan empat hari di Gunung Arjuno - WisataHits
Jawa Timur

Kisah seorang pendaki yang selamat setelah kehilangan empat hari di Gunung Arjuno

Kisah seorang pendaki yang selamat setelah kehilangan empat hari di Gunung Arjuno

Kisah seorang pendaki yang selamat setelah kehilangan empat hari di Gunung Arjuno
Muhammad Naam Kurniawan saat menceritakan pengalamannya. © 2022 Merdeka.com/Darmadi Sasongko

Merdeka.com – Muhammad Naam Kurniawan, 34, dinyatakan hilang selama empat hari saat mendaki puncak Gunung Arjuno di Jawa Timur. Warga Pandaan Pasuruan menghilang di belantara Taman Hutan Raya (Tahura) R Soeryo tanpa perbekalan.

Sebenarnya, Naam bukanlah seorang amatir dalam hal mendaki gunung, karena para siswa sudah terbiasa dengan aktivitas ekstrem ini. Alumni Institut Teknologi Nasional (ITN) miskin Ia mengaku memiliki hobi dan rutin mendaki gunung di dalam dan luar Pulau Jawa.

Artikel media taboola

Ia telah memasuki puncak Gunung Rinjani, Salak, Slamet, Merapi, Semeru, Lawu, Penanggungan, Tambora dan lain-lain. Ia juga beberapa kali terlibat dalam pencarian pendaki yang hilang, termasuk pencarian pelari Utrarail Yurbianto Lubiz di Gunung Arjuno beberapa waktu lalu.

Sebelumnya, Naam terlibat dalam aksi kemanusiaan gempa bumi dan gunung berapi meletus di Gunung Rijani, Gunung Merapi dan terlibat dalam pencarian orang asing yang hilang di Puncak Semeru. Dia mengaku dipanggil untuk membantu Basarnas mencari orang hilang.

2 dari 8 halaman

Mulai mencari bantuan

Meski sudah berpengalaman mendaki begitu banyak gunung, Naam mengakui bahwa kekuatan alam begitu besar dan tak terduga. Ia bahkan sempat tersesat di Gunung Arjuno yang tak jauh dari tempat tinggalnya dan sudah berkali-kali dijelajahi.

“Saya mendaki bersama teman-teman yang baru bertemu di rombongan panjat tebing. Total 5 orang, sebenarnya 6 orang, tapi tiba-tiba satu orang tidak bisa ikut,” kata Muhammad Naam Kurniawan dari Pos Pendakian Gunung Arjuno-Gunung Welirang Lawang, Kabupaten Malang.

Naam dan rombongan mendaki Puncak Arjuno melalui Obyek Wisata Alam Tambaksari Purwosari, Pasuruan. Mereka berangkat pada Jumat (18/3) dan tiba di Puncak pada Sabtu (19/3) malam. Usai menikmati keindahan Puncak Arjuno, kelimanya turun WIB pada Minggu (21/3) sekitar pukul 12.00 WIB.

Awalnya hilang, Naam berniat mencari bantuan saat itu karena salah satu temannya dalam kelompok di KTT Ogal Agil terkilir dan pingsan. Naam mengambil inisiatif, meninggalkan teman-temannya untuk mencari persediaan dan bantuan tambahan.

3 dari 8 halaman

Serahkan semua persediaan ke teman Anda

Tak lama setelah berjalan sekitar 30 menit, Naam juga menyadari bahwa perbekalan yang ditinggalkan oleh teman-temannya tidak akan cukup. Jadi semua perbekalan dan tas ditinggalkan di bebatuan berharap bisa ditambahkan untuk mencari bantuan.

“Perbekalan saya taruh di perempatan bebatuan disana, tidak saya keluarkan semuanya, saya cari bantuan,” ujarnya.

Pada saat itu, saya juga mempertimbangkan untuk meminta persediaan kepada pendaki gunung lainnya. Dia juga mengejar sekelompok pendaki tidak jauh di depannya. Namun, dia tidak ditemukan dan malah mengambil jalan yang salah dan tersesat di kawasan Lalijiwo.

“Karena tidak mungkin turun, jalan yang ditempuh adalah mengejar rombongan dan meminta tambahan logistik untuk suplemen besok. Hanya saja kamu tidak bertemu dengannya,” katanya.

“Ada dua grup yang saya lewati, niatnya untuk mengejar grup terakhir. Dengan cuaca seperti ini (hujan) saya kira tidak akan keluar di atas,” katanya.

4 dari 8 halaman

hilang kesadaran

kisah pendaki gunung selamat setelah hilang 4 hari di gunung arjuno

Naam terlibat dalam pencarian pelari yang hilang di Gunung Arjuno.©2022 Merdeka.com/Darmadi Sasongko

Naam yang hanya menempel di tubuhnya dengan pakaian, baru sadar bahwa dirinya telah hilang sekitar pukul 14.00 WIB, Minggu (21/3). Dia merasa seolah-olah sedang berjalan di jalan yang lurus, dan tiba-tiba kabut tebal menyelimuti dirinya. Kabut seakan berkumpul, memaksanya untuk terus berlari hingga ia menyadari bahwa ia berada di dalam hutan lebat.

“Pertama saya tersesat di jalan lurus, tidak banyak hutan jauh di atas Plewangan. Kabut tiba-tiba datang tebal dan jarak pandang sudah tidak terlihat lagi, tidak terpikir untuk kembali atau mencari jalan lain secara tiba-tiba di dalam kabut. Begitu kabut hilang, berubah menjadi hutan,” jelasnya.

Naam panik tapi masih berusaha mengendalikan diri dan sadar. Dia masih percaya dia akan menemukan jalan atau bertemu orang lain yang bisa membantunya.

“Aku tidak membawa apa-apa. Hanya karena saya ingin hidup saya fokus mencari penduduk lokal atau orang lain, itu intinya. Saya tidak membawa apa-apa, saya tidak tahu di mana,” katanya.

5 dari 8 halaman

Peristiwa Aneh

Naam juga merasakan kondisi aneh di hutan. Datangnya kabut tebal selalu menandai keanehan. Ia merasakan suasana hutan dengan pepohonan yang besar dan lebat, tanpa angin dan kebisingan, serta dedaunan yang tidak bergerak.

Saat malam menjelang matahari terbenam, Naam mengira dia melihat beberapa orang berjubah kerajaan lewat. Ada juga pasar rakyat dan beberapa orang duduk di paviliun.

Kondisi tersebut terasa berbeda dengan di dunia nyata dan berakhir pada pagi hari menjelang subuh. Biasanya bersamaan dengan kicau burung dan gerakan daun dan cabang oleh angin.

Sejak awal, Naam menyadari bahwa yang ia alami adalah aktivitas astral, sehingga ia memilih untuk diam dan tidak berkomunikasi. Dia hanya membiarkan aktivitas berlalu begitu saja di sekitarnya, atau akhirnya ketika mereka bertemu di sepanjang jalan.

6 dari 8 halaman

Berjalan di atas air

Naam selalu menggunakan waktunya di “dunia nyata” untuk menyusuri aliran air dengan harapan bisa bertemu orang. Pengalaman ini didapatnya saat masih aktif sebagai mahasiswa pecinta alam (Mapala).

“Dulu ada teman yang tersesat di Gunung Arjuno juga, katanya waktu cari jejak aliran air, kalau tersesat saya ingat akhirnya cari jejak aliran air,” akunya.

Sejak Naam menyadari dirinya tersesat, ia selalu percaya bahwa orang akan mencarinya, seperti yang ia ketahui selama ini ketika para pendaki tersesat di gunung. Ia berusaha meninggalkan jejak berupa rerumputan atau ranting, tongkat (perkimpul), sambil terus mengikuti arus air.

“Hanya saat mencari (aliran air) pagi setelah jam 10 sudah tidak terlihat lagi. Kabut tebal datang. Jika Anda pergi pada siang hari, Anda tidak akan menemukan apa pun, hanya hutan belantara. Sampai subuh, hutannya tutup hutan tok,” jelasnya.

7 dari 8 halaman

Pilih puasa

Naam mengatakan dia tidak makan saat dia tersesat dan mencoba melupakan rasa lapar dan hausnya. Pasalnya saat rasa lapar dan haus muncul di kepala, maka akan muncul halusinasi tentang makanan.

Maka diasumsikan akan banyak “makanan” dari makhluk alam lainnya, yang berbahaya. Saat dimakan, orang menjadi lebih nyaman dengan kehidupan supranatural, yang tidak berakhir kembali ke rumah atau sekarat. Maka Naam memutuskan untuk berpuasa, selain tidak makan apa-apa.

Naam juga percaya dengan menginjak Mimang Air atau Mimang Roots. Pendaki yang menginjaknya akan mengalami kondisi yang dibuat untuk berputar-putar di kawasan ini. Meskipun dalam pikirannya seperti dia pergi jauh, tapi masih ada.

8 dari 8 halaman

Ditemukan di ngarai

Naam akhirnya ditemukan oleh warga setempat yang sedang memeriksa saluran air sawah mereka. Naam dalam kondisi lemah dan harus dibawa ke desa sebelum petugas datang menjemputnya.

Awalnya Naam mengaku hampir tidak bisa mendengar suara orang-orang di hutan. Dia mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa orang-orang ini ada di dunia nyata.

“Rabu pagi saya mendengar suara seperti ada yang berbicara, hanya saja saya tidak langsung meminta tolong, saya tidak melihat daunnya bergerak, saya hanya diam. Kalau memang benar suara manusia bisa terdengar, maka kedua suara itu terdengar lagi,” jelasnya.

“Baru kemudian minta tolong, tapi tidak ada jawaban, saya diam lagi. Tidak lama saya mendengar suara yang sama dengan yang ini. Akhirnya saya minta tolong lagi, saya tambahkan Pak Juga Tolong Pak! Ketika ada jawaban, Saya disuruh naik, saya naik. Mereka lari dan menarik saya, posisinya di jurang,” jelasnya.

Naam ditemukan pada Rabu (23/3) di Alas Sriti, Dusun Sembul, Desa Klampok, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang. Kondisinya hipotermia setelah 3 malam 4 hari di hutan.

[yan]

Source: www.merdeka.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button