Kisah pujangga Sukabumi, puisi karena jatuh cinta, ditolak hingga karyanya viral - WisataHits
Jawa Barat

Kisah pujangga Sukabumi, puisi karena jatuh cinta, ditolak hingga karyanya viral

KARAWANG, KOMPAS.com – Penyair peri Sandi Huizche tidak tiba-tiba terkenal karena kemampuannya menulis dan membaca puisi yang indah. Ada lika-liku dalam perjalanannya.

Pria Sukabumi itu menuturkan, kegemarannya menulis puisi berawal dari menyukai seorang gadis.

Saat itu ia menjadi murid di Madrasah Aliyah YLPI Ibaadurrahman. Selama dua tahun dia mengirim puisi gadis itu.

“Dia tidak tahu siapa pengirimnya dalam dua tahun itu,” kata Peri di Waroeng Lengkong Kodim 0604 Karawang, Kamis (8 November 2022).

Baca Juga : Tol Sentul-Karawang Barat Segera Dibangun, Akses Ke Karawang Lebih Mudah

Kemudian, setelah mengumpulkan keberanian, peri itu berani menyatakan cintanya.

“Tidak sengaja ditolak,” kata peri sambil tertawa.

Meski cintanya tak terbalas, kecintaan peri terhadap puisi tidak berkurang. Dia terus menulis puisi.

Bahkan saat melanjutkan kuliah di Institut Seni Indonesia (ISI) Bandung (sekarang ISBI), ia terus menulis bahkan belajar dari para pembimbingnya.

Ia juga rajin membeli dan membaca setiap kali mentornya menerbitkan buku.

“Saya belum mengatakan bahwa tulisan saya adalah puisi kecuali saya mengirimkannya ke mentor saya dan mendapatkan balasan atau berkeliaran di koran. Di sesi small meeting People’s Thoughts,” kata Peri.

Baca Juga: Kisah Jubaedah Memberdayakan Lansia Membuat Kerupuk Kencur dan Jamu Tradisional di Karawang Meraih Sukses Pahlawan Lokal

Namun, Peri mengaku belum pernah memenangkan lomba membaca puisi. Dia mengatakan juri tidak menyukai gaya membaca nya.

“Saya punya dendam, saya terus menulis puisi dan saya terus membaca puisi,” katanya.

Hingga akhirnya salah satu puisinya, Mata Luka Sengkong Karta, mulai dikenal. Selain itu, dia membacanya sendiri dengan indah, dengan ekspresi yang tepat.

Di YouTube Fadli Zon, video pembacaan Mata Luka Sengkong Karta telah ditonton lebih dari 5,7 juta kali. Penggemarnya juga tampil.

“Saya bisa melanjutkan S2 dari puisi ini,” kata Peri.

Kini Peri bukan hanya seorang penyair tetapi juga seorang guru di ISI Surakarta. Ia juga sering diundang untuk tampil atau menjadi juri dalam lomba membaca puisi.

Seperti di Karawang, Peri tampil membacakan Mata Luka Sengkong Karta sekaligus menjadi juri dalam Lomba Membaca Puisi yang diselenggarakan oleh PWI Karawang dan Pejuang Siliwangi.

Dalam kompetisi ini, para peserta membacakan puisi karya Chairil Anwar dan Sinar Pancaran 45 dari Karawang.

Peri menyebut persaingan di Karawang sebagai jebakan. Jebakan tumbuhnya nasionalisme dan kecintaan terhadap Karawang.

Selain Karawang-Bekasi, puisi Pancaran Sinar 45 dari Karawang menggambarkan peristiwa Rengasdengklok pada 16 Agustus 1945, tekad untuk merdeka dan sosok yang dianggap sebagai aktor intelektual, Soekarno-Hatta dibawa ke Karawang.

“Itu menarik. Roadmapnya jangka panjang. Kompetisinya bukan hanya balapan, ini berkelanjutan, pemenangnya akan dipamerkan pada acara pada 16 Agustus 2022,” kata Peri.

Ia juga mengapresiasi bahwa lomba puisi memiliki tujuan jangka panjang. Salah satunya mempromosikan keberadaan destinasi wisata sastra.

Peri mengaku kagum dengan potensi dan antusiasme para peserta. Oleh karena itu, ia berharap kompetisi tidak berhenti dari waktu ke waktu, melainkan menjadi rutinitas.

Baca Juga: Kenapa Karawang Destinasi Investasi Masuk 5 Besar Nasional, Apa Istimewanya?

Karena akan tetap menghidupkan gairah generasi muda dalam berpuisi. Jaga semangat sastra.

“Kalau ada pengarang yang menulis tokoh Karawang tahun depan, puisinya akan dibacakan lagi tahun depan,” ujarnya.

Ketua Lomba Baca Puisi Panji Mayza Perdana mengatakan, lomba ini tidak hanya dalam rangka memperingati HUT RI ke-77 tetapi juga memperingati Hari Puisi Sedunia dan ulang tahun ke-100 Chairil Anwar yang acaranya akan dirayakan di sejumlah kota besar di Indonesia.

“Saya laporkan hingga 67 peserta mahasiswa, mahasiswa dan masyarakat umum dari sejumlah daerah bahkan Jakarta mengirimkan video pembacaan puisi kepada panitia. 20 orang lolos kurasi dan segera mengikuti kembali. Terpilihlah 7 orang sebagai yang terbaik,” kata Panji.

Panji mengatakan di balik gemerlapnya Karawang sebagai kota industri, sebagai daerah yang memiliki banyak potensi wisata, Karawang tidak bisa dilepaskan dari sejarah dunia sastra Indonesia.

Seperti kita ketahui bersama, penyair Chairil Anwar mengabadikan Karawang dalam puisinya “Krawang Bekasi” yang ditulisnya pada tahun 1948.

Panji mengatakan ada peninggalan dari Chairil yang masih berada di kawasan Anjun, Karawang Kulon, yaitu sebuah meja tempat ia menulis puisi “Krawang-Bekasi”.

“Jika kita sama-sama berkesempatan membaca, maka bukan tidak mungkin Karawang bisa menjadi kawasan wisata sastra di masa depan,” kata Panji.

Panji berharap agar puisi Krawang-Bekasi tidak hanya dibaca. Namun juga dimaknai dengan meningkatkan semangat nasionalisme untuk mengisi kemerdekaan dan berkontribusi bagi pembangunan Karawang ke depan.

“Terima kasih kepada semua pihak yang mendukung kami, termasuk sponsor seperti Bank BJB dan Sharp yang telah membantu menerangi sastra di Karawang,” kata Panji.

dapatkan pembaruan pesan yang dipilih dan berita terbaru setiap hari dari Kompas.com. Jom join grup Telegram “Kompas.com News Update” caranya klik link lalu join. Anda harus terlebih dahulu menginstal aplikasi Telegram di ponsel Anda.

Source: bandung.kompas.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button