Kisah Gudeg Jogja dari Serat Centhini hingga Masa Mataram Awal - WisataHits
Yogyakarta

Kisah Gudeg Jogja dari Serat Centhini hingga Masa Mataram Awal

Jogja

Gudeg sebagai salah satu kuliner khas Jogja memiliki sejarah yang panjang. Padahal, Gudeg sudah dikenal sejak zaman penjajahan Belanda. Namun jika ditelusuri lebih jauh, sejarah Gudeg kembali ke abad ke-19 ketika Serat Centhini ditulis, hingga abad ke-14 pada masa-masa awal kerajaan Mataram.

Mengutip dari buku masak Jawa dalam Serat Centhini dan majalah Sejarah dan Budaya, berikut kisah asal mula Gudeg dan perjalanannya dari masa ke masa.

1. Gudeg pada masa awal Kerajaan Mataram

Jurnal Meneliti Sejarah Gudeg Sebagai Alternatif Wisata dan Citra Kota Yogyakarta (Sejarah dan Kebudayaan Vol 15 No 1, 2021) menyebutkan bahwa sejarah Gudeg berkaitan dengan perkembangan Kerajaan Mataram.

Kerajaan Mataram yang dibangun pada abad ke-16 ini berada di daerah yang banyak ditumbuhi pohon nangka dengan buah yang melimpah. Alhasil, masyarakat Mataram saat itu mulai mencari cara untuk membuat masakan dari nangka, khususnya gori atau nangka muda.

Hal ini dikarenakan nangka bukan salah satu produk pertanian yang diincar penjajah karena nilai jualnya yang rendah. Singkat cerita, saya menemukan cara mengolah gori untuk dimasak. Artinya, masak cukup lama hingga teksturnya empuk, lalu tambahkan bumbu sederhana dan campuran kelapa.

Namun, jurnal dua peneliti Universitas Bunda Mulia, LS Mega Wijaya Kurniawati dan Rustono FM, tidak merinci kapan gori pertama kali dimasak. Jurnal tersebut hanya menyebutkan bahwa makanan yang terbuat dari “limbah nangka” itu adalah makanan orang biasa seperti tentara atau pekerja.

Karena dimasak dalam porsi besar untuk banyak orang, wadahnya juga menggunakan ember logam besar dan diaduk dengan alat yang menyerupai dayung perahu. “Teknik mengaduk ini disebut Hangudek atau Hangudeg dalam bahasa Jawa, dan dari sinilah nama Gudeg berasal hingga dikenal luas” (History and Culture, 2021:29).

2. Gudeg serat Centhini

Gudeg adalah salah satu makanan tradisional yang disebutkan dalam Serat Centhini menurut buku masak Jawa dalam Serat Centhini yang diterbitkan oleh Balai Pelestarian Nilai Budaya Jogja (BPNB).
Serat Centhini ditulis pada tahun 1814-1823 atas nama Adipati Anom Amangkunegara III, yang kemudian menjadi raja Keraton Kasunanan Surakarta yang bergelar Sunan Pakubuwono V.

Terdiri dari 12 jilid, Serat Centhini juga dikenal sebagai ensiklopedia budaya Jawa. Pasalnya, serat yang disusun oleh tiga pakar Keraton Solo itu mencakup berbagai pengetahuan mulai dari sejarah, geografi, arsitektur, religi, seni, seksologi, seni kuliner dan lain-lain.

Buku tersebut menjelaskan bahwa bumbu gudeg nangka terdiri dari daun salam, daun jeruk, lengkuas, gula merah, santan, kemiri, ketumbar, terasi, jinten, dan garam. Disebutkan dalam Serat Centhini bahwa gudeg nangka disajikan di daerah Mataram (Jogja), Wanagiri (Wonogiri), Tembayat (Bayat, Klaten).

3. Gudeg tahun 1970-an

Gudeg sudah menjadi makanan populer di Jogja. Seiring dengan berkembangnya Jogja sebagai kota wisata pada 1970-an dan 1980-an, penjualan Gudeg menjadi sumber pendapatan baru bagi warga Yogyakarta di Jalan Wijilan.

Lambat laun Gudeg pun “dibangkitkan”. Gudeg tidak hanya disajikan di warung pinggir jalan, namun kini juga menjadi menu spesial di hotel dan restoran. Gudeg masa kini tidak hanya dibungkus dengan kantong plastik, tetapi juga dikemas dalam kaleng tahan lama sebagai oleh-oleh.

Tonton video Pembuatan Laper: Gudeg Jogja di Alam Sutera Tangerang
[Gambas:Video 20detik]
(dil/saya)

Source: www.detik.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button