Kisah Dibalik Air Terjun Dlundung Trawas Mojokerto, Ada Lima Pandawa Petilasan - WisataHits
Jawa Timur

Kisah Dibalik Air Terjun Dlundung Trawas Mojokerto, Ada Lima Pandawa Petilasan

MOJOKERTO, FactualNews.co – Kabupaten Mojokerto memiliki sejumlah tempat wisata yang menawarkan berbagai keindahan pemandangan alam.

Berbagai destinasi wisata dengan ciri khas panorama alam yang mempesona, banyak menjadi tujuan para wisatawan yang berkunjung ke Mojokerto. Salah satu tempat dengan panorama alam yang menarik di kabupaten Mojokerto adalah Air Terjun Dlundung.

Wisata Air Terjun Dlundung terletak di Dusun/Desa Ketapanrame, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto. Air terjun ini merupakan wisata air terjun yang masih sangat alami. Nuansa di sekitarnya masih sangat menyatu dengan alam.

Tidak banyak yang tahu bahwa selain keindahan alamnya yang mempesona, Air Terjun Dlundung memiliki cerita sejarah yang menarik.

Kusno, salah satu warga setempat yang juga pengelola wisata Dlufund, mengatakan menurut cerita yang diturunkan oleh para tetua masyarakat, air terjun Dlufund memiliki hubungan yang erat dengan legenda boneka Pandawa Lima. Yaitu Yudistira, Bima, Arjuna, Nakula dan Sadewa.

Di atas air terjun terdapat Petilasan Pandawa Lima. Penduduk setempat menyebut Pringgondani Pandawa Lima. Pringgondani sendiri berasal dari kata pring (bambu), nggon (tempat) dan dani (memperbaiki). Menurut Kusno, jika diartikan secara keseluruhan berarti tempat yang berfungsi untuk memperbaiki diri, yang biasanya dilakukan melalui meditasi.

Perilaku spiritual dianggap umum dalam masyarakat Jawa. Pringgondani telah lama dikenal sebagai tempat persembahyangan bagi masyarakat Jawa. Hotel ini terletak di kawasan hutan milik Perhutani.

“Fungsi petilasan Pringgondani Pandawalima adalah untuk bersemedi. Orang biasa mencari ilmu, seperti ilmu Kanuragan,” katanya, Minggu (28/8/2022).

Untuk sampai ke Kuil Pandawa Lima, Anda perlu berjalan kaki sekitar 2 jam dari lokasi air terjun. Menjelajahi tempat itu tidak mudah. Ada 141 langkah batu untuk dinegosiasikan. Tangga ini memiliki lebar sekitar 1 meter.

Kusno menjelaskan, ada lima makam di kawasan Pringgondani yang dipercaya sebagai penjaga Pandawa lima. Ia belum bisa memastikan bahwa jenazah kelima tokoh pewayangan itu ada di dalam makam. Namun, pada suatu saat ia penasaran dan mencoba menggali kuburan tersebut.

“Saya tidak tahu apakah mayatnya ada di sana atau tidak. Saat menggali saya menemukan kain hitam. Aku terkejut. Maka saya tidak akan melanjutkan. Tapi ini Petilasan, menurut cerita turun temurun di masyarakat,” kata pria yang berasal dari Desa Ketapanrame ini.

Penamaan Ketapanrame tidak lepas dari legenda dimana Petilasan Pandawa Lima sering digunakan untuk pertapaan. Kata “Ketapan” berasal dari kata “Pertapaan”. Sedangkan ‘rame berarti ramai.

“Setelah tempat Pandawa lima disebut Ketapanrame yang artinya tempat bersemedi,” kata Kusno.

Konon air terjun di kaki Gunung Welirang ini juga menjadi tempat pertapaan para prajurit kerajaan Singosari dan Majapahit setelah mereka bertapa di Kuil Pandawa Lima.

“Secara historis, ini adalah pusat kekuasaan Kerajaan Majapahit, yang sebelumnya dikuasai oleh Singosari. Yang biasa mandi di sini adalah para prajurit yang sudah selesai mencari ilmu atau sudah bersemedi di atas dan turun ke air terjun untuk mandi,” jelasnya.

Lokasi Air Terjun Dlundung ditemukan oleh warga sekitar pada tahun 1980-an. Akses jalan menuju air terjun ini digunakan oleh warga sekitar untuk masuk ke dalam kawasan hutan.

“Orang-orang pergi ke hutan untuk mencari kayu dan rumput. Pahlawan lewat sini,” kata Kusno.

Dari cerita yang Kusno dapatkan, nama air terjun ini awalnya bukan Dlundung. Orang biasa menyebut air terjun Grenjengan. Entah bagaimana ceritanya kemudian berubah menjadi Dlundung.

Namun sebenarnya kedua nama tersebut memiliki arti yang sama, jatuh dari atas.

“Air terjun itu dulu bernama Grenjengan. Sejarah air digulung (rolled). Kalau Grenjengan, airnya mengalir dari atas ke bawah,” jelasnya.

Itu tidak digunakan untuk pariwisata sampai tahun 2000-an. dikelola oleh pemerintah pada tahun 2012 oleh Perhutani dan Dinas Pariwisata bekerjasama dengan warga sekitar.

“Pemkot mengelola kios-kios dan termasuk tempat parkir,” kata Kusno.

Tempat wisata Air Terjun Dlundung memiliki beberapa fasilitas. Antara lain, ruang kesehatan, ruang sholat, teman kelinci dan tempat perkemahan.

Sementara itu, Gonward mengatakan seorang pengunjung dari kota Surabaya memilih berlibur di kawasan wisata Dlundung karena memiliki fasilitas yang memadai dan dekat dengan kota Surabaya.

“Ada warung, WC, mushola dan macam-macam,” kata pria yang datang bersama 6 anaknya itu.

Menurutnya, pemandangan di tempat wisata air terjun ini sangat bagus dan udaranya sejuk. Oleh karena itu, sangat cocok sebagai tempat penyembuhan (relaksasi kelelahan). Selain air terjun, dia dan anak-anaknya juga akan menikmati perkemahan.

“Anak-anak sempat mandi di air terjun, airnya jernih, udaranya juga sejuk. Pemandangannya bagus ketika Anda bisa melihat Gunung Penangangungan di pagi hari. Rencananya kami akan membuat camping ground di lantai bawah,” pungkasnya.

Kawasan wisata Dlundung buka setiap hari. Mulai pukul 7 pagi hingga 4 sore WIB. Biaya masuknya cukup terjangkau. Senin sampai Jumat, Rp 10.000 per orang untuk dewasa dan Rp 7.500 untuk anak-anak. Di akhir pekan Rp 12.500 untuk dewasa dan Rp 10.000 untuk anak-anak.

Bagi pengunjung yang ingin menikmati camping, cukup menambahkan biaya sebesar Rp 5000 per malam.

Source: faktualnews.co

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button