Ketika tradisi Pungkasan Rebo bangkit kembali di Yogyakarta - WisataHits
Yogyakarta

Ketika tradisi Pungkasan Rebo bangkit kembali di Yogyakarta

TEMPO.CO, Yogyakarta – Selain kunjungan wisata yang sudah dibuka seluas-luasnya, berbagai tradisi tradisional yang sempat mati suri selama pandemi Covid-19 muncul kembali di Yogyakarta. Salah satunya adalah Upacara Adat Pungkasan Rebo yang diselenggarakan oleh Pemkab Bantul pada Selasa malam, 20 September 2022 di Balai Desa Wonokromo Bantul.

Sebelum adanya pandemi Covid-19, upacara ini menjadi tradisi yang dilakukan masyarakat di Kabupaten Bantul untuk menyambut datangnya malam Rabu terakhir bulan Safar atau biasa disebut Sapar di kalangan masyarakat Jawa. “Tradisi ini merupakan salah satu warisan budaya takbenda masyarakat Desa Wonokromo,” kata Bupati Bantul Abdul Halim Muslih saat menghadiri acara tersebut.

Upacara Rebo Pungkasan, kata Halim, digelar sebagai bentuk rasa syukur dan berharap dijauhkan dari segala bentuk musibah. Tradisi Rebo Pungkasan sendiri dalam kisahnya tidak lepas dari keberadaan seorang tokoh agama di Wonokromo pada masa lalu bernama Kyai Faqih Usman.

Pemimpin agama dikenal sebagai orang yang memiliki ilmu agama dan pengobatan. Peristiwa Rebo Pungkasan menandai waktu pertemuan Kyai Faqih dengan Sultan Agung, yang menyebabkan pemusatan pemerintahannya di daerah Kerto, Pleret Bantul, pada masa kekuasaan Mataram Islam.

“Melalui tradisi ini, warga khususnya Wonokromo akan semakin menyadari pentingnya menjaga budaya luhur, budaya yang dapat mendorong kita untuk lebih produktif, dermawan, dan semakin bersatu dalam berbuat kebaikan dan kebaikan.” ” kata Halim.

Di panggung utama yang terletak di Pendopo Kalurahan Wonokromo, berbagai kesenian seperti Tari Geguritan dan Radad ditampilkan selain doa bersama. Ada pula tradisi kesenian tentara bayaran ala Yogyakarta yang terus mereka jaga dengan alunan musik khas barisan barisan.

Keunikan dalam perayaan tradisi Rebo Pungkasan kali ini adalah adanya simbol atau ikon berupa lemper raksasa yang dibuat oleh masyarakat dengan panjang lebih dari 2,5 meter. Konon lemper dipilih sebagai ikon karena merupakan jajanan favorit Sultan Agung. Riesenlemper disajikan bersama dengan pegunungan.

Baca juga: Mengenal Mubeng Beteng, Tradisi Malam 1 Suro warga Yogyakarta

Selalu update informasi terbaru. Lihat berita Tempo.co terbaru dan berita unggulan di saluran Tempo.co Update Telegram. klik https://t.me/tempodotcoupdate bergabung. Anda harus terlebih dahulu menginstal aplikasi Telegram.

Source: travel.tempo.co

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button