Ketiga mahasiswa kampus Muhammadiyah ini bisa lulus tanpa skripsi. Apa saja persyaratannya? - WisataHits
Jawa Timur

Ketiga mahasiswa kampus Muhammadiyah ini bisa lulus tanpa skripsi. Apa saja persyaratannya?

MUHAMMADIYAH.OR.ID, MALANG – Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) terus mencetak lulusan dan mahasiswa yang penuh karya. Mulai dari tingkat regional hingga internasional. Kali ini giliran tiga mahasiswa Ilmu Komunikasi, yakni Devano Ramadhan Pratama, Ahmad Ali Mahfud dan Muhammad Sofwan. Film yang mereka garap berhasil ditayangkan di Watchdoc Documentary pada pertengahan Juni. Karya ini juga memungkinkan mereka untuk meraih gelar doktor tanpa tesis.

Devano, sebagai salah satu anggota rombongan mengatakan, ide pembuatan film ini muncul di awal semester dua. Saat itu mereka diajak untuk membuat film tentang Gili Ketapang. Sesampainya di sana, mereka melihat masalah lingkungan yang mengkhawatirkan. Mulai dari penimbunan sampah, pengerukan pasir dan penggalian terumbu karang untuk pembangunan rumah.

“Jika kebiasaan ini terus berlanjut, tentu akan berdampak negatif bagi pulau ini di kemudian hari. Apalagi mengingat Gili Ketapang merupakan salah satu properti wisata bahari unggulan di Jawa Timur,” ujarnya.

Anggota lainnya, Mahfud, menambahkan bahwa film “Menyisir Pantai Gili Ketapang” mengangkat isu lingkungan yang sangat kompleks. Menunjukkan kebiasaan masyarakat yang dianggap kurang baik terhadap lingkungan. Di sisi lain, pemerintah menjalankan program pariwisata namun tidak memperhitungkan kondisi lingkungan yang ada.

Selain itu, status pemukiman yang telah bertambah menjadi 10.000 jiwa berdampak pada minimnya ruang terbuka di pulau tersebut. Populasi kambing liar yang ada juga semakin meningkat, meskipun luasannya terus berkurang. Akhirnya, sampah tersebut menjadi pakan ternak kambing. Tak jarang beberapa kambing mati di pinggir pantai dan terbawa arus laut.

“Kondisi pemukiman yang semakin padat, tumpukan sampah, kebiasaan masyarakat yang sulit diubah dan solusi yang tidak kunjung datang akan membuat pulau ini musnah,” imbuh Mahfud.

Di sisi lain, Sofwan juga meriwayatkan isi film dokumenter tersebut. Wisata di Gili Ketapang sudah dikenal banyak orang sejak tahun 2012-2013 dan mencapai puncaknya pada tahun 2016-2017. Ratusan wisatawan datang setiap hari untuk menikmati pantai dan snorkeling. Ini mengubah sebagian besar pekerjaan penduduk setempat. Sebelumnya bekerja sebagai nelayan, kini beralih menjadi tour operator menjadi penjual aksesoris. Sehingga masyarakat setempat tidak lagi bergantung pada hasil laut.

“Banyak orang di sana melihat kedatangan pariwisata itu positif, sehingga dengan dibangunnya dermaga selatan, pemerintah secara bertahap diperhatikan. Sayangnya, pertumbuhan pariwisata yang tinggi tidak dibarengi dengan perlindungan lingkungan yang baik,” kata Sofwan.

Ketiganya berharap film ini dapat menyadarkan masyarakat akan pentingnya menjaga lingkungan. Begitu pula pemerintah harus segera bertindak dan menawarkan solusi kepada warga Gili Ketapang. “Jadi program ini bukan hanya sekedar program, sebenarnya dilaksanakan untuk memberikan dampak positif. Semoga film ini bisa mengedukasi masyarakat untuk mengubah kebiasaan dan menjaga pulau agar tetap tangguh,” kata ketiganya.

Source: muhammadiyah.or.id

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button