Kekerasan seksual masih menjadi pekerjaan rumah di DIY - WisataHits
Yogyakarta

Kekerasan seksual masih menjadi pekerjaan rumah di DIY

Harianjogja.com, JOGJA—Kasus kekerasan seksual di bidang perbaikan rumah masih tergolong tinggi. Berdasarkan data Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Pengendalian Penduduk (DP3AP2) DIY, setidaknya ada 1.235 kasus kekerasan seksual pada tahun 2021.

Direktur DP3AP2 DIY Erlina Hidayati mengatakan, jumlah tersebut merupakan agregat korban yang mengakses layanan kekerasan seksual. Namun menurut Erlina, ada korban lain yang tidak berani mengadu.

Lokasi kekerasan seksual tertinggi berada di rumah korban dengan 680 kasus, kemudian di rumah pelaku dengan 219 kasus, di tempat umum dengan 192 kasus, kos-kosan dengan 65 kasus, di tempat wisata dengan 36 kasus, di sekolah dengan 34 kasus dan bekerja dengan 9 kasus.

DIDUKUNG:

Kepresidenan G20 Indonesia, momentum pemulihan dunia dari krisis global

“Dari situ kita bisa melihat bahwa sebagian besar rumah korban berada di dalam ruangan, artinya pelakunya mungkin orang terdekat korban, keluarga, tetangga dan sebagainya,” kata Erlina dalam keterangannya. Talk Show Hentikan Kekerasan Seksual dalam Pendidikan Do-It-Yourself ditayangkan melalui Youtube Harian JogjaJumat (28/10/2022).

Ia mengatakan bahwa orang-orang terdekatnya, seperti keluarga, teman, dan fakultas, harus dapat mengidentifikasi orang-orang terdekatnya sebagai korban kekerasan seksual dengan perubahan yang tiba-tiba. “Biasanya dia [korban] Sering menarik diri dari apa yang biasanya dia lakukan melamun sering tiba-tiba menangis atau ketakutan saat bertemu seseorang. Diharapkan orang-orang terdekat dengan sengaja dengan tanda-tanda ini,” kata Erlina.

Erlina memiliki Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permendikbud) No. 30/2021, kampus wajib menyelenggarakan pendidikan bagi pendidik dan orang-orang yang terkait dengan kampus serta mengatur pembuatan peraturan terkait.

Erlina mendorong pembentukan panitia seleksi dan satgas pencegahan dan penanggulangan kekerasan seksual di kampus. Korban yang pernah mengalami kekerasan seksual dapat mengadu ke PD3AP2 dan ke lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang ada.

Perwakilan Pawai Perempuan Yogyakarta Yosephin Anggun mengatakan ketimpangan kekuasaan berpotensi memicu kekerasan seksual. “Selama pesta memiliki energi lebih tinggi dari pihak lain, kekerasan seksual bisa terjadi,” kata Yosephin.

Anggun mengatakan masih banyak korban yang tidak berani berbicara karena produk hukum yang ada belum komprehensif. Selain itu, Anggun menyampaikan kegagalan kampus dalam mengusut kasus kekerasan seksual, misalnya dengan mempertemukan pelaku dan korban di satu tempat.

BACA JUGA: Atlet Dilecehkan Pelatih di Bantul, Pemkab Tawar Bantuan Hukum

Wakil Rektor Bidang Alumni dan Al-Islam Kemuhammadiyahan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Faris Al-Fadhat menilai potensi kekerasan seksual di lembaga pendidikan di Yogyakarta selalu ada. Karena secara demografis, mahasiswa yang kuliah di Jogja berasal dari berbagai daerah dan memiliki latar belakang sosial yang berbeda.

Faris mengatakan UMY telah memiliki peraturan tentang bagaimana menangani kekerasan seksual di kampus sejak 2010. Aturan tersebut juga akan direvisi pada akhir 2020. Saat ini UMY memiliki tim Konseling dan Kesejahteraan Mahasiswa yang terbagi dalam tim kampanye dan pengintaian, serta tim penanganan kasus psikologis dan hukum.

UMY berusaha mencegah dan menyelesaikan kasus kekerasan seksual. Pencegahan dilakukan melalui pendidikan tentang kekerasan seksual di dalam kelas, tim konseling dan kesejahteraan siswa melakukan tindakan dan pencatatan secara langsung bengkel dan acara bercakap-cakapmelalui video edukasi dan kompetisi edukasi pencegahan kekerasan seksual di kampus.

Lihat berita dan artikel lainnya di Google Berita

Source: news.google.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button