Keistimewaan Pak Kamtos Satai, Jatinom Klaten, Daging Empuk dan Perkaya Rempah - Solopos.com - WisataHits
Jawa Tengah

Keistimewaan Pak Kamtos Satai, Jatinom Klaten, Daging Empuk dan Perkaya Rempah – Solopos.com

SOLOPOS.COM — Pak Kamto (kiri) mengolah daging kambing di warungnya di pinggir jalan raya Klaten-Yatinom, Desa Bonyokan, Kecamatan Yatinom, Rabu (14 September 2022). (Solopos.com/Taufiq Sidik Prakoso)

Solopos.com, Klaten — Sate kambing Pak Kamtos di Jatinom adalah salah satu stand sate kambing legendaris di Klaten. Di balik kesuksesan warung Satai adalah perjuangan pemilik warung Satai, Pak Kamtom, dalam mengembangkan usahanya yang dimulai dari nol 52 tahun lalu.

Pak Kamto yang kini berusia 73 tahun telah membuka usaha satai sejak tahun 1970. Sebelumnya, dari tahun 1960 hingga 1970, Pak Kamto bekerja pada salah satu bos Satai di Distrik Yatinom. Saat itu, Kamto masih remaja.

Promo Dukung BUMN Binaan UMKM Go Online, Tokopedia Registrasi 2.000 NIB

Kamto pun sempat menjajakan satai bosnya dengan galah. Tergantung pada hari pasar, ia akan pergi dari Yatinom ke pasar hewan di kota dan di daerah Tulung.

“Itu dari tahun 1965 hingga 1968. Saat itu saya masih keluar dengan bos saya untuk membawa hasil penjualan ke kota dengan berjalan kaki. Waktu itu ada pasar sapi di sebelah pasar Klaten [Pasar Gede Klaten] setiap hari Kliwon. Dibawa kembali dengan gerobak. Dulu saya sering makan jajan di Sop Pak Min [di Pasar Klaten]. Untuk Pahing dan Upah saya jual di Ngangkruk, Tulung. Jika Anda pergi ke sana, bolak-balik. Saat itu usianya sekitar 14-15 tahun,” kata Kamto.

Kamto kemudian memutuskan untuk memulai usaha warung satai secara mandiri pada tahun 1970. Ia menyewa sebuah kios kecil di pinggir jalan raya Jatinom-Klaten di Desa Bonyokan, Kecamatan Jatinom.

Baca juga: Tampil Beda, Toko di Klaten Ini Mengusung Konsep Alam Pegunungan

Usahanya mendapat dukungan dari keluarganya. Tak hanya itu, ia mendapat bantuan dari keluarga dan tetangga, seperti meja untuk berjualan pisau.

Awalnya, sate Pak Kamto yang kemudian dijual seharga 5 rupee per porsi tidak serta merta laku. Ia hanya mengolah sekitar 2 hingga 3 kg daging kambing dalam satu hari.

Berkat kegigihannya, Pak Kamtos Satai mulai dikenal. Mulai tahun 1980, ia juga menambahkan menu olahan ayam seperti ayam bakar dan ayam rebus, selain olahan daging kambing seperti sate, tongseng dan tengkleng.

Apa yang semula disewa dari Pak Kamto juga bisa dibeli. Dia terus membangun stan saat satainya semakin populer. Kini Pak Kamto tidak hanya memiliki toko tetapi juga memiliki warung di tiga lokasi dengan dibiayai oleh istri dan lima anaknya. Total ada dua stand di Jatinom dan satu lagi di Tulung.

Baca Juga: Sudah Lebih dari 4 Abad Sejak Penyebaran Apam Yaa Qawiyyu Jatinom Penuh Makna

Rata-rata, warung sate Pak Kamto menyembelih empat sampai lima ekor kambing dalam sehari. Namun, di hari-hari besar, termasuk Saparan, Pak Kamto bisa menyembelih hingga 15 ekor kambing.

Kambing yang disembelih adalah kambing pilihan. Dulu Pak Kamto sendiri yang memilih kambing untuk menu di warungnya, kini dia mempercayakan pilihan kambingnya kepada anaknya.

“Di sini kambing disembelih satu per satu. Jika Anda pergi keluar, sembelih kambing segera. Kambing adalah kambing super. Yang jelas masih muda, gemuk dan sehat,” kata Pak Kamto.

Warung sate kambing Pak Kamto memiliki pelanggan dari berbagai daerah. Mulai dari warga biasa hingga pejabat pemerintah, TNI hingga polisi dan artis.

Baca juga: Dengan Tampilan Menarik, Restoran Terkenal Mulai Muncul di Rawa Jombor, Klaten

Satu porsi Sate Kambing Pak Kamto kini berharga Rp 22.000. Toko buka setiap hari mulai pukul 08.00 WIB – 16.00 WIB. Pak Kamto didukung oleh sekitar 15 karyawan untuk mengelola stand utama di pinggir jalan raya Jatinom-Klaten di Bonyokan.

Pak Kamto mengatakan banyak mantan karyawan warung satenya sekarang berwiraswasta. Pak Kamto tidak mempersoalkan ini. Makanan sudah diatur untuk Pak Kamto.

“Ada yang jual, ada yang bangun rumah. Mantan karyawan yang bisa berjualan jika ada 10 orang. Tapi bagi saya tidak ada pesaing. Semua makanan dari Gusti Allah. Kalau tidak ada modal dalam dinas perintis, saya akan berikan,” kata Pak Kamto.

Soal resepnya, meski stand Satai sudah berusia 52 tahun, tetap laris manis. Kamto mengatakan jujur, ramah, bersih dan konsisten kualitasnya. Pak Kamto masih ingat pesan kakaknya saat memulai usaha warung satai.

Baca Juga: Ini Desa Janti Klaten, Sajian Wisata Kuliner hingga Wahana Foam Pool

Pesannya adalah bahwa ini bukan hanya tentang memulai bisnis untuk pertama kalinya. Selain pemeliharaan kualitas, pengenalan produk olahan merupakan faktor penting.

“Pertama, nama dicari dulu. Setelah itu, kualitasnya tetap sama,” katanya.

Salah satu pecinta sate kambing Kamto, Philipus, 29, mengaku menikmati sate kambing Kamto. Selain dagingnya empuk, bumbu satenya meresap ke dalam daging.

“Bumbu-bumbu, terutama kecap, masuk ke daging. Saat disantap, rasanya sangat enak,” ujar warga Sleman itu.

Source: www.solopos.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button