Kecelakaan di bus wisata bukan hanya kesalahan pengemudi - Solopos.com - WisataHits
Jawa Tengah

Kecelakaan di bus wisata bukan hanya kesalahan pengemudi – Solopos.com

SOLOPOS.COM – Imam Yuda Saputra (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO — Isak tangis menandai kedatangan jenazah enam warga RT 002/RW 005, Kelurahan Manyaran, Kecamatan Semarang Barat, Kota Semarang, Provinsi Jawa Tengah, Minggu (4/12/2022) malam. Keenam warga yang meninggal tersebut merupakan korban kecelakaan dengan bus pariwisata PO Semeru Putra Transindo.

Bus tersebut menabrak jurang di pinggir jalan raya Sarangan di Kecamatan Plaosan, Kabupaten Magetan, Provinsi Jawa Timur pada Minggu sore. Bus bernomor polisi H 1470 AG itu mengangkut rombongan wisatawan menuju Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah.

Promosi Angkringan Omah Semar Solo: Tempat nongkrong unik punya menu Wedang Jokowi

Setelah Tawangmangu, bus wisata membawa penumpang piknik ke Telaga Sarangan. Entah apa yang dipikirkan sang sopir, Mochammad Barliyan, 52 tahun, warga Kemijen, Semarang Timur, yang juga tewas dalam kecelakaan itu, memutuskan mengambil jalan pintas Cemara Kandang-Sarangan.

Jalur ini dikenal sebagai jalan pintas dari Tawangmangu ke Sarangan. Meski dapat mempersingkat waktu tempuh, jalur ini dikenal sulit dan berbahaya karena penuh dengan tikungan tajam dan turunan yang curam.

Memerlukan keterampilan mengemudi yang mumpuni bagi pengguna kendaraan bermotor yang ingin melintasi jalur tersebut, terutama pengemudi bus bertubuh tinggi. Rute ini pernah saya lewati di sebuah acara dengan sepeda motor tur dipegang oleh produsen sepeda motor.

Saat itu ada beberapa peserta tur yang mengalami kecelakaan saat menuruni turunan yang berkelok-kelok di lintasan. Mereka cukup berpengalaman dengan sepeda motor karena sering mengikuti tur dan memeriksa berbagai jenis kendaraan, tetapi mereka mengalami kecelakaan.

Beruntung tidak ada korban jiwa saat itu. Jalur Cemara Kandang-Sarangan dikenal cukup ekstrim. Kecelakaan sering terjadi di jalur ini. Namun, rute yang sulit bukan satu-satunya penyebab kecelakaan lalu lintas, terutama bus wisata.

Banyak kecelakaan yang melibatkan bus wisata sepanjang tahun 2022, dan tidak semuanya karena medan yang sulit. Pengamat lalu lintas yang juga Ketua Departemen Advokasi dan Sosial Perusahaan Angkutan Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno, mengatakan ada beberapa faktor penyebab kecelakaan maut yang melibatkan bus pariwisata itu.

Selain jalur yang sulit, juga faktor kelayakan lokasi jalan yang sulit. Selain itu, ada faktor bus yang tidak siap berkendara atau kelelahan pengemudi. Ia mencontohkan kecelakaan yang melibatkan bus pariwisata di jalan tol Kledung, Kabupaten Temanggung menuju Kretek, Kabupaten Wonosobo pada September lalu.

Tujuh orang tewas dalam kecelakaan itu. Selain faktor rute yang sulit, ada juga aspek kendaraan yang tidak laik jalan yang menjadi penyebab terjadinya kecelakaan. Meski demikian, aparat penegak hukum tidak pernah tegas memproses pemilik kendaraan.

Kondisi ini terkesan membebaskan pemilik kendaraan dari tanggung jawab, karena kesalahan sepenuhnya ditanggung oleh pengemudi yang juga menjadi korban dalam beberapa kasus kecelakaan lalu lintas.

waktu kerja

Faktor pengemudi juga menjadi penyebab kecelakaan. Sebagian besar pengemudi atau pengemudi yang pernah mengalami kecelakaan biasanya kurang konsentrasi saat berkendara karena lelah atau kurang terbiasa dengan medan yang dilaluinya.

Pengemudi atau supir bus wisata mengalami kelelahan karena menempuh perjalanan sepanjang hari untuk memenuhi permintaan penyewa yang ingin mengunjungi beberapa tempat wisata dalam waktu singkat. Hal ini membuat mereka cepat lelah saat berkendara dan kurang konsentrasi sehingga berujung pada kecelakaan.

Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) kerap merekomendasikan pemilik bus untuk menerapkan aturan jam kerja pengemudi agar terhindar dari kecelakaan lelah atau tidur mikro ketika melakukan suatu tugas.

Ada batasan jam mengemudi yang harus dipatuhi, yakni delapan jam sehari dengan istirahat 30 menit setiap empat jam berkendara. Rekomendasi ini dibuat oleh KNKT berdasarkan data bahwa sekitar 80% kecelakaan lalu lintas disebabkan oleh kelelahan.

Aturan ini sebenarnya tertuang dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan atau UU LLAJ, khususnya Pasal 90 Ayat (1). Pasal ini menyebutkan bahwa pengemudi kendaraan bermotor umum bekerja maksimal delapan jam sehari.

Setiap saat, pengemudi dapat dipekerjakan 12 jam sehari, termasuk satu jam istirahat. Aturan ini tampaknya kurang diikuti. Penyewa bus wisata juga menuntut pengemudi untuk memaksimalkan waktu untuk memenuhi program liburan singkat namun tetap bisa sampai ke semua lokasi yang direncanakan.

Akibatnya, sejumlah kecelakaan serius, yang terjadi karena pengemudi lelah atau mengantuk, dan lain-lain, sering terjadi. Oleh karena itu, diperlukan upaya yang besar untuk mencegah atau setidaknya menekan angka kecelakaan lalu lintas yang melibatkan bus pariwisata.

Saat ini, aktivitas wisata masyarakat kembali marak seiring pandemi Covid-19 yang mulai mereda. Upaya ini membutuhkan peran tidak hanya pemerintah tetapi juga masyarakat sebagai pihak yang sering terlibat dalam acara tersebut.

Pemerintah perlu lebih tegas dalam memantau kinerja pengemudi bus wisata, terutama dalam memilih rute perjalanan menuju tempat wisata. Kementerian Perhubungan melakukan itu perjalanan berisikoPemetaan identifikasi lokasi rawan atau potensi kecelakaan ke tempat wisata.

Jalan berbahaya harus dihindari untuk menghindari kecelakaan. Langkah ini juga harus diimbangi dengan pengawasan ketat oleh otoritas seperti Fahrdienst dan Lepolitan, dengan melarang pengemudi bus melintasi jalur berisiko atau yang sering disebut sebagai jalur Tengkorak dan Tulang Bersilang.

(Esai ini dimuat di Harian Solopos edisi 6 Desember 2022. Penulis adalah jurnalis Solopos Media Group.)

Source: news.google.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button