Kebijakan Hutan Sosial - Sripoku.com - WisataHits
Yogyakarta

Kebijakan Hutan Sosial – Sripoku.com

Melalui: M Andriansyah SH, MH
Pakar Polhut BKSDA Sumsel

SRIPOKU.COM — SISTEM PENGELOLAAN HUTAN LESTARI yang dilaksanakan di kawasan hutan negara atau hutan hak/hutan adat dan dilakukan oleh masyarakat lokal atau masyarakat hukum adat sebagai aktor kunci untuk meningkatkan kesejahteraan, keseimbangan ekologi dan dinamika sosial budaya berupa hutan desa, hutan rakyat , Hutan tanaman rakyat, hutan adat dan hutan kemitraan.

Keanekaragaman hayati di dunia khususnya di Indonesia yang merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber daya alam, baik hayati maupun hewani. Sumber daya alam Indonesia tidak dikenal kaya, tetapi setiap daerah memiliki karakteristiknya sendiri atau yang kita sebut endemik, berperan penting dalam melanjutkan proses evolusi dan menjaga keseimbangan ekosistem dan sistem kehidupan biosfer, keanekaragaman hayati, ekosistem, spesies dan genetika yang meliputi hewan, tumbuhan, dan mikroorganisme harus dijamin keberadaan dan kelestariannya bagi kehidupan.

Kebijakan alokasi 12,7 juta hektar perhutanan sosial, atau 10 persen dari total luas hutan di Indonesia, memiliki nilai strategis untuk memastikan alokasi ruang pengelolaan bagi masyarakat tepi hutan di seluruh negeri.

Alokasi ruang yang belum pernah terjadi sebelumnya sejak Republik Indonesia merdeka. Kebijakan ini merupakan kebijakan partisan dan telah diakui oleh berbagai negara. Sejak tahun 2010, Peraturan Menteri tentang Hutan Kemasyarakatan dan Hutan Desa telah diterbitkan, pencapaian melalui proses yang dipercepat dan tepat sasaran untuk memastikan bahwa sebagian besar penerima manfaat adalah petani miskin, petani kecil dan keluarga petani yang desanya berada di atau di dalam kawasan Hutan Negara.

Jangan lupa untuk subscribe, like dan share channel YouTube Sripokutv di bawah ini:

Kebijakan pemberdayaan adalah kebijakan alokasi lahan sebagai kebijakan pemberdayaan masyarakat. Sejalan dengan program Nawacita Kabinet Kerja yaitu membangun dari pinggiran, membangun kemandirian masyarakat melalui berbagai program dukungan dan dukungan berbasis kelompok, salah satunya penguatan kelembagaan dan tata kelola serta perencanaan dan potensi daerah, penguatan lembaga keuangan mikro koperasi, Penguatan keterampilan dari kewirausahaan sosial.

Strategi yang akan dilaksanakan adalah model perencanaan partisipatif bottom-up, bertujuan untuk membangun komunikasi yang lebih intensif dan substantif di tingkat desa, kecamatan dan kabupaten, memperkuat kemitraan dengan berbagai pihak di sekitar lokasi hutan sosial, dengan uji coba kecil oleh kelompok, mendokumentasikan pembelajaran sebagai dasar membangun pembelajaran bersama antar kelompok, kelompok dengan pemerintah, LSM, konsultan dan pegiat perhutanan sosial dan lintas kementerian, misalnya dengan Kementerian Desa, Kementerian Dalam Negeri, dukungan kebijakan dari program Dekon Perhutanan Sosial, APBD, dukungan dan sinergi program dengan dukungan mitra LSM, baik dukungan kerjasama bilateral maupun multilateral.

Penyelesaian Konflik (Klaim) secara Damai Kebijakan Hutan Sosial ini, bila dilaksanakan dengan baik, dengan dukungan yang tepat dan dijadikan agenda bersama bagi pemerintah dan pemerintah negara bagian dan kabupaten, merupakan upaya untuk menyelesaikan berbagai konflik sosial yang berlarut-larut yang tidak dapat diselesaikan Karena inti permasalahannya adalah kemiskinan dan kurangnya penguasaan lahan, penyelesaian konflik secara damai tidak meniadakan upaya penegakan hukum, khususnya bagi para aktor intelektual karena tingginya permintaan pasar global terhadap komoditas tertentu, selain akses perhutanan sosial, program kemitraan masyarakat dan pemegang izin. Upaya konkrit untuk menyelesaikan konflik dan mengelola hutan secara damai dan lebih beradab, sekaligus meningkatkan keragaman pendapatan masyarakat dan membuat masyarakat merasa manusiawi.

Jangan lupa untuk menyukai halaman penggemar Facebook Sriwijaya Post berikut ini:

Masyarakat mampu menjaga hutan, masyarakat tepi hutan, termasuk masyarakat common law, mampu mengelola hutan dengan berbagai teknologi tepat guna, teknologi sederhana, teknologi agroforestri, pengelolaan mikrohidro, pengembangan wisata alam, yang dapat meningkatkan keragaman pendapatan rumah tangga sekaligus meningkatkan rasa bangga karena dipercaya oleh pemerintah, misalnya Kelompok Hutan Kemasyarakatan di Kali Biru, Kulonprogo, Yogyakarta dengan pengembangan wisata alam memiliki rekam jejak yang terbukti melindungi tanah hutan leluhur mereka dari generasi ke generasi Keberhasilan adalah upaya pendampingan yang konsisten oleh berbagai pihak dan adanya local champion atau biasa disebut local champion (pejuang) yang bekerja dengan sepenuh hati, baik ada proyek maupun tidak ada dukungan, yang tetap mendampingi masyarakat.

Potensi konflik di kawasan lindung, terdapat kondisi tata guna lahan. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat penggunaan lahan nonfungsional di kawasan lindung.

Program perhutanan sosial melalui hutan kemasyarakatan, hutan desa, hutan tanaman rakyat dan hutan kemitraan belum menyentuh isu-isu di kawasan lindung di atas. Namun, pemerintah memiliki program kemitraan dengan program untuk membentuk zona pemanfaatan tradisional.

Beberapa program terpadu sangat penting untuk menciptakan sinergi dengan mengedepankan program pengelolaan hutan sosial di kawasan penyangga kawasan lindung. Antar Departemen Penguatan komunikasi dan kerjasama dalam program antar departemen. Misalnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan Kementerian Desa, Daerah Tertinggal dan Transmigrasi dan sebagainya. Sangat penting untuk menunjukkan lokasi contoh yang akan dibangun sebagai role model yang terintegrasi.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan mitra kerja sama dengan mitra juga harus terlebih dahulu menyepakati agenda bersama, termasuk pembuatan skala prioritas untuk lokasi percontohan yang dapat menjadi panutan perhutanan sosial untuk memiliki nilai strategis dalam kebijakan alokasi lahan, pemberdayaan Politik dalam kebijakan peruntukan lahan dan model perencanaan partisipatif bottom-up, tuntutan tuntutan konflik damai agar masyarakat dapat menjaga hutan, mengurangi potensi konflik di kawasan lindung, serta menjaga dan menyinkronkan keterpaduan program pemerintah dalam perhutanan sosial.

ilustrasi

Sumber: https://covid19.go.id/

Source: palembang.tribunnews.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button