Keberhasilan penanganan “stunting” dan ketahanan pangan - WisataHits
Jawa Timur

Keberhasilan penanganan “stunting” dan ketahanan pangan

Lin Purwati. (BP/Khusus)

Oleh Lin Purwati

Bali adalah tujuan liburan impian bagi hampir seluruh penduduk dunia. Namun semuanya berubah ketika pandemi melanda. BPS menemukan jumlah kunjungan wisman turun tajam sebesar 82,96 persen dari 6,275 juta orang pada 2019 menjadi hanya 1,069 juta orang pada 2020. Penurunan ini terjadi sejak April 2020 dengan jumlah kunjungan hanya 0,3 ribu orang, turun drastis dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai 167,5 ribu orang.

Turunnya jumlah wisatawan mau tidak mau memukul perekonomian Bali yang bertumpu pada pariwisata. Akibatnya, perekonomian Bali menyusut 9,33 persen pada 2020 dibandingkan kondisi tahun lalu. Seiring dengan berbagai program pemulihan ekonomi yang dicanangkan pemerintah, kondisi Bali perlahan mulai membaik. Namun, pada 2021, ekonomi Bali masih akan menyusut 2,47 persen dibandingkan nilai tambah 2020.

Namun meskipun terjadi penurunan ekonomi, Bali cukup berhasil mengatasi stunting. Hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021 menunjukkan bahwa prevalensi bayi stunting di Provinsi Bali hanya 10,9 persen, sedangkan prevalensi bayi kurus hanya 3,0 persen. Prestasi ini merupakan yang terendah di Tanah Air, menjadikan Bali sebagai satu-satunya provinsi di Indonesia dengan kategori penanganan stunt yang baik. Hanya daerah dengan prevalensi kerdil kurang dari 20 persen dan prevalensi sampah kurang dari 5 persen yang termasuk dalam kategori ini. Bahkan pada saat yang sama, masih terdapat 27 provinsi dalam kategori kronis-akut dengan prevalensi stunting di atas 20 persen dan prevalensi kurus di atas 5 persen. Hal ini tentu saja merupakan pencapaian yang luar biasa untuk dibanggakan.

Selain itu, Bali juga sangat pandai mengatur sistem ketahanan pangan. Berdasarkan hasil perhitungan Indeks Ketahanan Pangan (IKP) yang dilakukan oleh Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian pada tahun 2021, kinerja IKP Bali secara nasional berada di urutan teratas atau kategori dengan skor keberhasilan IKP sebesar 83,82 yang diambil dari wilayah keamanan pangan tinggi. Yang menarik, kinerja IKP bahkan melampaui kinerja IKP provinsi yang notabene merupakan lumbung pangan nasional seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan.

ICP merupakan indeks komposit yang digunakan untuk mengukur ketahanan suatu wilayah dalam memenuhi kebutuhan pangan yang berkualitas bagi masyarakat. Ketahanan pangan tidak hanya tercermin dari ketersediaan pangan yang cukup, baik kuantitas maupun kualitas, yang aman, beragam, bergizi, merata dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, kepercayaan, dan budaya masyarakat untuk mendukung kehidupan yang sehat, aktif, dan aktif. dan hidup produktif Hidup dengan cara yang berkelanjutan.

Ketahanan pangan regional dihitung secara terpisah untuk kabupaten dan kota. Dari delapan kabupaten di Bali, tiga kabupaten secara nasional menduduki peringkat teratas capaian ICP kabupaten. Ketiga kabupaten tersebut adalah Tabanan dengan kinerja IKP 90,17, Gianyar 89,46, dan Badung 89,38. Sementara itu, Kota Denpasar juga telah melampaui kinerja IKP 2021 untuk wilayah metropolitan dengan skor indeks 93,97, sangat jauh dari kinerja kota-kota lain di seluruh Indonesia.

Pencapaian ini tentu tidak mudah untuk diraih. Namun, memastikan bahwa prevalensi stunting dapat ditekan dengan tetap menjaga ketahanan pangan adalah sebuah tantangan. Penyederhanaan rantai pasok bahan baku pangan dan stabilitas harga pangan mutlak harus dilakukan. Upaya intensifikasi dan ekstensifikasi produksi pangan juga perlu dirampingkan untuk mendorong produksi pangan lokal. Di sisi lain, peningkatan daya beli masyarakat juga harus didorong dengan mengambil langkah-langkah strategis untuk meningkatkan pendapatan masyarakat. Ini memastikan bahwa bahan makanan berkualitas dapat diakses oleh semua lapisan masyarakat.

Dalam jangka panjang, mengelola stunting dan ketahanan pangan adalah bagian dari investasi pembangunan manusia. Dengan berhasil mengatasi stunting, generasi penerus akan menjadi sehat, karena suplai nutrisi mereka telah terjaga secara optimal sejak 1.000 hari pertama kehidupan. Jika kondisi ini dilengkapi dengan penyediaan fasilitas dan layanan pendidikan dan kesehatan yang layak, maka kualitas masyarakat Bali dapat dipastikan akan meningkat di masa mendatang. Meski pada tahun 2021 Bali berhasil menduduki peringkat kelima Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia.

Menyiapkan generasi muda yang berkualitas, sehat jasmani dan rohani merupakan salah satu kunci mewujudkan ketahanan demografi di masa depan. Hal ini harus didukung oleh sistem ketahanan pangan yang memadai untuk menjamin ketersediaan dan kontinuitas pasokan pangan bagi generasi mendatang dalam rangka Indonesia Emas 2045.

Penulis, Ahli Statistik BPS Kabupaten Semarang

Source: www.balipost.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button