Kampung batik di tiga pelosok kota Singkawang - WisataHits
Yogyakarta

Kampung batik di tiga pelosok kota Singkawang

Berawal dari gejolak setelah pekerjaan selesai, Priska Yeni Riatno mulai membangun desa wisata batik pertamanya. Kini ada tiga desa wisata yang tersebar di tiga sudut kota. Tidak hanya membuka lapangan pekerjaan bagi warga sekitar, tapi juga menghidupi puluhan anak asuh. Priska berkeliling Kalimantan Barat untuk memberikan pelatihan tie-dye bagi perempuan. Juga kepada siswa, dari anak sekolah luar biasa (SLB) hingga siswa.

Catatan: ARISTON

RUMAH di Jalan Cisadane, Kota Singkawang, posisinya cukup strategis. Depan jalan persis di seberang gerbang belakang gedung Singkawang Grand Mall. Satu-satunya mall di kota wisata ini. momen Pos Pontianak Selama kunjungannya, pemilik rumah fokus melukis kain dengan canting dan lilin. Dia didukung oleh tiga anak asuh. Dia menyusun halaman mewarnainya sendiri.

“Motif ini merupakan kolase dari patung tradisional. Saya menggambar campuran motif patung dari berbagai daerah di nusantara. Saya mengapresiasi motif pada sehelai kain batik,” kata perempuan 34 tahun itu.

Di rumah ini, Priska Yeni Rianto dan anak asuhnya menghasilkan ribuan karya. Di sinilah virus batik berasal dan menyebar. Sebagian besar karyanya adalah batik tulis. Namun, untuk produksi yang cukup besar, ia menggunakan teknik cetak. Motifnya kebanyakan etnik. Ada juga pola yang dia buat sendiri. Biasanya terinspirasi dari kehidupan sosial masyarakat atau budaya setempat. Ia juga sering mengacu pada tema tumbuhan dan hewan lokal.

Cisadane merupakan markas desa batik pertama yang ia dirikan di Singkawang. Konsepnya seperti desa wisata dimana wisatawan bisa melihat proses produksi dan membeli oleh-oleh. Terkadang wisatawan juga bisa menikmati atraksi budaya lokal jika jadwalnya sesuai.

Kini ada tiga desa wisata yang ia dirikan. Ia menyebut program ini Kampung Wisata Ragam Tiga Sudut. Karena setiap orang memiliki ciri khasnya masing-masing. Kawasan di Jl Cisadane merupakan sudut Singkawang Barat karena terletak di kabupaten Singkawang Barat. Dua lainnya berlokasi di Nyarumkop, Singkawang Timur dan Sedau, Singkawang Selatan.

Ketiga lokasi tersebut berdekatan dengan destinasi wisata. Singkawang Barat misalnya, selain sebagai jantung kota, juga terdapat Pecinan khas Singkawang yang dijuluki Kota Amoi. Sedangkan di Nyarumkop merupakan daerah perbukitan yang sejuk. Mayoritas warganya adalah etnis Dayak. Pusat kerajinan dan acara budaya Dayak juga terletak di sini. Saat ini sudah banyak komunitas Melayu di Sedau. Singkawang Selatan memiliki kawasan pantai yang indah dengan pasir putih dan pemandangan matahari terbenam. Ada juga kerajinan kaca yang terkenal dan aneka olahan ikan laut.

anak asuh dan warga

Pertama, seperti lulusan baru pada umumnya, Priska yang lulus tahun 2011 ini langsung melamar ke perusahaan ternama di Singkawang. Sambil bekerja di kantor, ia juga membuka dua butik. Hasilnya lumayan. Dia mampu membeli mobil dan rumah. Hingga Priska bosan bekerja di kantor. Bahkan, ia stres hingga butiknya terbengkalai dan bangkrut pada 2013. Batik kemudian menjadi obat. “SAYA mundur dari pekerjaan dan perusahaan juga bangkrut. Saya mencari jalan keluar untuk menenangkan diri. Salah satunya adalah tie-dye yang saya pelajari selama kuliah di Yogyakarta,” ujarnya.

Dari sekedar hobi untuk menghilangkan pusing, ia kemudian menyadari bahwa Singkawang sebagai kota wisata dan kota multietnis bisa menjadi ladang untuk mengembangkan seni batik. Berbekal tabungan dan rumah kosong dari masa jayanya, Priska pun mulai menyebarkan kutu ikat itu ke berbagai kalangan.

Ia kemudian mendirikan komunitas batik. Karya-karyanya juga laris dan dibeli. Tidak hanya dari konsumen Singkawang. Tapi juga wisatawan domestik dan mancanegara. Tidak hanya dikunjungi wisatawan, gerai-gerai tersebut juga sering dikunjungi oleh berbagai sekolah, instansi dan pihak-pihak yang berkepentingan. Priska dan timnya juga rutin mengkampanyekan batik di sekolah-sekolah. Bahkan menggalakkan ekstrakurikuler tie-dye di sekolah luar biasa hingga perguruan tinggi.

Dianggap sebagai pribadi yang inspiratif, ia telah menerima berbagai penghargaan di tingkat regional dan nasional. Ia beberapa kali tampil di televisi nasional sebagai pemuda inspiratif. “Ternyata semua ini berubah menjadi kecanduan dan membawa lebih banyak rejeki. Bukan hanya untuk diri saya sendiri, tetapi mampu membuat diri saya dan orang-orang di sekitar saya mandiri. Yaitu teman-teman yang akhirnya menjadi tim dalam membangun kampung tie-dye ini,” ujarnya.

Ratusan orang telah belajar membatik darinya. Meski hanya berhasil sebagian. Mereka sebagian besar adalah penduduk di sekitar desa batik. Suatu ketika dia kedatangan sekelompok ibu rumah tangga. Jumlahnya 28 orang. Mereka biasanya membantu suami mencari nafkah dengan mengambil upah dari memanen kacang tanah. Tapi mereka mencari cara yang tidak musiman, yaitu tie-dye.

Selama empat bulan program pelatihan, hanya delapan orang yang lulus. Kemudian, hanya dua orang yang terus melakukan tie-dye. “Itulah prosesnya. Tapi sekarang saya senang saya tidak sendirian dalam hal membuat tie-dye. Sekarang banyak orang dengan kemampuan yang sama di Singkawang,” ujarnya.

Selain warga setempat, Priska kini juga mengasuh 21 anak asuhnya. Mereka adalah anak-anak muda yang tertarik dengan dunia seni dan bisnis. Sebagian besar adalah siswa sekolah menengah atas. Ada juga yang putus sekolah. Kebanyakan dari mereka berasal dari kelompok ekonomi kurang mampu. Mereka diajari melakukan tie-dye sampai mereka menguasainya. Dari sketsa hingga produk akhir. Selain itu, mereka juga dibekali dengan ilmu pemasaran. Mereka juga sering diikutsertakan dalam seminar kewirausahaan.

“Apa yang mereka hasilkan bermanfaat bagi semua orang. Lumayan untuk menambah penghasilan dan menyalurkan bakat seni Anda. Saya berharap ini menjadi bekal bagi mereka untuk dapat membuka usaha sendiri di masa depan dan dengan demikian membuka peluang kerja bagi orang lain. Bisnisnya tidak harus dalam perdagangan manual. Sekarang saya punya beberapa anak asuh mandiri,” tambah Sarjana Ekonomi Universitas Atmajaya Yogyakarta ini.

Muhammad Juhdi (21), anak asuh Priska, mengaku beruntung bisa terlibat di desa wisata ini. Trah Madura-Cina ini bisa menyalurkan bakatnya dalam melukis. “Saya senang akhirnya bisa berpartisipasi di sini. Sejak kecil saya suka menggambar dan melukis, tetapi tidak ada teman. Di sini saya bertemu banyak teman yang berbagi hobi dan saya bisa mendapatkan uang dengan hobi ini,” kata mantan pekerja konstruksi itu.

Sekarang lulusan STM lokal ini tidak hanya melakukan tie-dye. Juhdi mengikuti saran dari Priska dan mulai mengembangkan layanan pengecatan sepatunya sendiri. Jasa lukis sneaker khususnya kanvas mulai menjadi tren di Singkawang. “Beberapa saya melukis dengan teknik, yang lain melukis dengan kuas. Walaupun hasilnya tidak terlalu banyak, cukup untuk menambah pemasukan kecil.

Apa yang dilakukan Priska tentu membuat banyak orang terkesan. Wali Kota Singkawang Tjhai Cui Mie memuji tindakan Priska selama ini. “Priska mampu mengembangkan seni budaya dan menciptakan lapangan kerja. Dia juga meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pariwisata dan merupakan wanita inspiratif,” kata wanita Tionghoa pertama yang menjadi walikota Indonesia ini.

Tjhai Cui Mie berharap kreativitas masyarakat terus berkembang. Karena sebagai kota wisata, peran aktif warga sangat penting untuk menciptakan sesuatu yang baru dan unik. “Kami membutuhkan lebih banyak angka seperti ini untuk memajukan sektor pariwisata dan UMKM di kota Singkawang,” tambahnya.

Pradono, seniman dan budayawan asal Kalimantan Barat, memiliki pendapat serupa. Menurutnya, Priska telah berhasil menciptakan seni baru di Kalbar. “Budaya batik ini sebenarnya sudah menjadi identitas nusantara dan berhasil mengintegrasikannya ke dalam budaya lokal. Di atas segalanya, dia membuka ruang dan kesempatan bagi para pemuda yang dia rekrut,” katanya.

Kiprah Priska pun mendapat dukungan dari berbagai kalangan. Astra International, grup perusahaan raksasa nasional, berpartisipasi dalam proyek tersebut dan memasukkan tiga titik desa wisata dalam program Desa Sejahtera Astra. Priska juga meraih Satu Indonesia Awards 2020 tingkat provinsi oleh partai yang sama. Penghargaan untuk orang yang menginspirasi.

Pukulan pandemi dan solusi produksi

Priska tidak pernah menyangka akan ada pandemi Covid-19 di seluruh dunia. Sebagai kota pariwisata, wabah Corona telah mengubah wajah Singkawang secara signifikan dalam satu setengah tahun terakhir. Jumlah kunjungan wisatawan turun drastis. Akibatnya, daya beli dan bisnis menurun. Beberapa hotel yang menjadi mitra penjualan produk batiknya juga telah memutuskan kontrak sementara karena sepi tamu.

Priska juga terpaksa menekan biaya produksi. Misalnya dalam kaitannya dengan alat cetak batik. Priska biasanya memesan alat batik logam dari Jawa. Namun harganya cukup mahal ditambah proses pemesanan dan pengiriman yang lama. Dengan iseng, dia membuat cetakan tie-dye dari karton bekas. Itu berhasil. “Ini juga cukup kuat dan pemrosesannya cepat. Kita bisa menentukan sendiri motif yang kita inginkan. Kecuali untuk menekan biayakertas merek ini adalah solusi untuk sampah di lingkungan kita sendiri,” kata Priska.

Untuk pemasaran, berjualan online sedikit membantu, meski hasilnya tidak bisa dibandingkan dengan waktu normal. Kunjungan ke desa wisata yang dikelola warga juga turun drastis. Hal ini juga mengurangi pembelian produk milik warga. “Saya cukup beruntung memiliki tabungan pribadi. Tapi bagaimana dengan anak asuh kita? Untungnya mereka bertahan dan kreatif. Namun akhir-akhir ini banyak pihak yang melihat kemajuan kami dan membantu penjualan. Misalnya, ada Bank Indonesia yang mencari pasar untuk produk kami, juga instansi lain,” ujarnya.

Tapi ada satu hal yang membuatnya menangis. Tahun lalu dia seharusnya mengadakan acara besar, yaitu Festival Budaya Singkawang. Ini menetapkan rekor nasional untuk tie-dye dengan barongsai dalam kain sepanjang 100 meter. Lokasi yang dipilih juga ikonik, di Jalan Diponegoro atau di kota tua. “Karena pandemi ini, dibatalkan. Ya apa yang akan kamu lakukan,” katanya.

Source: pontianakpost.jawapos.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button