Jual Jogja dari atas bukit - WisataHits
Jawa Barat

Jual Jogja dari atas bukit

Yogyakarta (ANTARA) – Daerah Istimewa Yogyakarta kembali ramai dikunjungi wisatawan. Tidak hanya Malioboro yang ramai setiap akhir pekan, “bukit wisata” ini juga ramai dikunjungi wisatawan.

Apa itu “bukit wisata”? Merupakan bukit atau bagian dari bukit yang telah diubah menjadi tujuan wisata. Akhir-akhir ini banyak tempat wisata puncak bukit yang viral. Ada perbukitan di Gunung Kidul, Kulon Progo dan Bantul. Biasanya ada kafe di atas bukit, permainan, dan pengunjung bisa bersantai sambil melihat panorama kota atau alam dari ketinggian.

Misalnya saja ada bukit wisata bernama Watu Amben yang terletak di perbatasan Kabupaten Gunung Kidul dan Bantul. Watu Amben terkenal dengan pemandangan alamnya yang indah berupa lanskap Kota Jogjakarta.

Pada hari yang cerah, Anda dapat melihat kota Yogyakarta dari Watu Amben. Ada pemandangan pegunungan di sekitar Yogyakarta seperti Gunung Merapi, Merbabu dan Sumbing. Pada malam hari, keindahan lampu kota Yogyakarta dapat dinikmati dari Watu Amben.

Melihat matahari terbenam tidak kalah menarik juga. Beberapa pengunjung yang telah melihat matahari terbenam mengaku disana matahari terbenam yang bisa dilihat di Watu Amben sangat indah dan asri. Khas pegunungan, suasananya segar dan sejuk. matahari terbenam itu juga dapat digunakan sebagai Pekerjaan untuk berfoto selfie.

Jika ingin melihat panorama Kabupaten Bantul, bisa. Cari saja bukit wisata di kawasan Bibis, Pajangan. Ada beberapa wisata gunung yang bisa dipilih. Semuanya sama, yaitu menawarkan panorama dari ketinggian.

Kekuatan pemasaran Bukit Wisata adalah inovasi digital pengelola. Beberapa pihak memuji ide inovator dan investor bukit wisata tersebut. Mereka membuat Tourist Hill Instagrammable, sehingga turis berduyun-duyun ke sana.

Nama bukitnya juga bahasa sehari-hari. Promosi media sosialnya sangat intens, jadi mereka cepat dikenali. Portal berita juga menghadirkan perbukitan wisata. Misalnya, ada berita berjudul “10 Bukit Wisata di Yogyakarta yang Tidak Boleh Kamu Lewatkan”.

Destinasi Wisata Bukit Baru menawarkan pilihan objek wisata yang lebih luas di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Namun banyak juga yang bertanya-tanya apakah penilaian dampak lingkungan itu benar? Karena untuk kepentingan wisatawan, sebagian vegetasi tanah ditebang untuk kemudian diolah menjadi bangunan beton dan jalan.

Di balik keragaman bentang alam yang indah itu terdapat sebuah keseragaman, yakni sebagian perbukitan tersingkap dan sebagian pori-pori tanah tertutup beton. Keseragaman inilah yang mendorong para pemerhati lingkungan untuk menyelidiki peristiwa banjir di Kota Batu, Jawa Timur beberapa waktu lalu.

Banyak orang memperingatkan agar tidak berasumsi bahwa banjir disebabkan oleh curah hujan yang tinggi. Pertimbangkan juga tindakan manusia di balik banjir. Peraturan juga patut dipertimbangkan.

Dalam kasus Kota Batu, lihatlah penataan ruang peruntukan lahan. Batu dikenal sebagai hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas dengan sektor pertanian yang menjadi andalan, kini tumbuh subur “hutan beton”. Suhu di daerah itu mulai menghangat. Dulu sangat dingin sehingga saya menggigil.

Tumbuhnya “hutan beton” adalah konsekuensi dari transformasi kota dari pertanian ke pariwisata. Hal ini terkait dengan pembangunan infrastruktur pariwisata, mulai dari hotel hingga tempat wisata.

Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah hotel di Batu tumbuh dari 550 hotel dalam lima tahun terakhir (sejak 2016) menjadi 1.005 pada 2021. Pada saat yang sama, luas lahan pertanian mengalami penurunan dari 2.373 hektar pada tahun 2013 menjadi hanya 1.998 hektar pada tahun 2020. Sebagian besar lahan pertanian terjadi karena konversi.

Hal ini sering ditekankan, perubahan dari tanaman menjadi bangunan. Meski telah terjadi alih fungsi lahan, namun naluri petani belum sepenuhnya hilang. Kebiasaan bertani masih “berjiwa”, sehingga membutuhkan lahan baru. Mereka pun memanjat, mendekati tepi hutan, dan mulai membuka lahan baru dengan menggarap tepi hutan. Degradasi hutan terjadi secara bertahap.

Inilah fakta di balik banjir Batu. Bukan hanya hujan deras, tapi campur tangan manusia. Dalih ekonomi mengarahkan tangan manusia. Fakta ini bisa saja terjadi di Yogyakarta karena prosesnya mirip dengan di Batu, yakni untuk kepentingan pariwisata terjadi alih fungsi lahan. Proses yang sama juga terjadi di Puncak, Jawa Barat, serta beberapa destinasi wisata lainnya.

pergeseran fungsi

Di wilayah do-it-yourself, perubahan penggunaan lahan lebih sering terjadi di sawah. Berdasarkan data BPS, laju konversi lahan sawah ke DIY mencapai 0,4 persen atau rata-rata 237,14 hektare (ha) per tahun. Sebagian besar sawah menjadi tempat tinggal. Bisnis perumahan DIY masih menjanjikan karena banyak orang tua yang membelikan rumah untuk anaknya yang sedang belajar di Yogyakarta. Atau para pensiunan yang menghabiskan masa tuanya melakukan DIY.

Konteks alih fungsi lahan untuk pariwisata, misalnya dalam kasus perbukitan wisata, lebih banyak terkait dengan penerapan tata ruang. Perda Nomor 5 Tahun 2019 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah DIY Tahun 2019-2039 harus diterapkan secara tegas. Alasan kemajuan pariwisata, jangan sampai regulasinya dilonggarkan, terutama terkait Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah kepada pemilik bangunan gedung untuk membangun, memodifikasi, memperluas, mengurangi bangunan dan/atau bangunan baru sesuai dengan persyaratan administrasi. dan persyaratan teknis. Di sinilah letak kunci untuk memantau gundukan wisata sekaligus mengantisipasi perkembangan gundukan wisata baru.

Tentu saja, pemerintah provinsi telah melakukan survei udara rutin, pemetaan permukaan tanah, survei verbal dan verbal, mengidentifikasi kegiatan sosial ekonomi masyarakat. Survey ini juga sangat membantu untuk monitoring.

Padahal, rumus mencari nafkah dari pariwisata adalah bagaimana menarik wisatawan sebanyak-banyaknya. Tur virtual terasa “lebih sedikit tendangan”. Oleh karena itu, menawarkan panorama alam menjadi salah satu kelebihannya. Suka atau tidak, eksploitasi alam dimulai. Akan lebih bijaksana jika eksploitasi dilakukan secara terkendali.

Kita harus membayangkan bersama, jika kita merusak alam, alam juga akan menghancurkan hidup kita.

Editor: Masukkan M. Astro
HAK CIPTA © ANTARA 2022

Source: www.antaranews.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button