Jakarta bukan hanya Sudirman dan Thamrin - WisataHits
Jawa Barat

Jakarta bukan hanya Sudirman dan Thamrin

Oleh: Tarmidhi Yusuf (Dakwah dan Aktivis Sosial)

Menarik untuk melihat reaksi Bjorka terhadap ocehan Denny Siregar. Densi meminta Bjorka mengungkap data pribadi Anies Baswedan.

“Coba suruh Bjorka buka data, Anies Baswedan. Jelas tidak berani,” cuit Denny Siregar disusul emoticon tawa.

Bjorka menjawab tantangan dari Denny Siregar yang sebelumnya juga menjadi incaran doxing Bjorka. Tanggapan Bjorka dalam bahasa Inggris, dikutip dari Bjorka (@bjorxanism) 12 September 2022.

“Halo @Dennysiregar7. Bagaimana rasanya hidup dengan uang pajak Indonesia tetapi menggunakan internet untuk mempolarisasi orang?”

Seperti kita ketahui, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan merupakan salah satu oknum yang menjadi korban kebocoran data pribadi (doxing) oleh hacker Bjorka. Melalui grup Telegram-nya, pengguna BreachForums mengungkapkan informasi pribadi Anies Baswedan, antara lain nama lengkap, Nomor Induk Kependudukan (NIK), alamat rumah, dan berbagai nomor telepon.

Masalah banjir dan kemacetan sudah selesai Pak? karena Jakarta bukan hanya Sudirman dan Thamrin” tulis Bjorka dalam keterangannya (Sudah selesai banjir dan kemacetan, Pak? Karena Jakarta bukan hanya Sudirman dan Thamrin).

Bjorka mempertanyakan masalah penyelesaian banjir dan kemacetan di Jakarta sambil menyiratkan bahwa Jakarta bukan hanya Sudirman dan Thamrin.

Jalan Sudirman dan Thamrin berubah drastis. Gubernur Anies Baswedan menyebutnya sebagai ruangan ketiga. Selain itu, trotoarnya yang lebar dan menjadi salah satu tempat wisata di Jakarta. Terkait dengan keberadaan Jembatan Pejalan Kaki dan Sepeda (JPOS) Phinisi serta kawasan Sudirman, Citayam, Bogor dan Depok (SCBD). Populer di Citayam Fashion Week yang cukup membuat heboh.

Ternyata, bukan hanya kawasan Sudirman dan Thamrin saja yang disebut indah. Kawasan Kemang dan Cikini juga terlihat bagus dan ramah pejalan kaki.

Begitu juga dengan kawasan Kota Tua di Jakarta yang direvitalisasi. Sekarang disebut Batavia. Kembali ke nama aslinya sebagai kota Batavia. Gubernur Anies Baswedan meresmikan kota tua bebas emisi. “Datang ke sini bukan berarti melihat ke masa lalu. Tapi datang ke sini untuk melihat masa depan. Masa depan kota modern terletak pada kawasan tertua kota,” kata Anies Baswedan, Sabtu (9/10) lalu di Kota Tua.

Sementara itu, era Gubernur Anies Baswedan juga menunjukkan kemajuan yang sangat baik, menurut data bagaimana Jakarta menghadapi banjir.

Data yang ditampilkan berdasarkan data yang diunggah oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Menurut data. Kecamatan di Jakarta terkena banjir pada tahun 2020, dengan Anies 390 RW terendam. Hampir separuhnya berasal dari era Ahok. Era Sutiyoso tahun 2007 sebanyak 955 RW dan era Ahok tahun 2015 sebanyak 702 RW.

Sedangkan surut rata-rata berlangsung selama 10 hari pada tahun 2007, era Ahok tahun 2015 berlangsung selama 7 hari dan era Anies pada tahun 2020 hanya 1 hingga 2 hari sebelum air surut. Di era Ahok, Jakarta kembali dilanda banjir pada Februari 2015. Bahkan, area di dalam keraton tergenang air hingga 10 cm dan bundaran Hotel Indonesia memiliki ketinggian air 30 cm.

Masalah kemacetan di Jakarta menjadi pertanyaan Bjorka. Indeks Lalu Lintas TomTom atau TomTom Traffic Index menyebutkan DKI Jakarta saat ini menduduki peringkat ke-46 sebagai kota terpadat dari 404 kota lain di dunia. Jakarta berhasil keluar dari 10 besar kota terpadat di dunia. Saat Ahok memimpin, Jakarta masuk dalam 4 besar kota terpadat di dunia.

Menurut Indeks Lalu Lintas TomTom, tingkat kemacetan Jakarta menempati urutan ke-46 dari 404 kota, diukur dengan indeks kemacetan sebesar 34 persen. Artinya mulai tahun 2020, kemacetan akan berkurang 2 persen, atau 2 menit per hari. Sebuah prestasi yang dicatat oleh Anies Baswedan, Jakarta turun dari daftar 10 kota paling padat di dunia.

Menurut Gubernur Anies Baswedan, Jakarta menduduki peringkat keempat kota terbesar di dunia pada tahun 2017. Posisi Jakarta turun ke peringkat 7 pada 2018. Pada 2019, turun kembali ke nomor 10. “Kami tidak suka berada di 10 besar, kami ingin tersingkir,” kata Anies Baswedan.

Penurunan signifikan terlihat pada tahun 2020 dan 2021. Menurut Anies Baswedan, Jakarta adalah kota terpadat ke-31 pada tahun 2020. Tahun berikutnya turun kembali ke posisi 46.

Jakarta, 16 Syafar 1444/13. Sep 2022

Source: suaranasional.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button