Ibu-ibu ikut lomba dayung perahu di Bengawan Solo, banyak teriak tapi perahu tidak maju-maju - WisataHits
Jawa Timur

Ibu-ibu ikut lomba dayung perahu di Bengawan Solo, banyak teriak tapi perahu tidak maju-maju

SURYA.CO.ID, LAMONGAN – Mungkin tidak akan ada keceriaan dalam kompetisi 17 Agustus ini tanpa partisipasi ibu-ibu alias ibu-ibu. Tengok saja bagaimana para ibu-ibu Dusun Jatisari, Desa Jatirenggo, Kecamatan Glagah, Kabupaten Lamongan, Minggu (21/8/2022) mengikuti lomba dayung perahu di tepian Sungai Bengawan Solo yang seru tapi bikin perut mual.

Meski terbiasa menggunakan perahu tradisional untuk kegiatan sehari-hari menyeberangi Sungai Solo, mereka kebingungan saat dilombakan. Selain itu, karena pesertanya dalam tim, setiap ibu memiliki tujuan yang berbeda saat mendayung perahu.

Saat aba-aba start diberikan panitia, perahu yang didayung ibu-ibu itu, bukannya maju, malah mandek ke samping. Begitulah, para ibu yang mendayung dengan penuh semangat juga berteriak saling memberi isyarat untuk pasangannya.

Dengan berteriak keras, mereka mencoba mendayung perahu kembali ke tengah jalur. Usaha mereka terbayar dengan melintasi garis finis, tentunya diiringi gelak tawa penonton.

Dua dari tim ibu mertua berhasil mencuri gelar juara. Kapten Dewi Rahmawati alias Bu Kasun menjadi juara, disusul Ambriyah dan terakhir Indah guru di SMP Negeri 1 Glagah. “Wah, yang penting senang, menang kalah tidak masalah,” kata Indah.

Lomba dayung perahu tradisional menggunakan perahu buatan Paralon, yang biasanya digunakan warga untuk beraktivitas di Kali Solo dan anak sungai di desa mereka.

Kepala Desa Jatirenggo Tri Deasy Kusuma Ning Ayu mengumumkan tidak hanya kaum Adam yang mengikuti lomba dayung perahu tradisional, namun Hawa juga mengikuti lomba yang diadakan di Bengawan Solo.

“Kompetisi ini diikuti oleh 30 tim yang tidak hanya berasal dari Dusun Jatisari, tetapi juga dari dusun dan desa lain yang mengikuti lomba tersebut,” ungkapnya. MATAHARI.

Persyaratan lomba ini sederhana yaitu perahu dan dayung disediakan oleh panitia, tidak boleh bertabrakan saat mendayung. Seperti halnya para pendayung, para peserta berusaha menampilkan yang terbaik, menggunakan semua keterampilan dan pengalaman mereka untuk bersaing dalam jarak 100 meter.

Mendayung perahu tradisional seperti itu bukanlah hal baru bagi mereka. Namun justru karena ingin tampil sebagai yang terbaik, kehebohan pun muncul. “Kompetisi ini juga menjadi salah satu ajang promosi wisata desa mereka setelah sempat viral dengan masakan Connggah beberapa waktu lalu,” ujarnya.

Ia menambahkan, lomba dayung ini diadakan untuk menjunjung tinggi budaya sehari-hari mereka, karena mendayung perahu tradisional biasanya merupakan kegiatan sehari-hari bagi warga yang tinggal di sekitar Bengawan Solo dan Bengawan Njero, anak sungai Bengawan Solo.

Meski banyak alat transportasi modern, warga tidak lantas melupakan moda transportasi tradisional ini. “Inilah kearifan lokal yang harus dilestarikan, seperti halnya perayaan HUT RI ke-77. Tidak ada salahnya jika kita juga ingin menggali potensi desa,” jelasnya.

Kompetisi ini merupakan satu-satunya kompetisi yang diadakan di sungai, sehingga tidak heran jika bisa menarik ratusan penonton untuk menyaksikan balapan tersebut. “Kompetisi ini kami jadikan agenda tahunan,” pungkasnya. ****

Source: surabaya.tribunnews.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button