Harapan terus menerus atas fenomena TPST Piyungan - WisataHits
Yogyakarta

Harapan terus menerus atas fenomena TPST Piyungan

Sabtu (7/5/2022) lalu, warga Jogjakarta dihebohkan dengan tumpukan sampah di setiap sudut kota, jalan, dan kampung. Kesibukan wisatawan saat musim liburan membuat beban sampah di TPST Piyungan tak terkendali. Pada hari biasa sampah yang bisa dibuang mencapai 300 ton, saat musim liburan angka ini naik menjadi 700 ton. Akibatnya, TPST Piyungan tidak mampu menyerap kelebihannya sehingga sampah berserakan dan masuk ke pemukiman warga. Warga sekitar juga mengeluhkan bau menyengat hingga jarak puluhan kilometer dari TPA, meski fenomena tersebut juga mencemari air di rumah warga. Hal inilah yang menjadi pemicu awal pemblokiran massal TPST Piyungan oleh warga sekitar yang mengakibatkan tumpukan sampah di Yogyakarta.


Pada Sabtu (2/7/2022) kami mengunjungi desa-desa di sekitar lokasi dan langsung mengecek status pembangunan berkelanjutan dalam situasi tersebut. Wakil Manajer Proyek (DPM) TPST Piyungan Adi Tatmoko menjelaskan, blokade yang terjadi pada Mei lalu itu juga disebabkan oleh penolakan zonasi baru kawasan repositori. Saat ini, pemerintah daerah sedang berusaha menutup tempat pembuangan sampah lama dan sedang merencanakan zona transisi. Munculnya kabar ini membuat warga sekitar lokasi melakukan blokade karena khawatir dilakukan pembuangan sampah di zona baru menggunakan sistem tersebut. tempat pembuangan sampah terbuka atau sampah yang dibuang begitu saja ke TPA tanpa pengolahan dan pengelolaan.

Setelah fenomena blokade bulan lalu, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono XI mengumumkan rencana penghijauan TPST Piyungan agar bisa menjadi tempat wisata. Menanggapi wacana tersebut, Adi Tatmoko mengatakan: “Memang ada wacana seperti itu, tetapi tidak ada lanjutannya, menurut kami rencananya bagus. Beberapa kali delegasi dari dinas pariwisata datang ke sini untuk memeriksa lokasi tetapi kami masih belum tahu karena kami hanya pekerja konstruksi dan hanya mengerjakan proyek di bawah arahan DPU (Departemen Pekerjaan Umum).”

Kini, 12,5 hektar areal TPST Piyungan sudah mulai dipenuhi sampah yang akan dibuang warga tanpa pemilahan. Banyak sampah rumah tangga yang masih bisa digunakan seperti kasur, dispenser hingga kipas angin memenuhi lokasi setiap hari dengan cepat, bahkan lebih buruk lagi ketika musim hujan datang dengan tumpukan sampah basah dengan bau yang sangat kuat dan sulit untuk ditangani. Harian HSE TPST Piyungan Agus Riyadi menyatakan: “Dari perkiraan usia TPST ini bisa sampai 10 tahun ke depan, pemerintah dan manajemen telah berusaha untuk melaksanakan beberapa proyek untuk menjaga penyaringan air bersih. Namun, dalam upaya memperpanjang umur negara, kesadaran masyarakat akan penerapan pemilahan sampah 3R (Reuse, Reduce, Recycle) juga sangat membantu.” Saat ini, pemerintah juga telah bekerja sama dengan berbagai perusahaan konstruksi untuk mendirikan sistem manajemen terbaik untuk memastikan fenomena yang sempat menggemparkan warga Jogja ini tidak terulang kembali. Langkah alternatif yang dilakukan saat ini adalah memisahkan sampah aktif dan tidak aktif, menutup sampah lama dan memasuki area bagi warga untuk memilah sampah yang dapat digunakan kembali. Dahulu TPST Piyungan merupakan bukit yang indah, namun kini tumpukan sampah semakin menumpuk. Sedangkan penutupan dilakukan dengan menumpuk dan membuat piramida. Oleh karena itu, pemilahan sampah rumah tangga sehari-hari harus diperhatikan secara menyeluruh oleh masyarakat Jogja sejak awal, jangan sampai dihidupkan kembali. kelebihan muatan akhirnya harus mengorbankan lahan baru.

Mayoritas penduduk lokal bekerja selain bekerja di pertanian Selamat bersenang-senang membersihkan sampah dari situs selama beberapa dekade. Mengenai wacana dampak negatif lingkungan dari tumpukan sampah, Bapak Wito dan Ibu Saniyem, selaku warga setempat, menjawab bahwa air yang merebak di sekitar lingkungan desa selama ini sangat buruk, namun warga setempat sudah lama berinisiatif untuk membangun waduk pribadi membeli untuk tetap mendapatkan air bersih. “Kami mendapat penghasilan yang lumayan dari hasil memulung, dan pemerintah juga mengatakan akan membangun pabrik pengolahan sampah, tetapi itu baru dikatakan belakangan ini,” kata Pak Wito dan Bu Saniyem tentang dampak baik TPST Piyungan bagi lingkungan. komunitas. Meskipun urusan pemerintah terus diperluas, penduduk setempat juga harus menanggung bau yang kuat setiap hari. Selain itu, sapi-sapi yang melintas di lokasi terkadang meresahkan masyarakat saat mereka berjalan-jalan di sekitar TPST Piyungan. Itulah tantangan bagi pemulung harian yang ingin memilah sampah di lokasi.

Ikuti ulasan menarik lainnya dari penulis. Klik disini

gambar

Silakan masuk untuk berkomentar “).attr({ ketik: ‘teks/javascript’, src: ‘ }).prependTo(“head”); if ($(“.instagram-media”).length > 0) $( ”

Source: ihram.republika.co.id

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button