Gunung Gede Pangrango, kekasih suci Soe Hok Gie - WisataHits
Jawa Barat

Gunung Gede Pangrango, kekasih suci Soe Hok Gie

cianjur

Taman Nasional Gunung Gede Pangrango meliputi 3 wilayah: Cianjur, Sukabumi dan Bogor. Pada ketinggian 10.000 kaki (3.019 meter) di atas permukaan laut, gunung ini menjadi favorit para pemanjat tebing dan cocok untuk pemula.

Pemandangan yang indah dengan alam yang masih terjaga menjadikan Gunung Gede salah satu gunung di Jawa Barat yang layak untuk didaki.

Dikutip dari https://simdpkk.menlhk.go.idTaman Nasional Gunung Gede Pangrango ternyata menjadi salah satu dari lima taman nasional pertama yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia.

Luasnya mencapai 24.270,80 ha, yang memenuhi kebutuhan air lebih dari 30 juta orang di wilayah tersebut antara lain Cianjur, Sukabumi, Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, bahkan Bandung.

Gunung Gede Pangrango mulai dikenal luas setelah pendaki Eropa pertama di Gunung Gede Pangrango adalah Rafles dari Eropa pada tahun 1870, setelah itu kawasan ini menjadi magnet bagi penjelajah asing seperti Bartel, Junghun, Van Stainis dan Teijsman untuk mengeksplorasi dasar-dasar dan meletakkan dokumentasi kekayaan alam Gunung Gede Pangrango.

Berdasarkan dokumentasi dan kajian tersebut, Pemerintah Hindia Belanda telah menetapkan kawasan hutan Gunung Gede dan Gunung Pangrango di Kabupaten Cianjur, Sukabumi dan Bogor sebagai kawasan hutan dengan luas ± 14.000 ha (GB nomor 26 tanggal 1 Juli 1927). .

Terakhir, pada tahun 2014, luas TNGGP berubah menjadi 24.270,80 ha (Keputusan Menteri Kehutanan nomor: SK.3683/Menhut-VII/KUH/2014 tanggal 8 Mei 2014.

Taman nasional ini merupakan perwakilan dari hutan hujan tropis di Jawa yang masih relatif utuh. Berdasarkan ketinggiannya, dapat dibedakan menjadi tiga tipe ekosistem, yaitu hutan pegunungan bawah (sub montana), hutan pegunungan atas (montana), dan subalpin.

Selain ketiga tipe ekosistem utama tersebut, terdapat beberapa ekosistem unik lainnya yang tidak terpengaruh ketinggian, yaitu rawa, kawah, alun-alun, danau, dan hutan tanaman.

Salah satu spot di Gunung Gede Pangrango yaitu Mandalawangi bahkan menjadi spot favorit Soe Hok Gie, sang aktivis legendaris.

Bahkan Soe Hok Gie secara khusus menulis puisi tentang Pangrango dan Mandalawangi yang sebagian berbunyi:

Aku mencintaimu, pangrango yang dingin dan kesepian, sungaimu adalah lagu keabadian tentang apa-apa, hutanmu adalah rahasia segalanya
Cintamu dan cintaku adalah keheningan alam semesta

Malam itu ketika dingin dan hening
Membungkus Mandalawangi
kau kembali
Dan bicaralah padaku tentang kehampaan itu semua

Aku mencintaimu Pangrango

Karena aku mencintai keberanian hidup

Jakarta 19.7.1966

Soe Hok Gie

Pesona Mandalawangi semakin mencengkeram peminatnya karena tanaman eksotis dan endemik khas daerah Alpina atau Montana tumbuh di lembah ini. Anphalis javanica atau edelweiss adalah tumbuhan yang biasa ditemukan di pegunungan pulau Jawa, termasuk Mandalawangi.

Edelweiss di kalangan pendaki seperti maskot yang sangat dibanggakan. Bunga ini disebut juga bunga abadi karena tidak layu meski sudah lama dipetik. Menjadi simbol cinta dan kesetiaan abadi.

Ketenaran taman nasional ini berarti dikunjungi oleh lebih dari 160.000 wisatawan per tahun, dan rata-rata 60.000 di antaranya melakukan kegiatan pendakian.

Pengelola pendakian memperhatikan daya dukung kawasan, sehingga TNGGP menjadi yang pertama di Indonesia yang menerapkan kuota pendakian dengan total 600 pendaki per hari. Tujuannya adalah untuk melestarikan kawasan dan, khususnya, keamanan dan kenyamanan pendaki.

Sedangkan Gunung Gede Pangrango merupakan tempat suci bagi warga Cianjur.

Makam Nenek Raden Suryakencana

Luki Muharam, sejarawan dan sekretaris Lembaga Kebudayaan Cianjur (LKC), menyatakan bahwa Gunung Gede Pangrango adalah tempat tinggal Nenek Raden Suryakencana.

Selain itu, berdasarkan cerita rakyat di Cianjur juga terdapat kerajaan sakti di Gunung Gede Pangrango tepat di Lapangan Suryakencana.

Di kawasan ini berdiri megah 24 orang-orang (Penampungan Padi) dan 25 pohon kelapa berturut-turut.

“Keberadaan Raden Suryakencana dan karya gaibnya membuat masyarakat Cianjur menjadikannya tempat keramat,” ujarnya.

Oleh karena itu, tindakan yang berada di luar norma etika dan sosial dilarang di wilayah ini.

“Saya berharap wisatawan atau pendaki bisa menghormati apa yang diyakini masyarakat Cianjur. Dilarang mengucapkan kata-kata yang tidak tepat atau menggunakan istilah sompral. Ada juga yang percaya jika melakukan sesuatu yang tidak pantas, pendaki akan disesatkan,” katanya.

(lezat enak)

Source: www.detik.com

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button